Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
Pasar obligasi Indonesia menunjukkan performa positif di tahun 2021 meskipun tidak setinggi tahun sebelumnya. Ini karena kasus lonjakan kedua Covid-19 yang terjadi secara global dan terjadi juga di dalam negeri akibat munculnya varian Delta.
Sejatinya, menurut analis PHEI sentimen AS memiliki peran paling dominan yang membayangi pergerakan pasar obligasi di sepanjang tahun 2021. Meskipun sempat mengalami pelemahan pada kuartal I-2021 akibat kenaikan yield US-Treasury tenor 10 tahun yang sempat menyentuh ke level 1,74% atau tertinggi sejak Januari 2020.
Namun, ICBI berhasil menguat pada tiga kuartal berikutnya meskipun terbatas. Penopang penguatan pasar di sepanjang tahun 2021 banyak berasal dari dalam negeri. Keberhasilan pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 domestik dengan dosis penuh menjadi katalis positif di sepanjang tahun 2021.
Baca Juga: Simak Potensi Pasar SBN Saat Tax Amnesty Jilid II Diberlakukan
Faktor lain yang menopang kinerja obligasi adalah fundamental dalam negeri seperti tren surplus neraca perdagangan Indonesia. Tak hanya itu, posisi cadangan devisa yang berada dalam tren meningkat, serta dipertahankannya peringkat utang Indonesia pada level Baa2 (stable) oleh Moody’s, BBB (stable) oleh Fitch Ratings, dan di level BBB (negative) oleh S&P juga turut menjadi penopang penguatan pasar.
Di tahun 2021, beragam stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk pembiayaan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta kerjasama Kemenkeu dengan Bank Indonesia melalui skema burden sharing juga terus berlanjut. Tak hanya itu, kebijakan moneter yang akomodatif, beragam stimulus fiskal, maupun langkah kerjasama yang dilakukan untuk mendorong pulihnya roda perekonomian Indonesia berhasil menjadi katalis positif pasar obligasi Indonesia di tahun 2021.
Laju penguatan yang mewarnai pasar oligasi mulai melambat pasca The Fed mengumumkan membuka peluang pengetatan kebijakan moneternya jika ekonomi di AS berlanjut membaik. Usai pengumuman tersebut, pergerakan pasar obligasi cenderung dibayangi spekulasi tapering The Fed yang dipercepat.
Performa pasar obligasi semakin tertahan setelah tingkat inflasi di AS pada November terus melonjak naik hingga ke level 6,8%yoy atau tertinggi dalam 39 tahun. Sementara itu, angka pengangguran di AS juga terus menurun.
Baca Juga: Cari Alternatif Pendanaan agar Hemat Bunga Utang
Kondisi tersebut menurut analis IBPA telah meningkatkan ekspektasi The Fed yang akan mempercepat proses pengetatan kebijakan moneternya. Ekspektasi tersebut terbukti ketika pada FOMC meeting, The Fed memutuskan untuk meningkatkan nominal pengurangan pembelian obligasi menjadi US$ 30 miliar per bulan dari US$ 15 miliar per bulan.
Sehingga menurut analis IBPA, proses tapering akan selesai pada akhir kuartal I-2022 dan The Fed diproyeksikan akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak tiga kali pasca berakhirnya proses tapering.
Selain issue percepatan normalisasi kebijakan moneter The Fed. Faktor global lain yang turut menekan performa pasar obligasi cukup besar di tahun ini adalah terjadinya krisis utang perusahaan properti raksasa milik China Evergrande yang memiliki risiko sistemik.
Baca Juga: Likuiditas Masih tinggi, Jumlah Penawaran pada Lelang SUN Selasa (4/1) Cukup Tinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News