Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek sektor konsumsi, khususnya konsumsi barang primer (consumer non-cyclicals) memiliki prospek yang positif lantaran didukung potensi peningkatan daya beli.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Natalia Sutanto memaparkan bahwa terdapat beberapa katalis yang dapat meningkatkan daya beli, seperti kenaikan upah minimum sebesar 6,5%. Angka itu naik dari rata-rata kenaikan periode tahun 2020-2024 sebesar 4,5%.
Selanjutnya dari program makanan bergizi gratis. Menurutnya, program tersebut juga secara langsung akan bermanfaat bagi UMKM, bersamaan dengan perpanjangan 0,5% pendapatan pajak final.
"Sehingga meningkatkan daya beli dikalangan masyarakat menengah ke bawah," tulisnya dalam riset Rabu (18/12).
Selain itu, sebagai bagian dari program 'quick-win' pemerintah, dengan total anggaran sebesar Rp 121 triliun untuk tahun 2025, dia berharap inisiatif-inisiatif ini dapat meningkatkan pertumbuhan PDB sebesar 0,2%. Alhasil, mendukung potensi pencapaian target pertumbuhan PDB sebesar 5,2% pada tahun fiskal 2025.
Menurut BRI, program-program itu diproyeksikan dapat menciptakan 2 juta lapangan kerja. Kemudian, rencana pembangunan 3 juta rumah dapat mendorong pertumbuhan lapangan kerja.
Baca Juga: Melihat Prospek Emiten Konsumer di Tahun 2025 Usai PPN Batal Naik
Karenanya, Natalia memproyeksikan sektor konsumsi ini akan mencapai pertumbuhan laba bersih di 2025 sebesar 6,8% YoY. Angka itu didorong oleh peningkatan volume sebesar 4,5%, dibandingkan dengan 3,8% YoY pada 2024.
Selain itu, penyesuaian rata-rata harga jual (ASP) yang lebih tinggi sebesar 1,7% atau naik dari 0,5% YoY pada 2024. Hal itu disebabkan proyeksi peningkatan biaya input untuk komoditas utama seperti CPO, kakao, dan kopi.
Dia meyakini perusahaan-perusahaan FMCG dengan pangsa pasar yang dominan akan memiliki kemampuan untuk meneruskan biaya input yang lebih tinggi dengan tetap mempertahankan pertumbuhan volume dan margin yang solid. Selain itu juga berharap bahwa eksposur ke pasar ekspor akan memberikan dukungan pertumbuhan lebih lanjut.
"Kami memperkirakan sektor ini akan mempertahankan marjinnya dan mencapai pertumbuhan laba inti 2025 sebesar 9,3% YoY," terang Natalia.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo turut berpandangan positif untuk sektor ini.
"Katalis dari rencana program B40 turut mendukung sektor ini," walau di sisi lain juga berpotensi menjadi tantangan apabila implementasi tidak maksimal," sambungnya.
Analis Maybank Sekuritas Indonesia, Willy Goutama berpandangan bahwa secara umum kenaikan upah minimum tidak akan banyak membantu meningkatkan kembali sektor konsumsi secara umum lantaran tidak akan meningkatkan daya beli secara signifikan. Hal ini dikarenakan kenaikan upah minimum hanya sekitar 3,8% setelah memperhitungkan inflasi.
"Selain itu, banyak pekerja yang tidak mendapatkan gaji sesuai undang-undang dan mereka tidak akan mendapatkan keuntungan dari kenaikan upah minimum. Selain itu, kenaikan upah tidak sepenuhnya mencerminkan kinerja pertumbuhan PDB di banyak provinsi," paparnya.
Baca Juga: PPN 12% Batal, Kinerja Emiten Konsumer Bakal Cerah di Tahun 2025?
Dari sisi tenaga kerja, Willy memperkirakan akan alami peningkatan secara organik seiring perkiraan PDB yang akan tumbuh 5,2% pada tahun 2025. Namun, dia mengkhawatirkan tiga aspek dari pasar tenaga kerja, yakni banyaknya pekerja informal, rendahnya penegakan upah minimum, dan penurunan usia produktif pekerja di daerah perkotaan.
Dengan kondisi itu, Maybank Sekuritas Indonesia menjagokan emiten-emiten dengan inisiatif yang kuat untuk mengembangkan bisnis mereka dan melawan para pesaing serta kepemimpinan pasar yang jelas. Willy merekomendasikan buy ICBP dan MYOR dengan target harga Rp 14.000 dan Rp 3.500.
Adapun Aziz menjagokan ICBP dengan target harga Rp 14.900. Lalu Natalia juga serupa dengan menjagokan ICBP dan MYOR, dengan target harga Rp 14.000 dan Rp 3.050.
Natalia menerangkan, dengan tidak adanya kenaikan ASP di 2024 dan harga CPO yang lebih tinggi mulai Februari, ia melihat adanya peluang penyesuaian ASP ICBP di 2025. Untuk MYOR, dirinya percaya volume penjualannya yang solid akan mengimbangi fluktuasi marjin akibat biaya input yang lebih tinggi.
"Selain itu, kami percaya kontribusi besar dari pasar ekspor akan membantu memitigasi potensi volatilitas mata uang," tutupnya.
Selanjutnya: Jumlah BPR Makin Susut di 2024, Bakal Berlanjut di 2025?
Menarik Dibaca: Kejatuhan Pasar Global Terjadi, Robert Kiyosaki Minta Pegang 3 Aset Investasi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News