kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.951.000   -8.000   -0,41%
  • USD/IDR 16.304   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.533   43,20   0,58%
  • KOMPAS100 1.070   7,34   0,69%
  • LQ45 793   -2,68   -0,34%
  • ISSI 254   0,66   0,26%
  • IDX30 409   -1,29   -0,31%
  • IDXHIDIV20 467   -2,82   -0,60%
  • IDX80 120   -0,30   -0,25%
  • IDXV30 124   0,09   0,07%
  • IDXQ30 131   -0,56   -0,43%

Melihat Kinerja Emiten Danantara dan Prospek Sahamnya di Semester II 2025


Minggu, 10 Agustus 2025 / 18:17 WIB
Melihat Kinerja Emiten Danantara dan Prospek Sahamnya di Semester II 2025
ILUSTRASI. Para analis menilik prospek kinerja dan rekomendasi saham untuk emiten Danantara pada semester II-2025 mendatang


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kinerja emiten Danantara terlihat masih cukup beragam di semester I-2025. Sektor perbankan, energi, dan komoditas mencatat kinerja baik di paruh pertama tahun ini.

Tengok saja, sejumlah emiten Himbara masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan, meskipun lebih moderat dibandingkan periode sama tahun lalu.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) cetak pertumbuhan pendapatan 3,39% year on year (YoY) ke Rp 115,35 triliun dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) pendapatannya naik 3,32% YoY ke Rp 39,94 triliun.

Namun, keduanya mengalami penurunan laba bersih di semester I. Laba bersih BBRI turun 11,53% secara tahunan menjadi Rp 26,3 triliun di semester I 2025. 

Sementara, BBNI membukukan laba bersih sebesar Rp 10,1 triliun di Semester I 2025, turun 5% secara tahunan.

Baca Juga: Harga Emas Kinclong, Emiten Produsen Emas Raih Kinerja Cemerlang

Sektor energi juga mendapat dorongan dari proyek strategis nasional (PSN) serta stabilnya harga komoditas energi di semester I-2025.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan kenaikan pendapatan 4,12% per semester I 2025. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) pendapatannya naik 0,53% YoY di periode ini. 

Sayangnya, PTBA dan PGEO mengalami penurunan laba masing-masing 59,02% YoY dan 28,37% YoY.

Ekonom Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan, kinerja emiten Himbara yang lebih moderat di tahun ini lantaran terjadi tekanan margin dan perlambatan pertumbuhan kredit.

“Di sisi lain, emiten logistik dan konstruksi BUMN masih menghadapi tantangan dari keterlambatan proyek dan tekanan likuiditas,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (8/8).

Secara umum, sentimen utama penggerak kinerja emiten Danantara adalah stabilnya permintaan domestik, belanja pemerintah yang mulai akseleratif, dan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang membuka ruang pemulihan konsumsi dan kredit.

“Serta, adanya proyek strategis nasional lanjutan yang mendorong sektor infrastruktur dan energi,” ungkapnya.

Baca Juga: Indonesia Kendaraan Terminal (IPCC) Lirik Peluang dari Lonjakan Kargo Mobil Listrik

Oktavianus Audi, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia mengatakan, dari konstituen indeks BUMN20 yang sudah rilis kinerja per semester I 2025, hanya tiga emiten yang mencatatkan pertumbuhan positif laba bersih. 

Yaitu, PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) yang labanya naik 64,5% YoY, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) laba naik 30,6% YoY, dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) naik 2,9% YoY. 

Sedangkan, sisanya mencatatkan pertumbuhan negatif yang dipengaruhi beberapa faktor.

Pertama, peningkatan cost of credit dan pertumbuhan kredit yang melambat, seperti yang dialami BBRI dan BBNI. Kedua, penurunan harga komoditas energi, seperti yang dialami PTBA dan PT Timah Tbk (TINS). 

Ketiga, penurunan kontrak baru konstruksi. Seperti, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang mengantongi hanya Rp3,5 triliun per semester I 2025 dibandingkan raihan Rp 10,2 triliun pada semester I 2024. PTPP juga hanya mengantongi kontrak baru Rp 9,37 triliun per semester I 2025 dibandingkan Rp 9,65 triliun pada periode sama tahun lalu. 

“Terakhir, penurunan core pendapatan, seperti pada PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang alami penurunan ARPU Telkomsel menjadi Rp 41.800, atau turun 7,4% YoY,” ujarnya kepada Kontan, Sabtu (9/8).

Chief Executive Officer Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo mengatakan, per semester I 2025, beberapa saham emiten Danantara mengalami kinerja penurunan secara pertumbuhan profitabilitas. Seperti, dari sektor keuangan BBNI atau PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR).

Lalu, dari sektor energi, seperti PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PTBA juga cukup tertekan dari sisi margin pertumbuhan profitabilitas. 

Baca Juga: Mayoritas Bank KBMI 3 Catatkan Peningkatan RoE pada Semester I-2025

“Untuk sektor energi terbarukan bisa jadi ada pemulihan seiring dengan prospek industri yang cukup prospektif lalu dari industri logam dan mineral juga dapat cukup mencatatkan kinerja baik di semester I-2025,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (10/8/2025).

Tak hanya kinerja fundamental, saham para emiten Danantara juga mengalami penurunan harga saham sejak awal tahun 2025. Secara akumulasi indeks BUMN20 hanya naik 0,38% secara year to date (YTD).

Kinerja BUMN20 jauh lebih rendah daripada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik 6,41% YTD.

Felix melihat, indeks BUMN20 yang baru naik 0,38% YTD itu terjadi karena investor masih wait and see terhadap sejumlah kinerja BUMN yang secara kinerja belum pulih penuh atau terdampak kebijakan fiskal yang ketat di awal tahun. 

Di sisi lain, saham-saham non BUMN dari sektor teknologi dan sektor konsumer, serta emiten konglomerasi justru naik lebih cepat, sehingga mendorong kinerja IHSG.

Dari sisi valuasi, beberapa saham BUMN sebenarnya sudah cukup menarik. Sebab, banyak emiten BUMN yang diperdagangkan di bawah rata-rata price to book value (PBV) historisnya, khususnya sektor perbankan. 

“Tapi, sentimen atas kinerja ke depan tetap menjadi perhatian,” ujarnya.

Audi melihat, di semester I BUMN20 underperform disebabkan bobot terbesar indeks tersebut ada di sektor perbankan, telko, dan energi. Ketiga sektor itu sahamnya cenderung tertekan dari sisi kinerja dan paling banyak dilepas oleh asing.

Outflow dana asing secara YTD terbesar dialami BMRI yang tercatat Rp 13,5 triliun, BBRI Rp 4,8 triliun, BBNI Rp 3,5 triliun, PGEO Rp 472 miliar, dan TINS Rp 429 miliar.

“Ini disebabkan faktor geopolitik, pertumbuhan ekonomi global, hingga kebijakan suku bunga bank sentral,” tuturnya.

Kata Praska, kinerja IHSG sekarang didorong oleh saham-saham teknologi berkapitalisasi pasar besar dan dari energi terbarukan.

“Sehingga, untuk BUMN yang eksposur sektornya masih didominasi oleh komoditas dan juga perbankan kurang agresif kinerjanya jika dibandingkan dengan saham teknologi atau energi terbarukan,” ungkapnya.

Baca Juga: Smelter Tembaga Amman Mineral Produksi 19.805 Ton Katoda pada Paruh Pertama Tahun Ini

Felix melihat, prospek emiten BUMN di semester II bisa membaik, terutama karena ada beberapa sentimen positif yang akan mendukung kinerja mereka.

Pertama, potensi pemangkasan Bank Indonesia (BI) rate membuka ruang akselerasi kredit dan konsumsi. Kedua, belanja modal pemerintah akan lebih ekspansif. Terakhir, harapan terhadap stabilitas politik pasca transisi pemerintahan.

Untuk sumbangan dividen tahun 2025, kemungkinan besar berasal dari BBRI dan BMRI yang tetap jadi andalan karena historisnya konsisten bagi hasil besar. 

Kemudian, TLKM, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan PTBA juga punya rekam jejak dividend yield menarik.

”Saham-saham ini pula yang berpotensi jadi pintu masuk aliran dana asing, apalagi kalau tren suku bunga global mulai turun dan risiko eksternal (seperti tarif dagang) bisa dikelola,” ungkapnya.

Senada, Audi melihat, kinerja emiten BUMN akan cenderung membaik hingga stabil di semester II 2025. Ini seiring dengan relaksasi kebijakan moneter, dampak eksternal akan lebih terbatas termasuk dari Tarif Impo Amerika Serikat (AS) dan geopolitik, kondisi ekonomi makro Indonesia yang lebih stabil termasuk dari nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS dan daya beli masyarakat, serta sentimen tematik komoditas energi.

“Sehingga, potensi kembali terjadinya inflow asing (ke saham emiten BUMN) dapat terjadi hingga akhir 2025,” paparnya.

Audi pun merekomendasikan beli untuk BMRI, BBRI, TLKM, dan BRIS dengan target harga masing-masing Rp 6.300 per saham, Rp 4.360 per saham, Rp 3.240 per saham, dan Rp 3.460 per saham. Sementara, rekomendasi hold disematkan Audi untuk MTEL dengan target harga Rp 730 per saham.

 

Praska melihat, pertumbuhan saham emiten Danantara di semester II masih baik. Sebab, secara valuasi price to earning ratio (PER), masih ada beberapa saham yang masih menarik.

Namun, perlu dipantau juga prospek makroekonomi, seperti dari sisi data-data ekonomi domestik dan potensi penurunan suku bunga acuan. 

Selain itu, ada beberapa saham perbankan yang berpotensi masih membagikan dividen di kuartal III atau kuartal IV 2025. “Namun, investor asing akan terus melihat juga prospek pemulihan makrekonomi Indonesia dan outlook suku bunga acuan,” ungkapnya.

Praska pun menyarankan investor memerhatikan saham-saham perbankan untuk jangka panjang, seperti BMRI dan BBRI yang masing-masing disematkan target harga Rp 6.100 per saham dan Rp 5.025 per saham.

Selanjutnya: Mayoritas Bank KBMI 3 Catatkan Peningkatan RoE pada Semester I-2025

Menarik Dibaca: 9 Rekomendasi Jus yang Bagus Diminum saat Diet untuk Menurunkan Berat Badan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×