Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengurangi penerbitan Surat Utang Negara (SUN) di sisa tahun ini. Lantas, bagaimana dampaknya terhadap reksadana yang memanfaatkan obligasi sebagai aset dasarnya?
Menurut Head of Fixed Income STAR Asset Management (AM) Henry Buntoro, kebijakan Kemenkeu mengurangi penerbitan SUN disebabkan karena pendapatan negara yang melebihi target pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pendapatan negara 2023 akan mencapai Rp 2.637 triliun atau setara 107% dari target.
Pendapatan negara yang di atas target akan memberikan ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan belanja negara dan membantu pemulihan ekonomi Indonesia.
Selain itu, neraca perdagangan Indonesia juga terus membukukan surplus di tahun 2023. Neraca perdagangan bulan Mei 2023 mencatatkan surplus US$ 44 miliar atau secara total mencapai US$ 16,5 miliar dalam lima bulan pertama tahun ini.
Kondisi neraca perdagangan surplus akan membantu menjaga nilai tukar rupiah. Di samping itu, tekanan nilai tukar rupiah selama ini sebenarnya lebih disebabkan oleh faktor eksternal yakni kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) terkait suku bunga.
Baca Juga: Return Obligasi Diprediksi Masih Menggungguli Saham di Semester II 2023
Henry mencermati, berkurangnya penerbitan surat utang negara akan memberikan sentimen positif terhadap harga obligasi, baik itu obligasi pemerintah maupun obligasi korporasi. Kondisi pasar obligasi dipandang akan tetap positif hingga akhir tahun yang didorong oleh ekonomi dalam negeri.
Sebagai salah satu manajer investasi (MI), STAR AM sendiri memiliki dua produk reksadana pendapatan tetap yang sesuai dengan profil investor. Produk reksadana pendapatan tetap STAR Stable Income fund berinvestasi pada aset obligasi korporasi, sedangkan produk STAR Obligasi Negara Prima memiliki investasi di aset obligasi pemerintah.
Star AM cenderung mengalokasikan investasi obligasi mereka pada tenor pendek dan menengah. Hal itu karena kekhawatiran terkait ketidakpastian global masih membayangi, meskipun kondisi domestik masih positif.
Menurut Henry, imbal hasil (yield) kedua instrumen tersebut cukup kompetitif dan investor sebaiknya memang melakukan diversifikasi antara obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Per 5 Juli 2023, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 5 tahun sebesar 5,99%, sedangkan imbal hasil obligasi korporasi rating AAA tenor 5 tahun adalah sebesar 6,78%.
Star AM meyakini performa positif reksadana pendapatan tetap selama paruh pertama tahun ini masih dapat berlanjut di semester II-2023.
Berbagai faktor positif dalam negeri seperti pendapatan negara yang di atas target dan inflasi yang diperkirakan tetap stabil akan mendukung prospek reksadana pendapatan tetap ataupun reksadana campuran yang didasari aset-aset obligasi.
Berdasarkan data Infovesta Kapital Advisori, reksadana pendapatan tetap mencetak imbal hasil ataupun return tertinggi sebesar 3,62% di sepanjang tahun ini alias secara year to date (ytd) per 27 Juni 2023.
Disusul, kinerja reksadana pasar uang yang mencetak return 1,88% YtD dan reksadana campuran dengan return sebesar 1,68% YtD . Sementara, reksadana saham terpantau koreksi 0,57% YtD.
Walaupun demikian, Henry menuturkan, para investor harus berhati-hati terhadap faktor-faktor yang dapat memberikan sentimen negatif pada aset obligasi. Dari luar negeri, resesi global dan kebijakan pengetatan suku bunga AS dapat memberikan sentimen negatif.
Sedangkan dari dalam negeri, fenomena el nino dapat menyebabkan musim kemarau berkepanjangan yang dapat mengakibatkan inflasi pangan.
“Kondisi-kondisi ini dapat berakibat negatif pada aset kelas obligasi dan reksadana pendapatan tetap,” ucap Henry kepada Kontan.co.id, Rabu (5/7).
Baca Juga: Bank BCA Tawarkan Reksadana Syariah dan ESG
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News