kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pamor waran masih kurang menawan


Selasa, 06 Februari 2018 / 08:55 WIB
 Pamor waran masih kurang menawan
ILUSTRASI. Pasar modal


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di pasar modal, produk waran masih kalah pamor dibanding saham. Hal ini tecermin dari realisasi konversi waran ke saham yang masih minim.

Contoh, waran PT Saraswati Griya Lestari Tbk (HOTL-W). Emiten perhotelan ini menerbitkan 275 juta waran bertepatan dengan aksi initial public offering (IPO) pada Januari 2013 atau empat tahun silam. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), tanggal kedaluwarsa HOTL-W terjadi pada 10 Januari 2018. Hingga tanggal tersebut, ternyata hanya ada 1.452 unit waran yang dikonversi menjadi saham.

Demikian pula waran PT Golden Plantation Tbk (GOLL-W). Dari satu miliar unit waran yang beredar, hanya secuil atau 759 unit saja yang dikonversi menjadi saham. GOLL-W terbit pada Desember 2014 lalu. Waran ini kedaluwarsa di 21 Desember 2017.

Banyak faktor yang menyebabkan waran tak sepopuler saham. Lupa menjadi alasan yang paling sederhana tapi juga yang paling umum.

Pasalnya, waran baru bisa dikonversi enam bulan setelah diperoleh dan hangus antara tiga hingga lima tahun setelah itu. "Belum tentu masih ingat punya waran, apalagi kalau jumlahnya tidak banyak," ungkap Head of Research Ekuator Swarna Sekuritas David Sutyanto, kepada KONTAN, Senin (5/2).

Soal harga juga menjadi alasan utama. Waran akan menarik jika harga konversi dan harga pasarnya masih di bawah harga sahamnya.

Misalnya, waran PT Bintang Oto Global Tbk (BOGA-W). Harga konversi BOGA-W senilai Rp 110 per waran sedang harga warannya di pasar Rp 490 per waran. Bila ditotal, harganya Rp 600, masih di bawah saham BOGA saat ini Rp 620 per saham.

Layaknya rights issue, waran bakal lebih menarik jika harganya masih di bawah harga saham. Sebab, dengan modal yang lebih sedikit, sang pemilik bisa memperoleh saham yang lebih banyak. "Lebih ekonomis dan efisien jika total harganya di bawah harga saham," imbuh David.

Hal itu juga yang menjadi alasan HOTL-W tidak laku. Mengutip data KSEI, harga konversi HOTL-W Rp 220 per saham, jauh di atas harga saham HOTL yang sejak awal tahun tak pernah lebih tinggi dari Rp 111 per saham.

Waran juga bisa menjadi tak menarik lantaran harganya di pasar terbang tinggi. Ini bisa saja terjadi akibat suplai waran terbatas, secara umum sekitar 30% dari portepel.

Masih layak

Meski demikian, bukan berarti waran tak menarik sama sekali. Waran masih jadi salah satu alternatif portofolio para investor. Salah satunya, investor ritel bernama Henry.

Henry pernah beberapa kali meraup cuan dari waran yang dia miliki. "Karena selisih harga waran bisa lebih menarik dibandingkan dengan harga sahamnya," ungkapnya.

Ambil contoh, harga saham A senilai Rp 200 dengan harga waran Rp 100. Teorinya, ketika harga sahamnya naik menjadi Rp 250, maka harga waran juga naik dengan poin yang sama ke level Rp 150 per waran. "Tapi, kadang bisa naik hingga di atas Rp 150 per waran karena ada ekspektasi kalau sahamnya bisa naik di atas Rp 250," jelas Henry.

Oleh sebab itu, strategi memilih waran tak berbeda jauh dengan saham. Rajin-rajin mengecek fundamental emiten. Soalnya, harga saham sangat dipengaruhi hal ini, sedangkan harga waran mengacu ke harga saham.

"Kalau ada cerita tentang pemilik waran yang kejeblos, itu biasanya mereka lupa konversi atau memang salah pilih waran," sebut Henry.

Soal waktu, Henry tidak memiliki strategi khusus kapan dia menggenggam waran dan kapan melepasnya. Ia pernah memegang waran hanya sehari, bahkan pernah sampai seminggu. "Tergantung time frame masing-masing," pungkas Henry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×