Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (6/8), kapitalisasi pasar (market capitalization) saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) sudah mampu mencapai angka di atas Rp 100 triliun.
Melansir RTI, saham BUKA ditutup di level Rp 1.060 dengan market cap Rp 109,25 triliun. Angka ini mengalahkan market cap sejumlah perusahaan besar seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 95,57 triliun dan PT United Tractors Tbk (UNTR) dengan market cap Rp 70,50 triliun.
Hanya saja, saham BUKA belum mampu menembus jajaran top 10 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI. Urutan pertama masih dipegang PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan kapitalisasi pasar Rp 759,37 triliun dan di posisi 10 ada saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dengan kapitalisasi pasar Rp 140,64 triliun.
Baca Juga: Pasca IPO, Bukalapak (BUKA) berfokus kembangkan mitra UMKM
Lalu, dengan kapitalisasi pasar yang cukup jumbo, apakah saham BUKA bisa menjadi penggerak atau mover bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?
Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy mengatakan, meski kapitalisasi pasar BUKA cukup besar, saat ini saham BUKA belum akan menjadi mover bagi indeks. Hal ini seiring dengan rebalancing dalam perhitungan bobot indeks, dimana pembobotan sudah tidak terlalu berfokus pada market cap, tetapi lebih kepada free float.
Nah, free float BUKA tidak sebesar saham big cap lain, seperti misalnya saham BBCA dengan free float mencapai 45,06%.
“Jadi, jika melihat apakah berpotensi menjadi indeks mover ke depan, pastinya berpotensi. Tetapi untuk saat ini masih belum bisa mengalahkan big cap lainnya,” ujar Jimmy saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (6/8).
Senada, Analis Panin Sekuritas William Hartanto juga menilai, saham BUKA berpotensi menjadi index mover jika market cap BUKA meningkat menjadi setara blue chips.
Pada perdagangan perdana, saham BUKA melejit 24,71% ke level Rp 1.060 per saham dan terkena auto rejection atas (ARA). BUKA melanjutkan tradisi ARA saham-saham pendatang baru.
William menilai, tren penguatan saham pendatang baru biasanya berlangsung dalam satu minggu. “Mungkin saja lebih lama jika peminatnya masih banyak,” terang William kepada Kontan.co.id, Jumat (6/8).
Baca Juga: Ini deretan sejarah baru yang tercipta dari IPO Bukalapak.com (BUKA)
IPO BUKA dinilai Jimmy bisa menjadi proxy bagi sektor teknologi. “Jadi selama ini banyak investor melihat pertumbuhan sektor teknologi di Indonesia itu tinggi. Tetapi tidak banyak proxy-nya di bursa kita,” kata Jimmy.
Hal ini dibarengi dengan daya penyerapan investor domestik terhadap aksi korporasi jumbo yang masih cukup baik. William bilang, kelebihan perrmintaan saham BUKA membuktikan daya beli investor domestik masih terbukti besar. “Hari ini saja bid-nya BUKA bisa sampai 22 juta lot,” imbuh dia.
Segmen UMKM jadi keunggulan BUKA
Sebelumnya, Direktur Utama Bukalapak.com Rachmat Kaimuddin merinci, seluruh dana IPO akan digunakan BUKA dan anak usahanya sebagai modal kerja guna mencipakan misi economic for all dengan cara berfokus memberdayakan pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM).
Jimmy meyaknini, pasar BUKA di sektor UMKM atau biasa disebut online to offline (O2O) merupakan segmen yang paling berpotensi untuk bertumbuh. Ke depannya, pertumbuhan BUKA akan banyak disumbang oleh mitra bukalapak.
Namun, jika bicara angka, untuk saat ini memang kontribusi revenue dari marketplace masih lebih besar. Tetapi jika dilihat pertumbuhan secara year-on-year (YoY), pertumbuhan BUKA diharapkan akan lebih besar dari kemitarannya.
Di sisi lain, valuasi BUKA sebenarnya masih lebih murah dibandingkan peers-nya. Sebelum IPO, hitungan Jimmy, EV/GMV BUKA berada di angka 0,75. Angka ini jauh lebih rendah dibanding peers BUKA di negara berkembang lain, seperti MercadoLibre (Argentina) dengan EV/GMV 3,93 atau Jumia (Nigeria) dengan EV/GMV 3,32.
Selanjutnya: Debut di bursa saham sukses besar, harta pendiri Bukalapak ini tembus Rp 4,78 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News