Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang menyebut akan menurunkan suku bunga acuan mengangkat aset berisiko tinggi.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, meski terdapat pernyataan suku bunga acuan, dalam jangka pendek masih akan tetap ada ketidakpastian. Sebab, Powell juga menyatakan harus tetap menjaga keseimbangan antara risiko inflasi dan juga pasar keuangan.
Salah satu faktor yang mendorong inflasi di Amerika Serikat (AS) dari inflasi sektor jasa. "Jadi, data tenaga kerja dan data tingkat pengangguran AS akan menjadi sentimen kunci yang diperhatikan dalam dua hari ini," kata Fikri kepada Kontan.co.id, Kamis (7/3).
Bagaimana efeknya ke instrumen investasi?
Baca Juga: IHSG Kembali Membuka Asa ke Level All Time High, Saham Berikut Ini Menarik Dilirik
Fikri mengatakan, dengan masih adanya ketidakpastian pasar saham masih akan bergerak volatile dan cenderung turun. Sementara, untuk instrumen fixed income, seperti obligasi atau sovereign bond akan berdampak mixed.
"Tenor panjang akan lebih diuntungkan," katanya. Yield obligasi tenor jangka pendek akan meningkat. Sementara yield tenor jangka panjang akan ada penurunan.
Instrumen investasi lainnya yang menarik adalah emas. Menurut Fikri, dengan penurunan yield maka akan positif efeknya ke emas. Karena untuk sementara Fikri menilai investor akan mengalihkan kepemilikan SUN jangka pendek ke emas.
Sementara untuk komoditas lainnya, Fikri menilai efek pernyataan Powell tidak akan terlalu signifikan. Sebab sentimen pada komoditas datang dari supply & demand.
Baca Juga: Reli Wall Street, S&P 500 Mencatat Rekor Penutupan Tertinggi
Dia mencontohkan, harga minyak yang bisa menguat apabila dari sisi suplai ada pengumuman dari OPEC+. Sementara untuk demand saat ini fokusnya pada perbaikan ekonomi China.
"Impor-ekspor China membaik, ini hal yang mendorong harga komoditas. Namun dari pernyataan Powell lebih ke emas, sementara ke komoditas lain tidak akan berpengaruh signifikan," kata Fikri.
Instrumen lainnya ada dari aset kripto. Fikri menyebutkan, pernyataan Powell kemarin mendorong penguatan harga Bitcoin (BTC). "Investor tentu mencari return jangka pendek juga, sehingga investor pindah dari stock market ke risk yang lebih tinggi. Tadi malam, BTC naik hampir 4%," papar dia.
Dus, Fikri menyarankan dengan kondisi saat ini sebaiknya investor mengurangi instrumen yang memiliki mid-to-high risk seperti pasar saham dan surat utang jangka pendek. "Sekarang pilihannya sangat ekstrem, kalau tidak berisiko banget kalau tidak yang aman sekali," ujar dia.
Baca Juga: Pidato Bos The Fed Bikin Emas dan Saham Terbang
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melanjutkan, saat suku bunga tinggi memang dolar AS paling diminati karena adanya sentimen risk-off. Namun, dengan adanya sinyal dari the Fed bahwa ruang pemotongan suku bunga akan terbuka pada semester II 2024, sehingga ke depan aset-aset berisiko seperti saham akan lebih diminati.
"Walau demikian, ketidakpastian global yang terjadi terutama terkait dengan geopolitik di sejumlah wilayah membuat aset seperti emas dan komoditas dapat menjadi pilihan utama," kata Josua.
Head of Investment Specialist Sinarmas Asset Mangement Domingus Sinarta Ginting Suka justru menyarankan investor untuk melakukan alokasi investasi berdasar kan data-data ekonomi AS terkini.
"Jika data ekonomi dan inflasi AS terus menunjukkan pelemahan, maka the Fed akan dapat melakukan pemotongan suku bunga untuk menopang denyut perekonomian yang melemah, dalam kondisi ini alokasi ke aset obligasi dan saham akan menjadi pilihan yang menarik," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News