Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Harap-harap cemas. Boleh jadi begitulah perasaan yang tengah merasuki manajemen PT Indika Energy Tbk (INDY). Perusahaan pertambangan dan energi ini terancam harus membayar pajak lebih besar jika Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) atas putusan pengadilan pajak yang memenangkan INDY.
Ini memang warisan lama sebelum INDY mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia tahun 2008. Setahun sebelumnya, INDY yang saat itu belum masuk bursa saham, merger dengan dua perusahaan. Mereka adalah PT Tripatra Company (Tripatra) dan PT Ganesha Intra Development Company (Ganesha).
Merger tersebut dicatatkan dalam akta notaris tertanggal 15 Februari 2007. Tripatra dan Ganesha kemudian melebur ke dalam INDY. Hasil penggabungan usaha ini berlaku efektif sejak 2 Maret 2007.
Sehubungan dengan proses merger tersebut, INDY kemudian mengajukan permohonan kepada Ditjen Pajak agar bisa menggunakan nilai buku dalam aksi merger tersebut, sebagai basis perhitungan pajak. Persoalannya, Ditjen Pajak tiga kali mengeluarkan surat penolakan atas permintaan INDY. Ditjen Pajak menerbitkan surat terakhir penolakan permintaan INDY pada 29 Mei 2008.
INDY tidak tinggal diam. Emiten milik Wiwoho Basuki Tjokronegoro dan Agus Lesmono ini kemudian mengajukan banding ke pengadilan pajak tanggal 17 Juni 2008.
Di tingkat banding, pengadilan pajak memenangkan INDY. Keputusan tersebut terbit pada 20 April 2009. Pengadilan pajak rupanya menyetujui penggunaan nilai buku sebagai basis perhitungan pajak dalam transaksi merger antara INDY, Tripatra dan Ganesha.
Antisipasi pemegang saham
September 2009, Ditjen Pajak mengajukan peninjauan kembali atas keputusan pengadilan pajak ke MA. Hal tersebut tertuang dalam memori peninjauan kembali Nomor S-7109/pj.074/2009. Tidak ingin ketinggalan langkah, INDY juga melayangkan permohonan gugatan atas memori peninjauan kembali yang diajukan oleh Ditjen Pajak tersebut.
Sejauh ini, MA memang belum memutuskan pemenang dalam sengketa pajak tersebut. Walau demikian, INDY agaknya mulai mengantisipasi kemungkinan terburuk atas putusan MA tersebut.
Berdasarkan laporan keuangan per September 2013, INDY menyatakan bahwa para pemegang saham Tripatra, Ganesha dan INDY telah sepakat akan menanggung dampak perpajakan akibat putusan MA. Namun, belum jelas nilai total pajak yang akan ditanggung INDY jika MA mengalahkannya.
Retina Rosabai, Vice President Investor Relation INDY, enggan berspekulasi terkait dampak putusan MA atas persoalan perpajakan tersebut. "Ini harus dijelaskan detail dan harus dikomunikasikan lebih dahulu dengan bagian terkait. Saya tak ingin salah bicara," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (30/1). Direktur INDY Azis Armand tidak bisa dihubungi. Pesan singkat dan panggilan telepon KONTAN juga tidak berbalas.
Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities berpendapat, sebenarnya sepanjang masalah ini tidak dibesar-besarkan, mungkin investor juga tidak akan mempermasalahkannya. Reza mengatakan, dalam merger perusahaan tertutup (non listed), seharusnya sudah ada penghitungan kembali (revaluasi) aset. Namun demikian, untuk saat ini, Reza merekomendasikan hold saham INDY. Dalam satu bulan ke depan, INDY memiliki target resistance di Rp 570 per saham.
Pada penutupan perdagangan Kamis, harga saham INDY turun 3,57% dari posisi penutupan perdagangan saham sehari sebelumnya menjadi Rp 540 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News