kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,39   4,99   0.55%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan obligasi korporasi tak signifikan di tahun politik


Rabu, 16 Oktober 2019 / 20:48 WIB
Pertumbuhan obligasi korporasi tak signifikan di tahun politik
ILUSTRASI. Aktivitas di Mandiri Sekuritas Jakarta, Rabu (19/7). Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia jumlah obligasi korporasi yang akan jatuh tempo semester II 2017 mencapai Rp 38,22 triliun. Surat utang yang jatuh tempo, didominasi oleh perusahaan pembiayaan.


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korporasi masih akan mengandalkan surat utang untuk mendanai usaha. Penerbitan obligasi korporasi di tahun ini diproyeksikan akan tumbuh meski tidak signifikan.

Direktur PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Wahyu Trenggono memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi di tahun ini bisa mencapai Rp 120 triliun hingga Rp 130 triliun.

Baca Juga: Kementerian BUMN meminta RUPSLB Bank Tabungan Negara (BBTN) ditunda

"Penerbitan obligasi hingga Oktober sudah mencapai Rp 94 triliun, dalam tiga minggu ke depan di pipeline ada sekitar Rp 15 triliun," kata Wahyu, Rabu (16/10).

Sementara, jumlah kebutuhan refinancing mencapai Rp 54,62 triliun dan jumlah obligasi korporasi yang jatuh tempo capai Rp 90,28 triliun.

Sementara, Ahmad Mikail Zaini Ekonom Samuel Sekuritas memproyeksikan, penerbitan obligasi korporasi di tahun ini berada di sekitar Rp 120 triliun hingga Rp 128 triliun.

Jika dibandingkan dengan penerbitan obligasi korporasi di tahu lalu, target penerbitan tersebut hanya tumbuh satu digit di 9%. Berdasarkan data PHEI, jumlah penerbitan obligasi korporasi di tahun lalu mencapai Rp 110,02 triliun.

Wahyu dan Mikail sepakat tahun politik yang kerap menciptakan situasi yang tidak pasti menahan langkah korporasi untuk berekspansi dan menerbitkan surat utang.

Baca Juga: Ekonom Pefindo nilai penerbitakan obligasi global punya risiko besar

Bila mengaca pada tahun politik di 2014, terlihat penerbitan obligasi korporasi juga tak tumbuh signifikan. Hal ini terlihat dari jumlah obligasi yang jatuh tempo di tahun 2014 sebesar Rp 41,52 triliun sementara jumlah penerbitan obligasi baru tak jauh berbeda di Rp 47,47 triliun.

Baru di tahun 2020, Wahyu memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi akan lebih banyak bisa capai Rp 150 triliun hingga Rp 175 triliun. Kembali mengaca pada kondisi penerbitan obligasi korporasi setelah pemilu di 2015, jumlah penerbitan obligasi korporasi tumbuh dua kali lipat capai Rp 62,74 triliun dari jumlah obligasi yang jatuh tempo sebesar Rp 35,87 triliun.

Mikail menambahkan, pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang melambat juga memengaruhi tertahannya peluncuran obligasi korporasi baru. Mikail memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kuartal III bisa berada di bawah 5%.

Baca Juga: Pefindo: Saat ini waktu tepat terbitkan obligasi korporasi

Baru-baru ini, PT Waskita Karya Tbk (WKST) menunda penerbitan obligasi senilai Rp 3,5 triliun hingga ke tahun depan. Tentunya, gagalnya WSKT menerbitkan obligasi turut mengurangi pertumbuhan emisi obligasi korporasi di tahun ini.

Di tengah tren penurunan suku bunga, Mikail mengatakan, korporasi akan dihadapkan pada tantangan penyerapan obligasi. Suku bunga turun membuat kupon yang ditawarkan korporasi juga ikut turun, sementara investor menginginkan kupon tinggi di tengah pasar saham yang masih terkoreksi.

Ia mengatakan, kupon besar yang diinginkan investor ada di 8%. Sementara, obligasi dengan rating AAA sudah di bawah 8%. Hal ini membuat investor jadi mengincar obligasi dengan rating yang lebih rendah. "Obligasi korporasi AAA akan sulit mengalami kelebihan permintaan lagi," kata Mikail.

Namun, di tengah perlambatan ekonomi yang masih berlanjut, Mikail memproyeksikan investor juga akan jadi lebih selektif mencari obligasi yang paling tidak memiliki rating investment grade.

Baca Juga: Rupiah ditutup melemah tipis 0,04% ke Rp 14.172 per dolar AS

Sektor finansial yang memiliki likuiditas tinggi jadi pilihan utama investor yang mengincar obligasi dibanding sektor non finansial.

Sementara, Mikail memproyeksikan penyerapan obligasi yang keluar dari perusahaan konstruksi juga akan mengalami tantangan tersendiri karena seiring dengan fokus pemerintah menggenjot infrastruktur obligasi yang keluar dari sektor ini jadi oversupply.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×