kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.395.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Pertaruhan Grup Astra di bisnis properti


Selasa, 26 Mei 2015 / 11:20 WIB
Pertaruhan Grup Astra di bisnis properti
ILUSTRASI. Cari Motor Bekas dari Rp 6 Jutaan? Ini Rekomendasi Jelang Tahun Baru 2024. KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Wuwun Nafsiah | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Di saat bisnis otomotif lesu, PT Astra International Tbk (ASII) mulai memperbesar bisnis properti. ASII menggenjot bisnis properti dengan memanfaatkan lahan seluas 2,4 hektare (ha) di kawasan Sudirman, Jakarta.

Di atas lahan tersebut ASII melalui Astra Property membangun satu gedung perkantoran, Astra Tower dan tiga menara apartemen mewah Anandamaya Residences. Dalam menggarap proyek ini, Grup Astra menggandeng Hongkong Land Pte Ltd.

Saat ini kedua proyek itu dalam tahap groundbreaking dan pembangunan basement. Targetnya, kedua proyek ini kelar tahun 2018 mendatang. Analis Reliance Securities, Robertus Yanuar Hardy mengatakan, pembangunan properti Astra memakan waktu sekitar tiga tahun. Jadi, kontribusi dari sektor properti tahun ini belum terasa. "Akhir tahun diperkirakan baru mulai presales," ujar dia kepada KONTAN, Senin (25/5).

Astra dan Hongkong Land membentuk perusahaan patungan bernama PT Brahmayasa Bahtera. Astra Property menguasai 60% saham, sisanya milik Hongkong Land. Total investasi untuk proyek tersebut Rp 8,2 triliun.

Robertus menilai positif diversifikasi usaha ASII. Apalagi, bisnis properti merupakan lini baru yang belum pernah dilakoni ASII sebelumnya. "Ini cukup baik untuk menutupi penurunan dari sektor lain," ujar dia.

Tahun ini, bisnis otomotif yang menjadi tulang punggung Grup Astra tengah meredup. Di kuartal pertama tahun ini, laba bersih ASII menyusut 15,64% year-on-year (yoy) menjadi Rp 3,99 triliun.

Analis First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto menilai, bisnis properti bagus untuk diversifikasi, tapi masih sulit, diandalkan mengingat bisnis ini tengah melambat. Apalagi, ASII baru memulai bisnis properti.

Sejatinya, Grup Astra mulai melakukan strategi diversifikasi sejak belasan tahun lalu. Dengan diversifikasi itu, ASII mampu berkembang menjadi perusahaan besar. "Diversifikasi sekaligus memperkecil risiko penurunan di salah satu lini bisnis," imbuh dia.

Robertus memperkirakan, perlambatan sektor otomotif masih terjadi hingga akhir tahun. Meski demikian, lini bisnis ASII di sektor lain, seperti perkebunan, pertambangan dan konstruksi masih berpotensi tumbuh.

Otomotif dominan

Di sektor perkebunan Robertus yakin, permintaan kelapa sawit akan terus meningkat, terutama menjelang bulan Ramadhan. Sementara di sektor pertambangan, meski harga komoditas terus menurun, melemahnya nilai tukar rupiah bisa menahan penurunan sektor ini. Maklumlah, penjualan hasil tambang baik di dalam maupun di luar negeri menggunakan mata uang dollar AS.

Selanjutnya, sektor konstruksi juga berpotensi bertumbuh seiring dimulainya proyek infrastruktur pemerintah. Saat ini, bisnis konstruksi ASII belum mengantongi kontrak proyek infrastruktur pemerintah. Namun, perusahaan konstruksi ASII sudah mengambil bagian sebagai sub kontraktor untuk proyek pemerintah.

Sektor otomotif sendiri saat ini masih mendominasi bisnis ASII dengan kontribusi di atas 50%. Dengan demikian, Robertus memperkirakan pendapatan ASII di akhir tahun ini hanya tumbuh 3%-4% year on year (yoy) menjadi Rp 208 triliun hingga Rp 210 triliun.

Robertus merekomendasikan hold saham ASII dengan target harga Rp 8.200 per saham. Prospek bisnis ASII tahun ini stabil. Namun, untuk meningkat di atas 10% masih sulit. "Kalaupun turun hanya beberapa persen," kata David.

Ia merekomendasikan buy dengan target Rp 7.750 per saham. Harga saham ASII kemarin di Rp 7.575. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×