Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2019, reksadana pendapatan tetap keluar sebagai jawara dalam instrumen investasi reksadana. Berdasarkan data Infovesta Utama, rata-rata kinerja reksadana pendapatan tetap yang tercermin dari Infovesta Fixed Income Fund Index 90 sepanjang tahun lalu mencapai 9,44%.
Di urutan kedua dan ketiga diisi masing-masing oleh reksadana pasar uang dan reksadana campuran dengan kinerja masing-masing sebesar 5,26% dan 0,77%. Sementara reksadana saham masih betah di posisi paling buncit setelah kinerjanya minus 14,10%.
Baca Juga: Reksadana Ashmore Dana USD Nusantara Unggul di tengah gejolak perang dagang
Menurut Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen Yulius Manto, kinerja mantap reksadana pendapatan terjadi karena tren suku bunga rendah yang terjadi di pasar global dan domestik. "Pada akhirnya ini mendorong kenaikan harga seluruh obligasi dan membuat tahu 2019 sebagai tahunnya reksadana pendapatan tetap," kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (6/1)
Yulius menjelaskan kenaikan paling tinggi terjadi pada obligasi jangka panjang. Sebagai acuan, obligasi pemerintah tenor 10 tahun, berhasil mengalami penurunan yield.
Pada awal tahun 2019, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun masih betah di 8%, Namun seiring penurunan suku bunga, yield SUN turun ke level 7%. Hitungan Yulius, dengan adanya tambahan kupon, investor bisa mendapat keuntungan sekitar 14% saat berinvestasi di SUN pada 2019.
Baca Juga: Ini Portofolio Investasi Pilihan Menghadapi Ketidakpastian Tahun 2020
Hal yang sama terjadi pada Panin Asset Management. Bahkan beberapa produk reksadana Panin AM mencetak kinerja lebih tinggi ketimbang indeksnya.
Rudiyanto, Head of Operation and Business Development Panin AM menyebut, kinerja reksadana pendapatan tetap Panin AM tumbuh hingga di atas 11% sepanjang tahun lalu.
Dalam pengelolaan produk reksadana pendapatan tetap, Panin AM pun membaginya ke dalam empat portofolio. Untuk Panin Dana Gebyar Indonesia II seluruhnya di taruh pada obligasi pemerintah.
Sementara untuk Panin Dana Utama Plus 2 memiliki porsi 30%-50% berupa obligasi korporasi. Sedangkan pada Panin Dana Pendapatan Berkala lebih banyak atau setara 50%-70% ada di obligasi korporasi. Dan terakhir minimal 90% di surat utang korporasi untuk Panin Dana Pendapatan Utama.
“Kombinasi jadi kunci yang penting, Sebab, kenaikan obligasi pemerintah terkadang bisa tinggi namun diiringi dengan koreksi yang tinggi juga. Oleh sebab itu, kombinasi dengan obligasi korporasi berfungsi menstabilkan jikalau terjadi koreksi yang tinggi,” jelas dia.
Baca Juga: Obligasi korporasi bukukan return tertinggi sepanjang tahun 2019
Sedangkan Yulius menerangkan Batavia Prosperindo mengedepankan prinsip kehati-hatian di mana fundamental underlying merupakan hal yang paling utama dalam mengelola dana investasi. Sehingga itu, Batavia Prosperindo juga memadukan konsep top down dan bottom up sembari melihat kondisi global, regional, dan di Indonesia sebelum menentukan sektor dan perusahaan yang paling diuntungkan.
Menyambut 2020, Rudiyanto menilai reksadana pendapatan tetap masih bisa mendominasi kinerja industri reksadana. Sentimen utama masih datang dari suku bunga serta adanya kemungkinan kembali turunnya suku bunga acuan baik di pasar global maupun domestik.
“Masih mungkin turun, tapi frekuensi dan persentasenya tidak sebaik 2019. Jadi tetap positif, namun lebih kecil dibanding 2019. Kalau 2019 kan 10%, tahun ini mungkin di kisaran 7%-9%,” tambah Rudiyanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News