Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif tinggi perdagangan dari Presiden ke-47 Amerika Serikat (AS), Donald Trump diperkirakan akan mempengaruhi prospek harga komoditas di 2025. Dus, hanya emas yang diperkirakan tetap mengkilap pada tahun depan.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan, permintaan emas masih akan tetap kuat terutama sebagai safe-haven investor serta permintaan bank-bank sentral dunia. Menurutnya, hal yang akan menjadi pertimbangan hanya opportunity cost dari tingkat suku bunga.
Untuk saat ini, Lukman memperkirakan bank-bank sentral di dunia masih akan memangkas suku bunga, rata-rata minimal 100 basis poin (bps) tahun depan. Namun, apabila inflasi di AS kembali naik akibat efek kebijakan Trump, maka the Fed mungkin akan memangkas paling sedikit, tetapi kecil kemungkinan akan mempertahankan suku bunga apalagi menaikkan.
Lukman memproyeksikan harga emas paling tidak akan mencapai US$ 3.000 per ons troi di 2025. "Harga emas sanggup naik kira-kira 30% di 2024 saat suku bunga bank-bank sentral pada puncaknya, maka akan sangat memungkinkan harga emas kembali naik besar di 2025," terangnya kepada Kontan.co.id, Kamis (5/12).
Baca Juga: Harga Emas Spot Sedikit Meredup Kamis (5/12), di Tengah Penantian Data Payroll AS
Bahkan diperkirakan harga emas bisa lebih tinggi apabila konflik di Timur Tengah dan perang di Ukraina memanas. Di sisi lain, jika terjadi perdamaian di Timur Tengah dan Ukraina, Lukman melihat emas masih akan terus naik karena permintaan bank-bank sentral, kendati peningkatannya lebih pelan.
Secara umum, prospek harga komoditas di 2025 dibayangi kekhawatiran investor terhadap kebijakan tarif Trump. Padahal, tanpa kebijakan tersebut prospek harga komoditas diinilai berpotensi bullish.
Kebijakan Trump dapat memicu perang dagang dunia dan perang mata uang. Hal itu akan menurunkan aktivitas perdagangan dan manufaktur sehingga ekonomi dunia akan melambat. "China kemungkinan akan menjadi target tarif yang paling utama, sehingga pemerintah China akan berusaha meminimalisir efek tersebut dengan stimulus dan melemahkan mata uang Yuan," ujarnya.
Dus, komoditas logam industri dan energi berpotensi masih akan tertekan. Namun ada harapan besar dari tren kendaraan listrik (EV) dan energi terbarukan.
Pertumbuhan EV global diperkirakan masih akan tumbuh pesat dipimpin oleh China. Jumlah kendaraan EV di dunia diperkirakan menjadi 85 juta unit di 2025, naik dari 30 juta unit di 2023 dan 47 juta unit di 2024.
"China sendiri, industri EV akan tumbuh dari US$ 1,58 triliun menjadi US$ 3,16 triliun, lebih dari dua kali lipat dalam dua tahun," kata Lukman.
Energi terbarukan juga diperkirakan sangat pesat. Lukman memperkirakan akan tumbuh dari 25% menjadi 35% dari total produksi energi dunia. Karenanya, secara sentimen logam industri sangat diuntungkan oleh EV dan energi terbarukan, namun tidak demikian untuk minyak mentah dan batubara.
"Namun kembali lagi, apakah permintaan logam industri dari elektrifikasi kendaraan dan energi terbarukan akan sanggup menutup kebijakan-kebijakan Trump, ini akan rumit, karena belum diketahui seagresif apa kebjikana tersebut akan diterapkan," terang Lukman.
Berdasar hitungan Lukman, tanpa kebijakan tarif perdagangan Trump maka hara logam-logam industri umumnya bisa terkerek 25%-35%. Tetapi juga perlu dihitung pasokan masing-masing logam dan utilisasinya dalam EV serta energi terbarukan lantaran tiap logam berbeda.
"Dengan tarif Trump yang agresif, harga logam-logam industri justru bisa turun lebih jauh," imbuhnya.
Baca Juga: Harga Emas Menguat, Didorong Data Ekonomi AS
Adapun untuk minyak mentah dunia, Lukman juga menilai harganya masih berpotensi tertekan. Pandangannya, kecuali OPEC+ kembali mengurangi produksi, maka besar kemungkinan akan kembali turun ke US$ 50 per barel. Sementara itu, batubara diperkirakan berkisar US$ 100 - US$ 120 per ton.
ASEAN Economist UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja turut memandang negatif prospek komoditas di 2025. Secara umum akibat adanya ketidakpastian mengenai arah kebijakan Trump.
Dus, permintaan akan komoditas diperkirakan akan melemah, seperti minyak dan tembaga. "Ditambah perlambatan ekonomi yang masih berlangsung di China, ketegangan geopolitik akan mengurangi potensi peningkatan terkait pertumbuhan," sebutnya.
UOB juga hanya menjagokan emas yang memiliki prospek positif. Pihaknya memproyeksikan harga emas akan mencapai US$ 3.000 per ons troi pada kuartal IV 2025.
Selanjutnya: Industrial Festival2024:Menperin Tantang GenerasiMuda Jadi Masa Depan Sektor Industri
Menarik Dibaca: Waspada Cuaca Buruk & Gelombang Laut Tinggi 4 Meter di Selat Sunda, Ini Penyebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News