Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meski kabar dari dalam negeri terbilang positif, namun dominasi dollar Amerika Serikat (AS) di akhir pekan lalu masih terlalu kuat, sehingga menekan rupiah.
Para analis memprediksi, peluang rupiah tertekan pada awal pekan ini masih terbuka. Di pasar spot, Jumat (16/10) lalu, rupiah merosot 0,91% ke Rp 13.540 per dollar AS. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) memperlihatkan, rupiah terkikis 1,85% ke Rp 13.534 per dollar AS.
Josua Pardede, Ekonom Bank Permata, melihat, rupiah masih berpeluang terkoreksi, Senin (19/10). Sebab, data ekonomi AS akhir pekan lalu cukup positif. Misalnya, Prelim UoM Consumer Sentiment AS pada Oktober 2015 naik dari 87,2 menjadi 92,1.
“Belum lagi, Senin (19/10) diduga data ekonomi China masih melambat,” kata Josua.
Tiongkok akan merilis data penting. Mulai dari produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2015 yang diduga turun dari 7,0% menjadi 6,8%. Begitu juga data industrial production, fixed asset investment, serta retail sales yang semuanya diprediksi melemah.
“Itu akan menyeret valuta Asia seperti rupiah,” kata Josua.
Yulia Safrina, Research and Analyst Monex Investindo Futures, menambahkan, belum ada faktor domestik yang bisa mengerek nilai tukar rupiah. Memasuki pekan ketiga di bulan Oktober ini, data-data ekonomi domestik kian sepi.
"Terkait Paket Kebijakan Ekonomi Tahap IV, para pelaku pasar masih dalam tahap mencerna isi dan efektivitasnya,” kata Yulia.
Paket Kebijakan Ekonomi ini lebih berfokus pada tenaga kerja dan upah, yang efeknya baru akan terasa dalam jangka menengah ke panjang.
"Rupiah Senin bisa melemah ke Rp 13.360-Rp 13.670 per dollar AS,” prediksi Yulia. Josua memperkirakan, hari ini kurs rupiah melemah di Rp 13.500 hingga Rp 13.650 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News