kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nilai Tukar Rupiah Tertekan, Begini Efeknya Ke Emiten


Selasa, 22 November 2022 / 20:59 WIB
Nilai Tukar Rupiah Tertekan, Begini Efeknya Ke Emiten
ILUSTRASI. Beberapa emiten sudah mulai menaikkan rata-rata harga jual akibat pelemahan rupiah dan masih dapat diserap oleh masyarakat.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Analis memperkirakan dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap emiten dengan porsi impor besar tidak terlalu signifikan tahun ini.

Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih tertekan terhadap dolar AS kendati ditutup menguat 0,1% ke Rp 15.697 pada Selasa (22/11). Selama sepekan, nilai tukar rupiah melemah 1,02%.

Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana memaparkan, penguatan dolar AS tentunya membuat biaya meningkat. Namun, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan dibarengi dengan peningkatan penjualan maka sebagian biaya dapat diteruskan ke pelanggan dengan kenaikan harga.

"Beberapa emiten sudah mulai menaikkan rata-rata harga jual dan masih dapat diserap oleh masyarakat karena pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (22/11).

Baca Juga: Kurs Rupiah Masih Akan Tertekan Hingga Akhir Tahun

Ada beberapa sektor yang sensitif terhadap pelemahan nilai tukar rupiah karena karakteristik industrinya. Yakni, sektor farmasi, konsumsi, dan pakan ternak lantaran sektor ini cenderung mengandalkan bahan baku impor.

Secara prospek, Wawan menilai emiten dalam sektor tersebut masih menarik. "Apalagi 60% ekonomi Indonesia adalah konsumsi dalam negeri dan tahun politik 2023 bisa memicu konsumsi lebih tinggi," kata dia.

Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya juga mengatakan dampak penguatan dolar AS dapat diminimalisir dengan hedging, manajemen stok, dan lain sebagainya.

"Sehingga pengaruhnya relatif minim terhadap pendapatan dan labanya," kata Cheril.

Baca Juga: Jaga Rupiah Agar Tetap di Kisaran Sasaran, Anggaran BI Diprediksi Defisit di 2023

Dia menambahkan, untuk emiten kesehatan dan farmasi juga didorong oleh kembali naiknya kasus Covid-19. Menurut Cheril, meski tingkat fatalitasnya rendah, tetapi permintaan jasa dan produknya bisa naik.

"Karena akhir tahun liburan ada potensi kenaikan kasus," ujar Cheril.

Namun Wawan juga menyarankan investor untuk tetap memperhatikan pergerakan rupiah. Apabila rupiah mencapai Rp 16.000 per dolar AS, maka asumsinya bisa berubah dan laba akan tergerus.

Baca Juga: Simak Proyeksi Rupiah Untuk Perdagangan Rabu (23/11)

Terutama investor asing masih melihat potensi kenaikan suku bunga the Fed di Desember. Suku bunga The Fed diperkirakan naik menjadi 4,5%-4,75%. Apabila itu terjadi, maka yield US Treasury akan naik kembali di atas 4% dan kembali memicu outflow.

"Ini bisa menekan rupiah lagi dan bila itu terjadi maka BI akan kembali menaikkan suku bunga," papar Wawan.

Untuk jangka pendek, Wawan menilai investor bisa hold saham-saham sektor farmasi, konsumsi dan pakan ternak sampai dengan kuartal I 2023. Sementara Cheril merekomendasikan buy on weakness saham sektor farmasi dan kesehatan dengan target penguatan 5%-10%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×