Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai penerbitan obligasi korporasi terpantau rendah selama semester I-2023. Angka penerbitan di paruh kedua tahun ini masih sulit diprediksi namun jumlah yang lebih tinggi masih terbuka seiring redanya kenaikan suku bunga.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Suhindarto mengamati, penurunan penerbitan surat utang korporasi pada tahun ini disebabkan oleh tingkat suku bunga yang lebih tinggi dan nilai surat utang jatuh tempo yang lebih rendah.
Suku bunga acuan yang lebih tinggi akan menghasilkan kupon yang lebih tinggi dan membuat biaya penerbitan surat utang korporasi relatif lebih tinggi. Jika melihat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada awal tahun 2022 sebesar 3,50%, sementara pada awal tahun 2023 suku bunga acuan sudah mencapai 5,75%.
Hal itu tidak terlepas dari kebijakan moneter ketat yang masih terus diterapkan oleh berbagai negara untuk menekan laju inflasi yang memang perkembangannya masih sulit diturunkan. Misalnya di negara maju, inflasi Amerika Serikat (AS) masih berada di level 4% yang merupakan dua kali lipat dari target penurunan inflasi 2%.'
Baca Juga: Suku Bunga Tinggi, Penerbitan Obligasi Korporasi Turun pada Semester I
Selain itu, pria yang akrab disapa Darto tersebut, penerbitan obligasi korporasi yang terlihat lebih rendah di tahun ini sebenarnya juga karena emiten sudah beramai-ramai menerbitkan obligasi di tahun lalu saat kondisi bunga rendah. Perusahaan sudah berekspektasi bahwa kenaikan suku bunga akan berkepanjangan.
“Banyak emiten berekspektasi suku bunga akan terus berlanjut, sehingga mereka ambil kesempatan lebih dahulu sebelum suku bunga naik di tahun ini,” kata Darto dalam Media Forum Pefindo, Jumat (7/7).
Selain itu, angka penerbitan surat utang yang lebih rendah disebabkan oleh nilai jatuh tempo yang memang jauh lebih rendah. Pefindo mencatat surat utang korporasi yang akan jatuh tempo di 2023 sekitar Rp 126,9 triliun, lebih rendah dari tahun 2022 sebesar Rp 157,04.
Secara rinci, nilai jatuh tempo pada kuartal I-2023 dan kuartal II-2023 masing-masing sebesar Rp 29,1 triliun dan Rp 22,3 triliun. Kemudian, nilai jatuh tempo sebesar Rp 48 triliun pada kuartal III-2023 dan Rp 27,5 triliun pada kuartal IV-2023.
Baca Juga: Pefindo Kantongi Mandat Penerbitan Obligasi Rp 61,30 Triliun Hingga Akhir Semester I
Obligasi Korporasi di Semester Kedua
Darto mengungkapkan bahwa masih cukup sulit untuk menebak penerbitan obligasi korporasi hingga akhir tahun nanti. Meskipun ada harapan penurunan suku bunga diprediksi bisa terjadi karena inflasi sudah masuk rentang target pemerintah.
Perlu waspadai, adanya peningkatan suku bunga The Fed bakal semakin menyempitkan selisih (spread) dengan suku bunga Bank Indonesia yakni BI7DDR. Pasalnya, The Fed mengindikasikan suku bunga saat ini di level 5.25% akan naik dua kali lagi sebelum menutup tahun ini ke level 5.75%. Ini artinya akan menyamai level suku bunga BI saat ini yang bertahan di level 5.75%.
“Kalau rentangnya semakin menyempit, maka ada risiko keluarnya aliran modal,” imbuh Suhindarto.
Namun, Darto menyebutkan, aktivitas penerbitan surat utang belakangan ini cukup ramai yang tercermin dari rencana penerbitan di awal Juli. Berdasarkan data KSEI, rencana penerbitan obligasi korporasi terpantau sebanyak Rp 28,7 triliun selama periode tanggal 1–13 Juli 2023.
Baca Juga: Mandiri Investasi: Minat Investor Tinggi Terhadap Produk Investasi Berlabel ESG
Di sisi lain, surat utang jatuh tempo pada paruh kedua tahun ini memang lebih besar dibandingkan nilai jatuh tempo pada semester pertama lalu. Sisa jatuh tempo semester kedua tahun ini terhitung sebanyak Rp 75,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan Rp 51,4 triliun di semester I-2023.
Kendati demikian, Direktur Utama Pefindo Irmawati Amran mengingatkan bahwa nilai jatuh tempo tidak selamanya sejalan dengan nilai penerbitan. Dia mencermati, adanya anomali atau keanehan selama paruh pertama tahun ini, dimana nilai penerbitan jauh lebih rendah dibandingkan nilai jatuh tempo.
Padahal, nilai penerbitan dalam beberapa tahun terakhir selalu lebih tinggi dibandingkan nilai jatuh tempo karena biasanya dana jatuh tempo dibelikan lagi surat utang.
Menurut Irmawati, dana jatuh tempo obligasi tersebut nampaknya dialihkan ke instrumen lain atau kemungkinan dibelanjakan obligasi di pasar sekunder selama semester I-2023. Sedangkan, pada semester kedua tahun ini kecenderungannya, jumlah penerbitan bakal di bawah jumlah jatuh tempo.
Baca Juga: Pemerintah Rem Penerbitan Surat Utang, Ini Efeknya ke Reksadana Berbasis Obligasi
Hal tersebut ditengarai karena belum bertemunya persepsi antara investor dan emiten terkait kupon. Investor mengharapkan kupon surat utang masih tinggi seperti di tahun lalu, sementara emiten masih berharap kupon bisa turun karena berharap suku bunga turun.
“Kalau kita lihat angka penerbitan surat utang tampaknya masih di bawah surat utang jatuh tempo,” ungkap Irmawati dalam kesempatan yang sama.
Darto memandang, obligasi korporasi memang masih cukup menarik karena prospek pasar surat utang pemerintah ataupun perusahaan masih lebih menarik dibandingkan saham yang lebih volatile. Meskipun, premi risiko meningkat tapi sudah berada di level yang rendah, baik untuk peringkat AAA atau BBB. Selain itu, yield terus bergerak menurun.
Kenaikan biaya menjadi salah satu faktor risiko bagi kinerja penerbitan surat utang pada tahun 2023. Kupon pada awal tahun ini meningkat seiring dengan lingkungan bunga yang lebih tinggi, mendorong kenaikan biaya pendanaan.
Baca Juga: Cadangan Devisa Juni Berpotensi Bisa Tergerus
Namun, Darto berujar, surat utang korporasi masih akan menjadi pilihan untuk diversifikasi pendanaan karena menerbitkan surat utang korporasi relatif lebih murah daripada mengambil pinjaman bank, terutama untuk emiten dengan kualitas kredit yang lebih tinggi.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, potensi penerbitan surat utang lebih banyak cukup terbuka karena suku bunga sudah agak mereda. Geliat ekonomi juga cukup baik di tengah ketidakpastian yang masih membayangi.
Hanya saja, investor saat ini dinilai sangat selektif terhadap obligasi yang diterbitkan perusahaan terutama penerbitan dari nama-nama baru. Sebenarnya penerbitan obligasi korporasi direspons cukup baik, tetapi kasus gagal bayar dan penurunan peringkat (downgrade) jadi pertimbangan seperti yang terjadi pada beberapa perusahaan milik pemerintah.
Pada akhirnya, Ramdhan menuturkan, emiten juga lebih berhati-hati menerbitkan surat utang karena umumnya hanya nama-nama perusahaan bagus yang bisa diterima investor. Nilai penerbitan utang diperkirakan tidak akan banyak berubah dari semester pertama tahun ini.
“Investor lebih selektif. Di sisi lain, emiten lebih berhati-hati menerbitkan surat utang,” imbuh Ramdhan kepada Kontan.co.id, Jumat (7/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News