Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana Exchange Traded Fund (ETF) belum begitu populer di kalangan investor ritel. Padahal, imbal hasil (return) yang ditawarkan tidak kalah menguntungkan dibanding kelas aset reksadana lainnya.
Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengungkapkan, total dari 47 produk ETF yang tersedia, hanya 1 produk ETF yang kinerjanya negatif dalam sebulan yang terkoreksi 0,65%.
Secara year to date (ytd) alias di sepanjang tahun ini, hanya 5 produk reksadana ETF yang negatif. Sisanya, kompak menguat antara rentang pertumbuhan 0,6% hingga 10,11% ytd, dengan rata-rata penguatan sebesar 4,2%.
“Jadi bisa dikatakan return cukup menarik di tengah indeks acuan IHSG masih negatif,” jelas Nico kepada Kontan.co.id, Jumat (16/6).
Baca Juga: Selain Peduli Lingkungan, Berinvestasi Reksadana ESG juga Hasilkan Return Lumayan
Nico menyebutkan, acuan atau benchmark IHSG dipilih karena mayoritas aset dasar (underlying asset) reksadana ETF merupakan saham. Mengutip RTI Business, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi sekitar 2,22% secara year to date.
Kalau return reksadana ETF underlying obligasi, jumlahnya masih sedikit. Di sepanjang tahun ini, kinerja reksadana ETF berbasis obligasi memang mencatatkan kenaikan return, tetapi kinerjanya hampir sama dengan saham yang dominan menguat dalam periode yang sama.
Menurut Nico, tantangan bagi reksadana ETF karena sifatnya mirip seperti saham yaitu bisa langsung diperdagangkan. Investor umumnya masih memilih investasi langsung terhadap saham-saham tertentu.
Padahal, reksadana ETF yang portofolio asetnya dominan saham dinilai bisa mengalahkan return acuan IHSG karena pilihan saham yang beragam dengan komposisinya masing-masing. Hal itu juga bisa meminimalisir risiko dibandingkan ketika memilih saham langsung.
Baca Juga: Majoris Asset Management Luncurkan Reksadana ETF Berbasis Obligasi
Sebagai contoh, salah satu produk reksadana ETF kelolaan PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM yaitu Batavia Sri Kehati ETF yang mencetak return sekitar 0,41% dalam sebulan terakhir, per 15 Juni 2023 berdasarkan data Infovesta. Sementara IHSG dalam sebulan hanya tumbuh sekitar 0.33% secara bulanan.
Mengutip Pasar Dana, produk Batavia Sri Kehati ETF mayoritas dialokasikan terhadap saham sebanyak 98.77%, sisanya 1.23% instrumen pasar uang, per 31 Mei 2023. Produk ini mengacu pada indeks Sri Kehati yang berisikan 25 perusahaan di ntaranya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen Eri Kusnadi mengungkapkan bahwa produk ETF kelolaan mereka sebenarnya belum terlalu besar. Secara umum, produk-produk reksadana ETF memang belum banyak dikenal karena kegiatan di pasar sekunder belum terlalu jalan.
“Dealer Partisipan juga belum banyak, walaupun mulai bertambah,” imbuh Eri kepada Kontan.co.id, Kamis (15/6).
Eri melihat reksadana ETF sejauh ini lebih banyak dibeli oleh institusi ketimbang investor ritel. Salah satu alasannya kemungkinan investor lebih senang memilih langsung terhadap saham tertentu.
Selain itu, selisih (spread) di pasar sekunder tidak cukup bagus. Hal ini yang dinilai menyebabkan pasar primer lebih besar nominal kepemilikannya reksadana ETF.
Baca Juga: Indeks Ramah Lingkungan Lampaui IHSG, Intip Rekomendasi Sahamnya
Nico mengatakan, belum begitu banyak pihak yang sadar terhadap potensi kelas aset reksadana ETF. Investor kebanyakan dari pihak institusi, sedangkan pihak ritel masih sedikit sekali.
“Produk reksadana ETF bisa menjadi salah satu alternatif investasi yang bisa dimiliki juga,” ujar Nico.
Kendati demikian, Nico meyakini peluang bagi reksadana ETF masih besar sekali. Dengan catatan, reksadana ETF dapat ditunjang dengan beberapa strategi untuk lebih membuat investor tertarik. Misalnya, sosialisasi ataupun kerja sama antara Manajer Investasi (MI) dengan regulator untuk semakin banyak menerbitkan produk baru.
“Dengan demikian, suplai dapat meningkat dan pilihan investor juga semakin beragam,” ungkap Nico.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News