Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menegaskan kembali terkait rencana kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun 2024. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengingatkan gubernur di seluruh provinsi untuk menetapkan dan mengumumkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2024 paling lambat pada 21 November 2023.
Sedangkan upah minimum 2024 untuk kabupaten dan kota harus ditetapkan oleh Gubernur paling lambat tanggal 30 November 2023.
Penetapan Upah Minimum haruslah berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 51 Tahun 2023 tentang Perubahan PP 36/2021 tentang Pengupahan. Beleid tersebut sudah ditetapkan sebagai undang-undang Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 10 November 2023.
Per hari ini, DKI Jakarta sudah mengumumkan kenaikan UMP sebesar 3,6% menjadi Rp 5.067.381 untuk tahun 2024.
Baca Juga: Kinerja AMMN Diproyeksi Rebound pada Kuartal IV-2023, Simak Pemicunya
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi mengatakan, emiten yang bisa tersulut katalis positif dari kenaikan UMP adalah emiten yang bergerak di sektor konsumsi, ritel, dan properti.
Sebab, kenaikan upah pekerja akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga permintaan terhadap produk dan jasa dari sektor-sektor tersebut akan naik.
“Mereka yang yang berpotensi mendapatkan katalis positif dari kenaikan UMP adalah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA),” ujarnya kepada Kontan, Selasa (21/11).
Sementara, emiten yang dirugikan dan harus menanggung beban kenaikan UMP ini adalah emiten yang bergerak di sektor manufaktur, tekstil, dan energi.
Alasannya, kenaikan upah pekerja akan menambah biaya produksi, sehingga menurunkan margin laba dari sektor-sektor tersebut. Selain itu, sektor-sektor ini juga terpapar risiko pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga bahan baku global.
“Beberapa contoh emiten yang berpotensi mendapatkan katalis negatif dari kenaikan UMP adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO),” ungkapnya.
Baca Juga: Ada ICBP dan MYOR, Cermati Saham Rekomendasi Analis Jelang Pemilu
Menurut Reza, ada beberapa faktor yang mempengaruhi efek kenaikan UMP terhadap saham emiten. Pertama, tingkat ketergantungan emiten terhadap tenaga kerja. Semakin tinggi ketergantungan emiten terhadap tenaga kerja, maka semakin besar dampak kenaikan UMP terhadap biaya produksi dan laba bersih emiten.
“Contohnya, sektor tekstil yang membutuhkan banyak tenaga kerja akan lebih terdampak jika dibandingkan dengan sektor telekomunikasi yang lebih mengandalkan teknologi,” paparnya.
Kedua, struktur pasar dan daya saing emiten. Semakin kompetitif pasar dan semakin rendah daya saing emiten, maka semakin sulit bagi emiten untuk menaikkan harga jual produk atau jasa mereka untuk menutup kenaikan biaya produksi akibat UMP.
“Sektor manufaktur yang menghadapi persaingan ketat dari produk impor akan lebih terdampak jika dibandingkan dengan sektor konsumsi yang memiliki loyalitas pelanggan yang tinggi,” ujarnya.
Ketiga, porsi penjualan emiten ke pasar domestik dan luar negeri. Semakin besar porsi penjualan emiten ke pasar domestik, maka semakin besar potensi kenaikan permintaan akibat kenaikan daya beli masyarakat.
Sebaliknya, semakin besar porsi penjualan emiten ke pasar luar negeri, maka semakin besar risiko pelemahan nilai tukar rupiah yang akan menurunkan pendapatan emiten dalam mata uang rupiah.
“Contohnya, sektor ritel yang mayoritas menjual produk ke pasar domestik akan lebih terdorong daripada sektor energi yang mayoritas menjual produk ke pasar luar negeri,” katanya.
Reza menuturkan, efek kenaikan UMP terhadap saham emiten dapat dilihat dari pergerakan harga saham, volume perdagangan, dan rasio valuasi emiten.
Secara umum, emiten yang mendapatkan katalis positif dari kenaikan UMP akan mengalami kenaikan harga saham, volume perdagangan, dan rasio valuasi, seperti price to earnings ratio (PER) dan price to book value ratio (PBV).
“Sebaliknya, emiten yang mendapatkan katalis negatif dari kenaikan UMP akan mengalami penurunan harga saham, volume perdagangan, dan rasio valuasi,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News