Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pinnacle Persada Investama membubarkan produk reksadana Pinnacle Indonesia Large Cap Exchange Traded Fund (ETF) dengan kode XPLC. Langkah ini menjadi upaya Pinnacle mengoptimalisasi produk yang telah ada (eksisting).
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan bahwa Pinnacle selaku manajer investasi (MI) dan PT Bank Central Asia Tbk selaku bank kustodian dari reksadana Pinnacle Indonesia Large Cap ETF (XPLC) berencana untuk melakukan pembubaran dan likuidasi XPLC. Bursa memutuskan untuk menghentikan sementara perdagangan reksadana kelolaan Pinnacle tersebut di seluruh pasar terhitung sejak Sesi I Perdagangan Efek tanggal 21 Februari 2023.
Presiden dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menanggapi pembubaran XPLC merupakan adaptasi untuk menjawab tantangan perubahan industri. Dengan kondisi pasar yang dinamis, Pinnacle melakukan konsolidasi di beberapa produk ETF.
"Tujuannya untuk memaksimalkan efisiensi pengelolaan reksadana ETF," jelas Guntur kepada Kontan.co.id, Selasa (21/2).
Baca Juga: Dana Kelolaan Berpotensi Naik, Return Reksadana Pasar Uang Bisa Mencapai 4,5%
Guntur bilang, ada perubahan lanskap industri reksadana ETF yang mendorong pembubaran XPLC. Saat Pinnacle pertama kali meluncurkan ETF di tahun 2016, hanya ada 1 manajer investasi lain yang sudah meluncurkan ETF. Sekarang, jumlah MI sudah lebih dari 24 manajer investasi yang menerbitkan 50 ETF.
Saat pertama kali Pinnacle meluncurkan XPLC, belum banyak produk reksadana ETF berbasis IDX30 dan LQ45. Tetapi pada saat ini sudah hampir 30 produk re ksadana indeks berbasis IDX30 dan LQ45 yang ada di industri reksadana.
Guntur menambahkan, perubahan regulasi juga menjadi salah satu faktor industri ETF menurun. Surat Edaran (SE) OJK yang mengatur terkait produk asuransi berbalut investasi (PAYDI) telah membatasi produk unit link asuransi jiwa masuk ke reksadana berbasis saham, termasuk reksadana ETF.
Perlu diketahui bahwa hampir dari 50 reksadana ETF yang ada di Bursa Efek Indonesia, terdapat 22 produk ETF yang memiliki Asset Under Management (AUM)atau dana kelolaan dibawah Rp 20 miliar.
Sebagai catatan penting, total dana kelolaan ETF juga mengalami penurunan. Per 30 Desember 2020 AUM terpantau sebanyak Rp 16,17 triliun, sedangkan AUM di akhir 2022 hanya sebesar Rp 13,75 triliun.
"Terbatasnya AUM ini sebenarnya sangat tidak efisien dari sisi pengelolaan. Secara industri juga mengalami penurunan," imbuh Guntur.
Menurut Guntur, penutupan ataupun pembubaran produk reksadana sangat lumrah di industri reksadana. Bukan hanya di Indonesia, pembubaran produk reksadana pun terjadi di pasar global.
Untuk reksadana konvensional memang informasi penutupan reksadana seringkali tidak sampai ke permukaan publik. Namun untuk reksadana ETF, informasi harus disampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik mengingat produk reksadana jenis ETF tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Saat ini, Pinnacle terus mencoba untuk melakukan follow-up berkala kepada masing-masing perantara pedagang efek untuk pengarahan proses likuidasi reksadananya. Mengingat masih ada 32 Pemegang Unit Penyertaan (PUP) hingga tanggal 14 Februari 2023.
Kabar baiknya, Pinnacle tidak hanya sekedar menutup produk reksadana. Pinnacle juga tengah mengembangkan dan ingin menerbitkan beberapa produk ETF unggulan lainnya untuk menggantikan produk eksisting yang dinilai telah overlapping di market.
Guntur mengungkapkan, fokus utama memang memaksimalkan pengembangan dari produk reksadana eksisting, tetapi pada saat yang bersamaan juga berencana untuk menerbitkan produk Reksa dana baru di tahun ini.
"Produk baru masih dalam proses kajian baik reksadana jenis ETF ataupun konvensional. Kemungkinan besar untuk produk yang baru akan bekerja sama kembali dengan Global Index Provider," ujar Guntur.
Guntur mengatakan, Pinnacle merupakan salah satu perusahaan manajer investasi pionir yang menerbitkan produk reksadana ETF di bursa efek Indonesia. Saat ini, Pinnacle menjadi MI kedua yang memiliki produk ETF terbanyak di bursa efek Indonesia.
"Jadi sebagai manajer investasi kami cukup berpengalaman di reksadana ETF," kata Guntur.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Pasar Uang Diprediksi Tetap Tumbuh pada Tahun 2023
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News