Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memanasnya perseteruan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan Iran membuat investor berpaling ke aset-aset lindung nilai (safe haven), termasuk dolar AS dan yen Jepang. Meskipun begitu di antara mata uang regional, pesona mata uang Garuda dinilai tidak kalah pamor di mata pelaku pasar.
Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot, Selasa (7/1) menguat 0,47% di level Rp 13.878 per dolar AS. Ini membuat posisi rupiah selalu stabil di bawah level psikologis Rp 14.000 per dollar AS.
Ekonom BCA Sekuritas David Sumual mengatakan, prospek rupiah sepanjang 2020 bergantung pada tingkat ketegangan eskalasi perang AS dan Iran. Meskipun, untuk saat ini dampak positif lebih banyak dirasakan oleh penguatan mata uang yen Jepang.
Baca Juga: Nasib rupiah tahun ini bergantung perkembangan ketegangan AS-Iran
"Untuk dampak di jangka menengah dan panjang tergantung seberapa negatif perkembangan eskalasi. Ditambah lagi, apakah pergerakan harga minyak akan terpengaruh atau tidak," jelas dia, Selasa (7/1).
Dilihat dari sisi fundamental, David menilai nilai tukar rupiah masih memiliki daya tarik cukup kuat jika dibandingkan dengan dolar Australia dan dolar Singapura. Ini karena, baik ekonomi Australia dan Singapura lesu dan tidak sekuat Indonesia yang berhasil tumbuh sekitar 5% di 2019.
Baca Juga: Lelang SUN perdana sukses berkat kombinasi sentimen eksternal dan internal
Selain itu, sepanjang 2019 jumlah portofolio yang masuk ke Indonesia cukup besar. Hal ini kembali terjadi di awal tahun setelah lelang SUN yang laris manis.