Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produk obligasi seharusnya tetap menjadi bagian penting dalam portofolio investasi. Di paruh kedua tahun ini, instrumen investasi berbasis obligasi diyakini masih menawarkan tingkat pengembalian (return) yang lumayan.
Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto mengatakan, produk investasi pendapatan tetap (fixed income) seharusnya ada dalam portofolio untuk jangka waktu pendek dan menengah pendek. Terlebih, apabila kondisi ekonomi masih belum stabil dan tidak bisa diprediksi.
Saat kondisi tidak terlalu baik, maka komposisi investasi di instumen lainnya seperti pasar saham sebaiknya dikurangi. Tetapi, kedua instrumen baik saham atau obligasi disarankan harus tetap ada di dalam portofolio setiap investor.
“Kapanpun tetap harus punya produk fixed income,” kata Eko kepada Kontan.co.id, Jumat (30/6).
Baca Juga: Cermati Pergerakan Pasar dalam Berinvestasi di Tengah Ketidakpastian
Head of Fixed Income Trimegah Asset Management Darma Yudha mengamati, instrumen obligasi masih cukup menarik yang bisa menawarkan potensi upside.
Penguatan pasar obligasi masih akan berlanjut seperti yang terjadi selama semester I-2023. Namun, reli selanjutnya bakal terjadi secara bertahap.
Hal tersebut karena inflasi Indonesia relatif terjaga yang didukung pula likuiditas sektor perbankan cukup berlimpah. Momentum ini dianggap sangat baik untuk berinvestasi di instrumen berbasis obligasi.
Selain itu, Amerika Serikat (AS) masih berpotensi meningkatkan suku bunga, walaupun sudah terbatas. Ini masih akan mendukung pasar obligasi setidaknya hingga awal tahun depan.
Mengutip Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), kinerja pasar obligasi yang tercermin dari Indonesia Composite Bond Index (ICBI) menyentuh area 359,50 per 27 Juni 2023 yang menguat 6,59% secara year to date (YtD) dan naik 11,53% year on year (YoY).
Darma menilai produk investasi berbasis obligasi manapun, bisa memberikan return yang lumayan. Namun hal tersebut harus disesuaikan dengan jangka waktu investasi, ekspektasi return hingga profil risiko investor.
Berinvestasi surat utang secara langsung bakal didukung kuatnya fundamental ekonomi domestik. Tetapi kemungkinan tidak banyak bisa menjangkau investor ritel karena jumlah investasinya yang besar.
Baca Juga: Kenaikan Bunga Obligasi Korporasi Diprediksi Terbatas Pada Semester II-2023
Jika berinvestasi obligasi lewat reksadana juga tawarkan return yang lumayan. Hal itu seiring kinerja reksadana pendapatan tetap yang berbasis surat utang merupakan kelas aset terbaik di sepanjang tahun ini maupun dalam sebulan terakhir.
Data infovesta menunjukkan reksadana pendapatan tetap mencetak return 3,03% YtD dan 1,06% MoM per akhir Mei 2023.
Selain reksadana pendapatan tetap, Darma menyoroti Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI023 layak jadi pilihan utama saat ini. Pasalnya, imbal hasil atau kupon yang ditawarkan sudah merefleksikan kondisi pasar.
ORI023 yang ditawarkan dalam dua jangka waktu yakni 3 tahun dan 6 tahun dibekali kupon masing-masing sebesar 5,9% dan 6,1%. Kupon terpantau lebih rendah jika dibandingkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel yang ditawarkan sebelumnya.
Sangat disayangkan jika investor melewatkan ORI023 karena kupon SBN ritel ke depannya diprediksi bakal turun sesuai perkembangan suku bunga. Sesuai jadwal masih ada tiga produk SBN ritel lagi yang bakal terbit tahun ini.
“Jika ada penerbitan lagi, kupon sepertinya akan lebih rendah. Maka lebih baik amankan yang sekarang,” ujar Darma kepada Kontan.co.id.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menilai, SBN ritel ORI023 masih kompetitif, apabila dibandingkan instrumen investasi dengan karakteristik serupa yakni deposito.
Dari sisi imbal hasil, ORI023 memiliki kupon lebih tinggi karena rata-rata bunga deposito sekitar 4%-5%. Selain itu, pajak imbal hasil SBN Ritel juga lebih rendah. Pajak untuk kupon SBN hanya 10%, sementara pajak bunga deposito 20%.
Ramdhan melihat popularitas SBN ritel saat ini pun sudah banyak dikenal oleh investor. Dengan kehadiran produk SBN ritel seperti ORI023 bisa bermanfaat bagi masyarakat dalam mengukur tingkat risiko investasinya.
“Kehadiran SBN ritel memberikan pilihan investasi di sepanjang tahun,” ucap Ramdhan saat dihubungi Kontan.co.id.
Baca Juga: Penerbitan SBN Tembus Rp 144,5 Triliun Hingga Mei 2023
Sementara, Ramdhan menilai, reksadana pendapatan tetap punya keunggulan tersendiri karena pengelolaan yang dilakukan oleh Manajer Investasi (MI) bisa menghadirkan terobosan baru. Tetapi, berinvestasi secara tidak langsung artinya harus ada biaya pajak yang dikeluarkan untuk membayar jasa MI.
Di sisi lain, SBN ritel menawarkan bunga rendah dengan risiko yang tinggi. Seperti diketahui, SBN ritel tergolong produk investasi aman karena sepenuhnya dijamin oleh negara.
Eko Endarto menjelaskan, berinvestasi pada surat utang risikonya rendah karena bunga yang bersifat fixed rate.
Hal ini penting bagi investor pemula karena sistem perhitungan tingkat suku bunga yang besarannya mengacu pada kesepakatan pinjaman di awal periode. Ini berbeda dengan reksadana yang tidak menawarkan bunga tetap atau fixed rate.
Jika dibandingkan deposito, obligasi ritel pasti juga lebih unggul dengan imbal hasil yang lebih tinggi. Apalagi dengan tingkat risiko yang relatif sama yaitu hampir nol.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News