Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sempat membuat pasar khawatir. Investor asing pada akhir pekan lalu melakukan aksi jual cukup besar yakni senilai Rp 2,26 triliun.
Berdasarkan data RTI, aksi jual asing terbesar dilakukan pada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) senilai Rp 1,14 triliun. Emiten perbankan lain seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi saham yang paling banyak dijual asing pada akhir pekan lalu.
Baca Juga: Indonesia Finansial Group (IFG) Life, Nama Baru Pengganti Asuransi Jiwasraya
Tekanan juga terjadi di kurs rupiah yang melemah ke level Rp 14.890 per dollar AS atau melemah 0,24% dibanding hari sebelumnya. Meski begitu, pemerintah DKI Jakarta sepertinya tidak akan memberlakukan PSBB total seperti pada akhir Maret.
Hal tersebut sepertinya sudah diantisipasi pasar. Tak heran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berhasil menguat 2,56% ke level 5.016,71 pada akhir pekan lalu (11/9).
Baca Juga: DKI Jakarta PSBB lagi, pasar dan mal masih boleh buka
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM) Budi Hikmat dalam rilis Jumat menjelaskan, kondisi pasar saat ini tak akan mengulang peristiwa koreksi pasar serupa pada Maret lalu.
"Tekanan di bursa dan nilai tukar saat ini diharapkan sementara. Sebab, penyebabnya lebih besifat lokal sebagai antisipasi perlambatan ekonomi akibat PSBB," terang Budi dalam rilis.
Sementara, beragam gelombang indikator makro untuk pasar eksternal global masih cukup stabil. Selain menjaga suku bunga global rendah, kelebihan likuiditas akan memaksa dollar AS masuk siklus melemah dan emas berpeluang paling moncer.
Baca Juga: Pasar surat utang berpotensi terkoreksi akibat PSBB Jakarta
"Meski memang investor harus mewaspadai retorika politik di Amerika Serikat (AS) jelang Pilpres dan masih ada keraguan efektivitas vaksin Covid," jelas Budi Hikmat, Kamis (10/9).
Bahana TCW Investment Management, bagian dari Holding Perasuransian dan Penjaminan yang dikenal dengan nama Indonesia Financial Group atau IFG mencatat, ketika akhir Maret lalu, tekanan dollar AS terhadap rupiah sangatlah kuat. Dimana, dollar AS naik cukup drastis hingga hampir menyentuh level Rp 17.000 per dollar AS.
Harga emas sempat anjlok, tingkat uncertainty pasar juga sangat tinggi dan harga minyak juga anjlok. Saat itu, fenomena rush for dollar cash memukul pasar modal dan nilai tukar di negara berkembang agar investor dapat memiliki cash dollar.
Baca Juga: PSBB DKI kembali berlaku, begini arah pergerakan IHSG pada Senin (14/9)
Keadaan membaik setelah bank sentral dunia yang dipimpin oleh the Fed menggelontor likuiditas. Walau diperlukan, pemberlakuan kembali PSBB sangat wajar membuat investor saham khawatir akan terjadi pelambatan ekonomi kembali.
Dalam kondisi seperti ini juga membuat perbankan akan menahan keinginan untuk menyalurkan kredit sehingga bank akan banyak menempatkan dana dalam surat berharga negara. "Investor asing juga bertanya apakah Bank Indonesia akan terus mengemban skema burden sharing dimana aksi quantitative easing yang dilakukan akan memperlemah rupiah," kata Budi dalam rilis.
Budi memproyeksikan, Bank Indonesia kembali menurunkan bunga. Selain spread terhadap inflasi masih positif, kinerja penyaluran kredit juga masih lemah.
Untuk investor awam, Budi menyarankan untuk defensif dengan memanfaatkan instrumen surat berharga negara (SBN) yang sedang ditawarkan. Sementara untuk investor yang lebih mahir dan berani dapat secara selektif berinvestasi pada saham yang paling banyak ditinggalkan oleh investor asing.
Baca Juga: PSBB Jakarta berlaku lagi, begini rekomendasi saham-saham emiten properti
Budi Hikmat berharap pemerintah dapat mempercepat realisasi stimulus Pemulihan Ekonomi Sosial (PEN), terutama untuk bantuan sosial, kesehatan, maupun insentif yang menunjang UMKM. Sebab langkah tersebut positif dengan adanya alokasi dana yang cukup besar bagi Polri untuk mendukung pelaksanaan PSBB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News