Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penawaran umum perdana saham alias initial public offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) masih bergulir. Anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut sedang dalam tahap bookbuilding, yang dijadwalkan rampung besok (9/2).
Dalam aksi korporasi ini, PGEO memasang harga bookbuilding di rentang Rp 820 - Rp 945 per saham. PGEO akan melepas sebanyak-banyaknya 10,35 miliar saham, yang mewakili sebanyak-banyaknya sebesar 25,00% dari modal ditempatkan dan disetor IPO.
Sehingga, perusahaan pelat merah tersebut berpotensi meraup dana segar maksimal Rp 9,78 triliun. sekitar 85% dana hasil IPO akan digunakan untuk pengembangan usaha sampai dengan tahun 2025.
Pengembangan ini terdiri atas sekitar 55% akan digunakan untuk belanja modal alias capital expenditure (capex) atau investasi pengembangan kapasitas tambahan dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) operasional saat ini yang dilakukan melalui pengembangan konvensional dan utilisasi co-generation technology untuk memenuhi permintaan tambahan dari pelanggan existing.
Baca Juga: Percepat EBT, Asosiasi Panas Bumi Dukung Penerapan Skema Power Wheeling
Pengembangan ini sebagian besar akan digunakan antara lain untuk WKP Lahendong, WKP Hululais, WKP Lumut Balai dan Margabayur, WKP Gunung Way Panas, WKP Sungai Penuh, dan WKP Gunung Sibayak - Gunung Sinabung.
Ahmad Yuniarto, Presiden Direktur Pertamina Geotermal Energy mengatakan PGEO siap untuk menjawab tantangan dalam mengembangkan pemanfaatan dari besarnya potensi geotermal di Indonesia.
Dia mengatakan, dalam 10 tahun ke depan, PGEO menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang energi bersih yang bersumber dari panas bumi hingga dua kali lipat lebih dari yang saat ini dioperasikan oleh PGE.
Adapun, PGEO menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung PGEO menjadi 1.272 megawatt (MW) pada tahun 2027.
“Ini artinya di tahun 2030, PGEO berpotensi untuk bisa memberikan kontribusi potensi pengurangan emisi sebesar 9 juta ton CO2 per tahun, dan menargetkan menjadi tiga besar perusahaan produsen panas bumi di dunia,” kata Yuniarto kepada media, Rabu (8/2).
Baca Juga: Susul PGEO, Pertamina Hulu Energi (PHE) Bersiap untuk IPO
Berdasarkan data Wood Mackenzie pada 2021, kapasitas terpasang sumber daya panas bumi di Indonesia mencapai 2.280 megawatt (MW), menjadikan yang terbesar kedua di dunia. Sementara itu, Amerika Serikat menempati posisi pertama dengan kapasitas terpasang sumber daya panas buminya yang mencapai 2.690 MW.
Berdasarkan proyeksi Wood Mackenzie, Indonesia akan merajai pemanfaatan panas bumi di dunia dalam beberapa tahun ke depan. Sebab, pada 2026, kapasitas terpasang panas bumi Indonesia diprediksi mencapai 5.240 MW. Bahkan pada 2030, kapasitas terpasang geotermal di Indonesia bisa menembus 6.210 MW.
Jumlah itu akan membuat Indonesia menempati posisi pertama di dunia, mengungguli Amerika Serikat yang pada 2026 kapasitas terpasangnya diprediksi mencapai 3.960 MW dan 4.160 MW pada 2030.