Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek pasar obligasi tetap akan cerah meski Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga di level 4,5%.
Secara teori, salah satu faktor yang membuat harga obligasi naik adalah penurunan suku bunga acuan. Namun, kondisi tersebut tidak berlaku ketika pasar keuangan sedang tertekan kejadian luar biasa yakni pandemi korona.
Para analis pun mendukung kebijakan BI yang mempertahankan suku bunga. Research Analyst Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, BI memang tidak bisa memangkas suku bunga karena inflasi masih terjaga. Selain itu, penurunan suku bunga kurang bisa dimanfaatkan pelaku pasar di tengah ketidakjelasan kondisi pasar keuangan akibat pandemi corona.
Baca Juga: Kepemilikan asing di SBN susut, utang luar negeri pemerintah bulan Februari tumbuh 5%
"Mengaca pada penurunan suku bunga BI yang sebelumnya tidak memberi efek apapun, justru pasar obligasi tetap terkoreksi karena kekhawatiran investor pada resesi akibat corona," kata Desmon, Rabu (15/4).
Maklum, efek positif penurunan suku bunga pada pasar obligasi memang baru terasa saat kondisi pasar keuangan normal. Sebaliknya ketika pandemi corona menyerang, penurunan suku bunga tidak akan memberi pengaruh positif ke pasar obligasi, karena investor cenderung beralih ke aset safe haven.
Meski begitu, Desmon optimistis, prospek pasar obligasi akan cerah dan yield obligasi tenor acuan bisa menurun. Sentimen positif yang mendukung adalah kebijakan BI diluar tingkat suku bunga, seperti doroangan likuiditas dengan BI yang terus masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, kepemilikan BI secara gross di SBN selalu meningkat setiap bulannya sejak awal tahun. Tercatat hingga Selasa (14/4) kepemilikan BI di SBN mencapai Rp 426 triliun naik Rp 131 triliun dari akhir Januari 2020.
Baca Juga: Dukung pemulihan ekonomi, BI beri quantitative easing senilai hampir Rp 420 triliun
Desmon mengatakan, keputusan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2020 yang memungkinkan BI untuk membeli SBN di pasar primer juga semakin mendukung yield untuk menurun. Kebijakan pemerintah yang mendukung likuiditas para perbankan naik juga bisa menyokong penurunan yield ke depan.
"Dengan BI terus beli SBN yield berpotensi turun, harga obligasi jadi naik. Apalagi penurunan GWM bisa juga bisa mendorong perbankan untuk menggunakan likudiitasnya dan masuk ke SBN," kata Desmon.
Baca Juga: Gubernur BI ingatkan stance kebijakan bank sentral masih longgar
Usaha bank sentral global untuk menambah likuiditas juga bisa mendorong yield obligasi turun. Desmon memproyeksikan, di kuartal IV nanti, yield berpotensi turun ke level 7,2%-7,5%. Sebelum periode tersebut Desmon memproyeksikan volatilitas masih akan terjadi.
Senada, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto memproyeksikan yield berpotensi turun di bawah 7%. Jika kondisi perekonomian global sudah kembali sehat setelah sentimen corona, BI masih memiliki ruang penurunan suku bunga 25 basis poin dan prospek pasar obligasi bisa semakin cerah.
Namun, memang pemerintah kini masih menunggu waktu yang tepat agar penurunan suku bunga bisa benar-benar dimanfaatkan pelaku pasar.
Baca Juga: Kepemilikan asing di saham dan SUN merosot, pasar surat utang akan membaik duluan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News