Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana exchange traded fund (ETF) belum banyak dikenal oleh masyarakat. Tetapi kelas aset reksadana ini dinilai memiliki peluang besar untuk berkembang.
Presiden dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menilai bahwa reksadana ETF sebenarnya masih memiliki peluang yang cukup baik untuk berkembang di pasar modal Indonesia. Jika melihat perkembangan industri reksadana ETF dalam lima tahun terakhir, jumlah produk dan jumlah manajer investasi (MI) yang menerbitkan produk reksadana ETF meningkat.
Reksadana ETF mengedepankan transparansi karena perdagangannya dapat dipantau secara real time. Sama seperti perdagangan saham, reksadana ETF juga terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Guntur bilang, inilah yang membedakan antara reksadana ETF berbasis saham dan reksadana saham konvensional. Reksadana ETF dapat diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia, proses mekanisme subscription/redemption pun sama seperti proses transaksi jual/beli saham yang dapat diperdagangkan selama jam bursa.
Baca Juga: Mirip Perdagangan Saham, Reksadana ETF Layak Dicermati
Pilihan investasinya juga beragam karena reksadana ETF memiliki portofolio underlying berupa saham dan ada juga reksadana dengan portofolio underlying-nya berbasis obligasi.
Hanya saja, Guntur mengatakan, masih banyak tantangan bagi industri reksadana ETF, salah satunya dari sisi sosialisasi dan edukasi. Di Indonesia, reksadana ETF masih didominasi oleh investor institusi. Sebab, dari sisi ukuran tidak cukup sesuai untuk kebutuhan investor ritel.
Dari sisi total dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksadana ETF dalam tiga tahun terakhir ini juga terpantau turun. Perubahan regulasi juga menjadi salah satu faktor industri ETF menurun.
Guntur menjelaskan, SEOJK yang mengatur terkait PAYDI telah membatasi produk unit link asuransi jiwa masuk ke reksadana berbasis saham, termasuk reksadana ETF.
Baca Juga: Akuisisi Sekuritas dan Aset Manajemen di Indonesia oleh Investor Asing Kian Ramai
Dengan adanya batasan SEOJK terkait PAYDI atau disebut unitlink, maka pilihan industri asuransi untuk berinvestasi menjadi semakin terbatas. Serta, tidak dapat berinvestasi di reksadana selain produk yang berbasis obligasi negara.
"Padahal, jika regulator ingin mengedepankan transparansi, salah satu fitur berinvestasi di reksadana ETF adalah transparansi yang menyeluruh. Investor baik ritel dan institusi dapat melihat isi komposisi portofolio dan juga bobot secara real time," ungkap Guntur.
Dia memaparkan bahwa hampir dari 50 reksadana ETF yang ada di Bursa Efek Indonesia, terdapat 22 produk ETF yang memiliki dana kelolaan di bawah Rp 20 miliar.
Sebagai catatan penting, total dana kelolaan ETF juga turun. Per 30 Desember 2020 AUM terpantau sebanyak Rp 16.175 triliun, sedangkan AUM di akhir 2022 hanya sebesar Rp 13,75 triliun.
"Terbatasnya AUM ini sebenarnya sangat tidak efisien dari sisi pengelolaan. Secara industri juga mengalami penurunan," imbuh Guntur.
Baca Juga: Reksadana Diprediksi Bakal Temui Tantangan di Tahun 2023
Pinnacle masih memiliki tujuh produk ETF untuk saat ini. Beberapa ETF ini antara lain Pinnacle High Core Dividen ETF dengan kode XPDV kinerjanya sukses tumbuh 19,37% selama tahun 2022. Selain itu, Pinnacle Enhanced Sharia ETF (XPES) dan Pinnacle FTSE Indonesia Index ETF (XPFT) mencatatkan retun masing-masing 17,36% dan 12,40%.
Pinnacle baru saja menutup perdagangan satu reksadana ETF yakni produk reksadana Pinnacle Indonesia Large Cap Exchange Traded Fund (ETF) dengan kode XPLC. Produk tersebut resmi dibubarkan sejak 21 Februari 2022.
Guntur mengatakan, langkah pembubaran produk itu merupakan langkah optimalisasi. Beberapa produk akan dikonsolidasikan agar mengembangkan produk ETF yang lebih memiliki traction dan sesuai dengan kebutuhan investor. Sementara rencana untuk menambah produk ETF akan diakukan setelah konsolidasi produk sembari melakukan kajian dari sisi strategi produk.
"Pada saat yang bersamaan kami tetap fokus untuk mengoptimalkan produk ETF yang eksisting," pungkas Guntur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News