Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia kembali tergelincir dalam dua hari terakhir di pekan lalu. Pada penutupan perdagangan Jumat (2/10), minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Desember terkoreksi 4,31% ke level US$ 37,05 per barel.
Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan, saat ini komoditas minyak memang tengah berada tren koreksi. Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya suplai minyak dari OPEC ketika harga minyak berada dalam tren kenaikan.
“Jumlah ekspor dari OPEC mengalami kenaikan dari 17,53 juta barrel per day (bpd) pada Agustus menjadi 18,2 juta bpd pada September 2020. Kenaikan ini imbas dari lebih banyaknya pasokan suplai dari Libya dan Iran,” jelas Wahyu kepada Kontan.co.id, Sabtu (3/10).
Lebih lanjut, Wahyu menyebut, pasar menginterpretasikan kenaikan produksi ini menjadi ancaman pada proses penyeimbangan suplai dan permintaan pasar. Bahkan, kondisi ini berpotensi terus berlanjut karena dalam jangka pendek harga minyak WTI tengah menguji level US$ 36,13 per barel.
Baca Juga: Harga minyak acuan kembali anjlok 1% di tengah banjir pasokan dan pandemi Covid-19
Dari segi fundamental sendiri, komoditas minyak memang diselimuti kondisi yang kurang bagus. Pasalnya, puncak driving season di Amerika Serikat (AS) rupanya tidak mampu mengangkat permintaan terhadap minyak. Hal ini terlihat dari data-data yang justru menunjukkan adanya kenaikan cadangan minyak di AS.
“Pada akhirnya OPEC pun agak ragu dengan demand dan menurunkan outlook harga di tengah ekonomi yang belum aman dari imbas pandemi Covid-19. Belum lagi persoalan sebagai negara yang tidak disiplin melakukan cut policy. Jadi wajar jika minyak punya kecenderungan sulit menguat,” tambah Wahyu.
Kendati demikian, Wahyu cukup optimistis pada jangka menengah hingga tahun depan, terdapat tiga sentimen yang berpeluang mengangkat harga minyak. Pertama, seiring dengan banjirnya likuiditas lewat kebijakan stimulus fiskal dan moneter, pada akhirnya inflasi akan merangkak naik. Kenaikan inflasi inilah yang akan membuat harga bahan baku naik, termasuk minyak.
Kedua, tren pelemahan dolar AS. Sebagai mata uang utama untuk perdagangan komoditas, jatuhnya nilai tukar dolar AS akan menjadi katalis positif untuk harga komoditas, salah satunya minyak. Ketiga, potensi kenaikan permintaan pada 2021 mendatang, terlebih ketika vaksin Covid-19 sudah mampu menekan kecemasan investor.
“Dengan ketiga sentimen tersebut, terlebih saat ini OPEC+ masih menjalan kebijakan pemangkasan produksi, ada kemungkinan saat permintaan meningkat namun suplai masih terbatas, ini berpeluang buat harga minyak naik menjelang akhir tahun nanti,” sebut Wahyu.
Dengan pertimbangan tersebut, Wahyu memperkirakan harga minyak pada akhir tahun nanti akan berada di kisaran US$ 45 hingga US$ 50 per barel.
Selanjutnya: Harga minyak anjlok 2% usai Donald Trump dinyatakan positif Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News