Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Reksadana syariah berbasis efek asing ibarat mainan baru di industri reksadana tanah air. Ini menyusul beleid anyar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membuka peluang penempatan minimal 50% dana kelolaan reksadana di saham luar negeri.
Lihat saja, setidaknya tiga manajer investasi telah meluncurkan produk berbasis efek asing pekan ini. Kemarin, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) resmi meluncurkam produk Manulife Saham Syariah Asia Pasifik Dollar AS alias MANSYAF.
Direktur Investasi MAMI Alvin Pattisahusiwa bilang, reksadana saham syariah ini memutar dana kelolaan di 11 negara Asia Pasifik. Antara lain, China, Korea Selatan, Australia, Taiwan, India dan Hong Kong.
Menurut Alvin, Asia Pasifik akan jadi motor pertumbuhan dunia. Faktor pendorongnya yaitu, 60% populasi dunia dari Asia Pasifik dan mayoritas produktif. Lalu, rata-rata pertumbuhan kelas menengah Asia Pasifik mencapai 5% per tahun.
“Saat ini, 95% kelolaan MANSYAF parkir di efek saham syariah di FTSE Sharia Asia Pacific Ex Japan Index. Sisanya, deposito syariah dalam negeri,” jelas Alvin. Ia belum bisa mematok target imbal hasil MANSYAF.
Yang jelas, pertumbuhan laba perusahaan pada FTSE Sharia Asia Pacific Ex Japan Index diprediksi mencapai hampir 6% pada 2016 dan 11% di tahun 2017. Investor yang ingin mengoleksi reksadana ini harus merogoh kocek awal minimal US$ 10.000. Pembelian selanjutnya minimal US$ 100.
Sebelumnya, Senin (15/2), PT BNP Paribas Investment Partners (BNPP IP) juga menerbitkan produk syariah berbasis saham asing bertajuk BNP Paribas Cakra Syariah USD.
Perusahaan membidik saham syariah dari negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Lalu, PT Schroder Investment Management Indonesia meluncurkan produk sejenis, Schroder Global Sharia Equity Fund (USD) dengan Standard Chartered Bank Indonesia sebagai agen penjual Schroder mengincar saham di 13 negara untuk enam bulan pertama, seperti Inggris dan AS.
Kinerja kedua produk anyar ini akan menggunakan acuan Dow Jones Islamic Index. Ada dua lagi, perusahaan yang sudah dapat izin menerbitkan produk sejenis, yaitu GMT Aset Manajemen dan Aberdeen Asset Managemen.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo menilai, kendala produk ini adalah minimnya pengetahuan masyarakat terhadap jenis reksadana baru. “Batas minimal pembelian US$ 10.000 bisa menghalangi investor kecil,” ujarnya.
Namun, jika permintaan jenis reksadana ini cukup tinggi, menjadi daya tarik manajer investasi lain menerbitkan produk sejenis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News