Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi pasar domestik masih terus diselimuti kekhawatiran. Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus terkoreksi. Nilai tukar rupiah juga melemah hingga bergerak di atas level Rp 14.300 per dollar AS saat ini.
Kendati demikian, Executive Vice President PT Schroders Investment Management Indonesia M. Renny Raharja, menjelaskan, kondisi ini tak dialami pasar Indonesia sendirian. Indeks saham, misalnya, meski turun 9,70% secara year-to-date (ytd), IHSG melemah bersama dengan hampir seluruh indeks saham global lainnya seperti Nikkei 225, Shanghai Composite, Hang Seng, FTSE 100, bahkan DJIA US.
"Bicara soal rupiah juga sama, kita bukan yang terburuk. Peso Filipina dan rupee India masih depresiasinya masih lebih dalam lagi," ujar Renny, Kamis (5/7).
Renny menambahkan, kondisi pasar yang melesu saat ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama, faktor eksternal yang beragam, mulai dari pergeseran kebijakan moneter bank-bank sentral besar dunia, tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta tekanan pada sektor teknologi di pasar saham AS.
Sementara, secara domestik, nilai mata uang rupiah masih terus mendapat tekanan dari kondisi defisit perdagangan dan neraca berjalan yang masih langgeng. Tambah lagi, pertumbuhan konsumsi masyarakat tampaknya masih terus melambat di tahun ini.
Melihat posisi kurs Rupiah saat ini, Renny berpendapat, bahwa saat ini yang harus menjadi fokus Bank Indonesia (BI) bukan menguatkan nilai tukar, melainkan menjaga stabilitas. "Stabilitas rupiah merupakan salah satu hal terpenting yang menjadi perhatian investor karena pada dasarnya pasar ekuitas dan obligasi kita masih cukup menarik," kata Renny.
Renny melihat, kurs rupiah saat ini memang sudah mulai bergeser ke titik keseimbangan baru. Menurutnya, level Rp 14.000 per dollar AS sudah bukan level yang mengejutkan, sebab justru telah menjadi level normal yagn baru. Ia menilai, nilai tukar rupiah memang harus mengalami sedikit kenaikan akan tetap kompetitif di tengah kebijakan-kebijakan eksternal yang terjadi saat ini.
Untuk pasar saham domestik, Renny memproyeksi rata-rata pertumbuhan laba per saham atawa earning per share (EPS) tahun ini akan berkisar 10%-11%. "Angka ini memang kami koreksi dari proyeksi sebelumnya sekitar 12%-13% di awal tahun," ujarnya.
Ia masih meyakini, indeks saham akan kembali mengalami rebound. Hanya saja, ia tak begitu yakin, IHSG akan kembali mencapai posisi tertinggi historisnya di level 6.600-6.700.
"Butuh data ekonomi positif yang signifikan kalau mau membuat IHSG rebound sampai ke level tertingginya lagi. Yang terpenting, rupiah bisa kembali stabil, data ekonomi membaik, dan suhu politik tetap terjaga," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News