Reporter: Akhmad Suryahadi, Hasbi Maulana | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamis (24/10) saham ADRO (PT Adaro Energy Tbk) ditutup menghijau. Ketika bursa menutup hari perdagangan, saham ADRO berada di harga Rp 1.370 per saham.
Dibandingkan dengan harga sebelumnya (Rp 1.355), berarti harga saham ADRO naik 1,11%.
Pada awal perdagangan, saham ADRO dibuka sama dengan harga penutupan sebelumnya, tepatnya Rp 1.355 per saham. Sempat menyentuh harga tertinggi Rp 1.385 dan harga terendah Rp 1.345, saham ADRO ditutup naik Rp 15 dalam sehari.
Baca Juga: Lima Saham Hijau, Ini 10 Saham LQ45 dengan PER Terendah (23/10)
Pada saat penutupan, harga permintaan (bid) tertinggi Rp 1.365 per saham. Di lain sisi, harga penawaran (offer) terendah di Rp 1.370 per saham.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total nilai transaksi saham ADRO mencapai Rp 81,90 miliar. Adapun total volume saham yang ditransaksikan mencapai 597.641 lot.
Dengan laba bersih per saham (EPS) Rp 262, rasio harga terhadap laba bersih per saham perusahaan tambang batubara ini adalah 5,23 kali. Adapun rasio harga terhadap nilai buku (PBV) adalah 0,7 kali.
Hampir dua pekan lalu lembaga pemeringkat utang global Moody’s menyematkan peringkat Ba1 kepada PT Adaro Indonesia. Dalam rilisnya, Moody’s menyebut peringkat Ba1 mencerminkan kualitas kredit induknya, yakni PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Baca Juga: Pasar saham merespons positif sejumlah calon menteri kabinet baru
Hubungan operasional antara Adaro Indonesia dengan ADRO dinilai cukup kuat. ADRO memegang mayoritas saham Adaro Indonesia yakni sebesar 88,5%.
Adaro Indonesia juga mendapat manfaat dari operasi terintegrasi secara vertikal dengan induk perusahaan. Selain itu, ADRO juga menjamin semua utang Adaro Indonesia.
Dalam rilisnya, Asisten Wakil Presiden dan Analis Moody's Maisam Hasnain menyebut, kualitas kredit ADRO didukung oleh Adaro Indonesia yang merupakan anak usaha utama.
Adaro Indonesia disebut sebagai salah satu produsen batubara dengan lokasi tunggal terbesar di Indonesia bahkan di belahan bumi bagian selatan.
Bisnis batubara termal ADRO memiliki rekam jejak yang stabil dengan produksi tahunan sekitar 50 juta ton sejak 2013. Itu menjadikan ADRO penghasil batubara terbesar kedua di Indonesia berdasarkan volume.
Baca Juga: Berikut sederet pekerjaan rumah untuk Menteri ESDM baru di sektor minerba
Namun, pada saat yang sama kualitas kredit ADRO terkendala oleh diversifikasi operasional dan keadaan geografis yang terbatas. ADRO bergantung pada penjualan batubara termal untuk mendorong pendapatan selama beberapa tahun ke depan.
Meski demikian, Moody’s menilai Adaro Energy telah mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mendiversifikasi pendapatannya. Salah satunya seperti investasi ADRO di dua proyek pembangkit listrik di Indonesia yang dijadwalkan mulai beroperasi pada akhir 2019 dan 2020.
Selain itu, pada 2018 ADRO juga telah membeli 35% saham efektif di Tambang Batubara Kestrel, yang merupakan produsen batubara metalurgi yang berbasis di Australia.
Moody’s memperkirakan, dividen dari entitas perusahaan kemungkinan besar akan minimal dalam 2 tahun-3 tahun ke depan. Sehingga, diperkirakan ADRO masih bergantung pada tambang batubara termal di Kalimantan Selatan.
Baca Juga: Wah, saham milik Erick Tohir menghijau kena angin segar pengumuman kabinet kerja
Peringkat Ba1 juga mencerminkan ekspektasi Moody’s bahwa izin usaha pertambangan (IUP) Adaro Indonesia yang berakhir pada Oktober 2022 akan dapat diperpanjang.
Rating ini juga mempertimbangkan risiko ADRO dari negara-negara yang mulai memperhatikan energi hijau dengan mengurangi penggunaan batubara.
Moody’s juga memberi prospek (outlook) yang stabil kepada ADRO. Status ini mencerminkan ekspektasi Moody’s bahwa ADRO akan menjalankan strategi pertumbuhannya sambil terus mematuhikebijakan keuangan konservatif.
Moody's dapat meningkatkan peringkat utang ADRO jika perusahaan tersebut berhasil meningkatkan profil bisnisnya melalui diversifikasi produk dan geografis sembari berpegang pada kebijakan keuangan yang konservatif.
Di sisi lain, Moody’s juga dapat menurunkan peringkat utang ADRO jika mengalami gangguan operasional atau fundamental sehingga mengurangi pendapatan dan penurunan arus kas. Selain itu, kegagalan ADRO dalam memperpanjang izin usaha pertambangan juga dapat membuat Moody’s menurunkan profil utang ADRO.
Baca Juga: Moody’s beri rating Ba1 untuk Adaro Indonesia, anak usaha Adaro Energy (ADRO)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News