kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

September ini IHSG bakal ambruk atau naik?


Jumat, 10 September 2021 / 22:20 WIB
September ini IHSG bakal ambruk atau naik?
ILUSTRASI. Pialang memonitor layar perdagangan saham di Jakarta, Senin (6/9/2021). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

KONTAN.CO.ID - Dalam hampir 10 tahun terakhir, IHSG selalu terpuruk di Bulan September. Pertumbuhan ekonomi yang tersendat di Q3 karena covid serta isu tapering off Amerika yang semakin kencang membuat “kutukan” di September seperti pasti akan datang. Tapi apakah betul IHSG akan luruh? Bagaimana kita sebaiknya melihat saham-saham new economy yang ada di bursa?

Berikut ini wawancara khusus Kontan dengan Suria Dharma Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia

Bagaimana Anda melihat pertumbuhan ekonomi di kuartal ke-3 ini dan apa pengaruhnya terhadap pasar modal?

Ekonomi kita sebetulnya di Q2 itu kan sudah inline kalau saya lihat ya. Sudah inline dengan perkiraan ada pemulihan. Jadi kalau dari emiten yang sudah mengeluarkan result-nya di Q2 kan kira-kira ada setor 2/3-nya sudah rilis. Nah itu laba bersih kenaikannya cukup tajam karena tahun lalu kan Q2- tertekan banget . Nah tapi karena adanya Covid Delta yang meningkat kembali di bulan Juli dan Agustus yang mengakibatkan PPKM level 4 diperketat.

Jadi kemungkinan ekonomi kita di Q3 itu sedikit tertekan. Kalau dilihat pertumbuhan kredit saja yang tadinya bulan Juni itu sudah mulai plus kira-kira 0,5%, bulan Juli mandek kira-kira di angka yang sama lah. Tadinya saya perkirakan mestinya lebih bagus itu ya.

Nah jadi itu memang Q3 enggak akan sebagus yang dibayangkan karena tadinya kan diproyeksikan kan Q3 bisa lebih bagus dari Q2, Q4 lebih bagus dari Q3.

Apakah pertumbuhan di kuartal 3 bisa minus?

Bisa minus, bisa minus atau plus juga mungkin enggak banyak. Kita mesti antisipasi juga, cuma rata-rata sudah memproyeksikan hal seperti itulah untuk Q3-nya kan. Kita enggak bisa terlalu optimis dengan Q3-nya.

Jadi diharapkan Q4-nya ini yang bisa lebih bagus. Tapi kalau melihat kasus dari Covid-nya sendiri sih saya lihat positif rate-nya sudah di bawah 10% ya. Harusnya sih mungkin sekarang sudah mulai teratasi ya. Mudah-mudahan sih tidak melonjak lagi.

Bagaimana dengan isu tapering off dari Amerika?

Mengenai tapering off itu memang belakangan itu kemungkinan tapering off itu terjadi di akhir 2021. Sebelumnya kan orang memperkirakan 2022. Cuma memang catatannya kan kondisinya agak berbeda dengan 2013.

Karena waktu 2013 itu kan orang-orang tidak siap dan tidak begitu familiar juga ya dengan tapering itu seperti apa. Jadi pada waktu itu memang sempat terjadi tekanan. Terutama 6 bulan pertama. Kalau sekarang bedanya mungkin orang lebih siap.

Data tenaga kerja di Amerika itu sebetulnya belum begitu bagus-bagus amat. Tapering ini kan dapat dilakukan misalnya dengan asumsi  kondisi ekonomi di sana sudah cukup pulih. Sudah cukup pulih sehingga tidak memerlukan lagi bantuan seperti itu.

Cuma memang bedanya tapering off kalau bisa dilakukan itu paling cepat  juga paling Oktober atau November. Itu pun secara bertahap ya. Mungkin pembeliannya bonds itu, mungkin treasury di sana itu dikurangi itu ya. Sekarang kan US$ 120 miliar setiap bulan ya. Beli itu mungkin dikurangi mungkin sekitar US$ 30 miliar per bulannya. Jadi masih perlu waktu beberapa bulan sampai pengurangan itu menjadi 0.

Setelah itu pun nantinya mungkin juga akan diikuti dengan penjualan dari treasury yang dimiliki. Pada waktu 2013 itu, terjadinya baru 3 tahun kemudian. Jadi ini berbeda. Nah tapi kemungkinan walaupun ada tapering off, kenaikan suku bunga itu kan kemungkinan kalau di Amerika itu diperkirakan baru 2022 akhir atau 2023.

Jadi ini tidak akan serta membuat Rupiah kita terpuruk?

Kelihatannya sih enggak. Karena memang kalau dilihat dari yield SBN kita saja kan ya SBN kita itu kan malah turun ya sekarang ya 6%-an. Yang agak berbeda karena kepemilikan asing di SBN kita kan sudah berbeda. Kalau tahun lalu kan mungkin bisa 40%, sekarang mungkin sekitar 22%-an.

Kita juga ada kerjasama kan pembayaran dengan beberapa negara yang mungkin tidak memakai US dolar lagi. Ke depannya mungkin juga China akan menggunakan itu dalam transaksi antar negara dengan Indonesia. Yang sekarang kita lakukan dengan beberapa negara seperti Thailand salah satunya. Ada tiga negara yang kita melakukan pembayaran berdasarkan mata uang negara yang bersangkutan itu ya. Mungkin ke depannya, kebutuhannya mungkin enggak sebesar dulu. Dan kemudian juga cadangan devisa kita kan cukup tinggi sekarang. Jadi mungkin itu juga tekanan ke rupiah kita mungkin agar terjaga.

September itu secara historis memang cenderung turun. Historis dalam mungkin lebih dari 10 tahun

Bagaimana dengan kecenderungan penurunan pasar saham di setiap September. Apakah tahun ini akan terjadi juga?

September itu secara historis memang cenderung turun. Historis dalam mungkin lebih dari 10 tahun. Rata-rata turun terutama kalau misalnya Agustus-nya positif. Biasanya memang seperti itu. Jadi itu sih normal. Cuma bedanya itu sekarang, market kita itu kan kepemilikan asingnya sudah turun juga. Kalau dulu itu bisa 65%, sekarang mungkin 45% ya kepemilikan asing. Jadi 55% itu kepemilikan lokal dan transaksi harian itu sekarang 75% itu lokal. Itu yang investor ritel itu 60% dari total transaksi harian.

Jadi pola dari investasi pola investasi berbeda. Kalau dulu asing menjual, dengan sendirinya IHSG relatif lebih mudah untuk turun. Agak berbeda dengan saat ini.

Perbankannya sama perbankan, cuma yang satu lebih suka perbankan yang kecil-kecil, satu lagi lebih suka big bank.

Cuma memang pola dari investasi agak berbeda juga karena investor ritel ini didominasi oleh kaum millennial. Banyak juga yang di bawah 30 tahun yang paling dominan yang pelajar. Jadi mereka lebih menyukai misalnya saham-saham digital atau fintech yang berhubungan dengan teknologi. Jadi pola dari investasi mereka juga agak berbeda dengan investor-investor yang institusi maupun yang lama-lama. Yang mungkin melihat valuasi juga berbeda. Jadi new economy versus old economy.

Nah itu menarik untuk diperhatikan karena pasar modal kita kan didominasi sektor perbankan. Cuma polanya dari si investor ritel dan investor institusi ini agak berbeda. Perbankannya sama perbankan, cuma yang satu lebih suka perbankan yang kecil-kecil, satu lagi lebih suka big bank.

Tidak berarti bahwa new economy ini masih merugi terus kita enggak mau sentuh juga.

Pola investasi mana yang lebih baik?

Bisa dua-duanya sih sebenarnya tergantung keyakinan kita juga. Tidak berarti bahwa new economy ini masih merugi terus kita enggak mau sentuh juga. Karena ini kan pola yang terjadi di berbagai negara. Awal-awalnya kan new economy ini mungkin enggak terlalu dilirik, karena dianggapnya oh ini perusahaan masih rugi. Tapi ke depannya itu kan pola seperti ini kan mencatat keberhasilan juga kan di berbagai negara.

Valuasinya juga tinggi bukan berdasarkan laba bersih dari si perusahaan itu sebetulnya kan. Misalnya lebih kepada GMV (gross merchandise value) atau GTV (gross transaction value). Jadi growth story lebih ke sana ketimbang value story.

Apakah perusahaan-perusahaan di new economy yang sudah banyak naik itu masih ada yang menarik?

Menarik sebetulnya, cuma kan kita tidak bisa melihat cuma dari GMV atau GTV juga ya. Karena GMV atau GTV kan sebetulnya semacam omzet dari ekosistem yang ada di dalam industri itu kan. Misalnya merchant transaksi berapa, total ada merchant kan mungkin bisa jutaan juga.

Misal driver-nya ada go-food ada go-jek misalnya saya kasih contoh perusahaan itu ya, transaksi berapa. Itu kan omzet yang bukan berarti merupakan penjualan murni dari perusahaan terkait kan. Bukan net sales-nya juga. Jadi kita juga mungkin mesti lihat rasio-rasio lainnya juga. Misalnya price to sales-nya berapa dibandingkan juga dengan peer-nya. Bukan cuma price to GMV, price to GTV.

Faktor-faktor lainnya harus kita lihat juga. Dan kita harus melihat growth-nya ke depan seperti apa, apakah masuk akal misalnya proyeksi yang diberikan. Apa mungkin pertumbuhannya seperti itu atau enggak. Itu kan sangat krusial untuk perusahaan-perusahaan seperti ini.

Yang penting dari perusahaan-perusahaan semacam ini kan ekosistemnya pertama ya

Bagaimana kita menentukan perusahaan-perusahaan mana yang perlu divaluasi sebagai new economy selain yang sudah jelas seperti Bukalapak?

Nah ini kan tergantung dari keyakinan kita akan cerita yang diberikan. Yang penting dari perusahaan-perusahaan semacam ini kan ekosistemnya pertama ya. Kedua itu growth dari si user maupun transaksi per usernya.

Sangat sangat krusial karena itu akan meningkatkan policy dari perusahaan itu juga ke depannya. Seperti yang terjadi selama beberapa tahun ini. Jadi kalau misalnya proyeksinya itu kita anggap tidak masuk akal tentunya, kita juga mesti menghitung-hitung juga policy dari si perusahaan itu. Karena banyak sekali seperti misalkan bank digital-lah. Yang paling hot kan bank-bank digital. Semua ceritanya mau ke digital.

Nah itu kan itu kan kita bisa hitung-hitung sebenarnya itu. Saya biasa menghitungnya dengan pendekatan beberapa bank yang sudah listed maupun enggak di luar negeri. Value perusahaan itu terhadap jumlah usernya. Jadi per usernya itu berapa sih sebetulnya nilai dari di bank ini.

 Ada yang over optimis juga kalau menurut saya

Bedanya dengan bank-bank di luar negeri kan di sini kan kebanyakan kan baru memulai. Baru memulai itu kan mungkin pencapaian nasabahnya yang ditargetkan mungkin 2-3 tahun lagi baru tercapai. Nah itu kan kita mesti punya suatu keyakinan bahwa proyeksi yang di si bank A sama si bank B itu mungkin beda. Tidak semuanya akan berhasil. Sebagai catatan saja izin yang diberikan kepada bank digital di Indonesia itu kan cukup banyak ya. Sangat berbeda juga dengan beberapa negara yang lain. Amerika mungkin banyak juga ya, tapi kan bank yang berhasil juga sedikit.

Atau misalnya Korea, China itu kan enggak terlalu banyak izinnya. Korea itu cuma dua. Ke depan itu kan ada yang berhasil ada yang enggak yang kita belum tahu sekarang. Ekosistemnya itu kan menjadi sangat penting yang mana kira-kira pencapaiannya bisa sesuai. Cuma masalahnya di sini karena adanya optimisme yang berlebihan. Karena misalnya banyaknya investor-investor millennial yang lebih suka dengan growth story. Jadi valuasinya sebagian emiten itu juga ada yang sudah menyesuaikan terlebih dahulu. Bahkan sebelum si bank-nya mencapai proyeksinya itu. Ada yang over optimis juga kalau menurut saya. Jadi itu memang kita mesti beda-bedakan kondisinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×