Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pekan ini adalah masa kelabu bagi pasar saham domestik. Pada Rabu (12/8) lalu, Indeks Harga Saham Gabungan anjlok ke 4.479,49. Ini level terendah indeks saham selama 18 bulan terakhir. Alhamdulillah, kemarin IHSG kembali bangkit 2,34% menuju 4.584,25.
Mayoritas harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) rontok. Hal itu tecermin dari nilai kapitalisasi pasar BEI kemarin senilai Rp 4.759,07 triliun. Angka itu sudah merosot Rp 776,41 triliun atau anjlok 14% dibandingkan posisi terbaiknya tahun ini senilai Rp 5.535,48 triliun. Angka tersebut tercatat pada pekan kedua April 2015.
Longsornya kapitalisasi pasar BEI juga mempengaruhi peta emiten penguasa di Bursa Efek Indonesia.
Kepala Riset Koneksi Capital Alfred Nainggolan melihat adanya perubahan komposisi emiten berkapitalisasi pasar besar. Saat ini, 10 emiten dengan kapitalisasi pasar tertinggi di BEI meliputi HMSP dengan porsi 7,4% total kapitasilasi, BBCA 6,8%, TLKM dan UNVR masing-masing 6%, ASII 5,5%. Kemudian BBRI, BMRI, GGRM, BBNI dan PGAS.
Pada Maret 2015, saat IHSG mulai menanjak, emiten yang berada di puncak kapitalisasi pasar BEI adalah BBCA dengan porsi 6,51%, ASII 6,25%, BBRI 5,84%. Selanjutnya HMSP, UNVR, TLKM, BMRI, BBNI, serta PGAS.
Alfred menyebutkan, risiko yang terjadi di pasar membuat semua sektor terimbas. Meski begitu, ada pengecualian pada HMSP karena jumlah saham beredarnya cuma 1,82%. Likuiditas HMSP yang mini tak merefleksikan kondisi saat ini. Sehingga anak usaha Philip Morris ini menduduki posisi teratas emiten berkapitalisasi pasar jumbo. “Jumlah saham beredarnya sedikit. Sehingga membentuk harga jauh lebih mudah,” ucap Alfred, kemarin.
Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, posisi BBCA sebagai penguasa kapitalisasi bergeser karena sahamnya terkoreksi cukup tajam. Dia mencermati, saham bank seperti BBCA, BBRI dan BMRI sudah anjlok dalam. Selain itu, saham ASII pun terjun karena lesunya penjualan otomotif.
Alfred melihat, saham BBNI dan BBRI terbilang murah. Menurut dia, price book value (PBV) BBNI bisa di posisi 1,8 kali. Tapi saat ini PBV BBNI hanya 1,5 kali.
Jika pasar modal kembali normal, saham berkapitalisasi besar akan kembali ke harga wajarnya. Hans memprediksi, IHSG masih berfluktuasi selama dua bulan ke depan. Sebab, nilai yuan Tiongkok masih berpeluang menyusut. Hans menyebut, China akan mendevaluasi yuan hingga target 7%-8%. “Selama yuan turun, pasar masih akan gonjang-ganjing,” ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News