Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten merilis laporan realisasi dana dari hasil initial public offering (IPO). Beberapa di antaranya masih memiliki sisa dana IPO yang cukup besar.
PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) misalnya. BUKA masih menyisakan dana hasil penawaran umum saham perdana Rp 11,49 triliun per Juni 2024.
Jadi, sisa dana IPO BUKA hingga akhir Juni 2024 sebesar Rp 9,82 triliun. Sebagai catatan, pada 6 Agustus 2021, Bukalapak mengoleksi dana IPO bersih Rp 21,32 triliun.
Per 30 Juni 2024, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) menggunakan dana IPO sebesar Rp 7,95 triliun. Jadi, sisa dana IPO NCKL sebesar Rp 1,75 triliun.
Baca Juga: Superior Prima Sukses (BLES) Poles Bisnis Lewat Jualan Bata Ringan dan Semen Mortar
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga masih memiliki sisa dana hasil penawaran umum Rp 2,81 triliun per Juni 2024.
Sementara, itu per 30 Juni 2024, PT Hassana Boga Sejahtera Tbk (NAYZ) telah merealisasikan dana IPO sebanyak Rp 36,9 miliar. Sehingga, sisa dana IPO NAYZ sebanyak Rp 11,2 miliar.
Di sisi lain, ada sejumlah emiten yang per 30 Juni 2024 kemarin sudah berhasil menyerap seluruh dana IPO mereka.
Misalnya, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang per 30 Juni 2024 sudah berhasil menyerap seluruh dana IPO yang sebesar Rp 3,08 triliun.
Lalu, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang per Juni 2024 sudah berhasil menyerap seluruh dana hasil penawaran umum yang sebesar Rp 10,47 triliun.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas melihat, daya serap dana IPO pasti akan berbeda-beda tiap emiten. Hal ini bergantung pada tingkat urgensi dan strategi perusahaan.
Baca Juga: BEI dan OJK Optismistis Penghimpunan Dana Lewat IPO akan Membaik
“Selain itu, serapan dana IPO juga menyesuaikan kondisi ekonomi serta masih melihat peluang bisnis ke depannya,” ujarnya kepada Kontan, Senin (15/7).
Menurut Sukarno, prospek kinerja para emiten tersebut juga akan bergantung pada strategi mereka dalam memaksimalkan penggunaan dana IPO.
Namun, emiten dengan penyerapan dana IPO yang tinggi juga tidak selalu berkinerja lebih baik dibandingkan dengan yang penyerapannya rendah,
“Ini karena tergantung faktor yang mempengaruhi kinerja mereka, seperti kondisi ekonomi, persaingan, inovasi, dan efisiensi,” paparnya.
Sukarno pun masih merekomendasikan wait and see untuk para emiten di atas.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, sisa dana IPO yang sangat besar kemungkinan tidak akan terserap seluruhnya di tahun ini. Sehingga, sentimennya kemungkinan tidak akan baik untuk meningkatkan kinerja pada emiten.
“Jika dalam prospektus sudah dituliskan tujuan penggunaan dana IPO tersebut untuk apa dan kapan akan digunakan, para emiten tentu bisa dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya kepada Kontan, Senin (15/7).
Baca Juga: Tren IPO di Asia Tenggara Lesu, BEI dan OJK Masih Optismistis
Budi melihat, tidak ada jaminan bahwa emiten yang penyerapan dana IPO-nya tinggi akan memiliki kinerja yang lebih bagus. Bisa saja ternyata investasi yang dilakukan emiten dengan dana itu ternyata tidak memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
“Contohnya, BUKA yang tahun lalu menggunakannya untuk tujuan investasi di bank digital yang ternyata justru memberikan kerugian, bukan keuntungan,” ungkapnya.
Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee melihat, penggunaan dana IPO akan bergantung pada kondisi sektor dan masing-masing perusahaan.
“Jika ada peluang investasi dan kondisi sektornya bagus, maka emiten dapat menggunakan semua dana IPO. Kinerja emiten dan harga sahamnya juga bergantung pada kinerja sektor emiten,” ujarnya kepada Kontan, Senin (15/7).
Baca Juga: Melantai di Bursa, UBC Medical Indonesia (LABS) Oversubscribe 250 Kali
Hans melihat, kinerja sektor teknologi secara umum masih jelek. Hal ini membuat dana IPO emiten teknologi belum terserap dengan maksimal.
“Secara umum, kinerja sektor teknologi masih jelek. Properti juga, karena ada di era suku bunga tinggi. Di luar itu masih relatif membaik,” ungkapnya.
Director Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengatakan, penggunaan dana IPO seharusnya memang untuk menopang peningkatan kinerja.
Di sisi lain, kinerja industri masing-masing emiten juga harus bisa dilihat apakah memang sedang baik atau tidak.
“Sebab, bisa juga mereka melakukan perubahan penggunaan dana IPO melalui mekanisme persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) jika dirasa ada hal-hal yang lebih penting dari tujuan semula penggunaan dana IPO tersebut,” ujarnya kepada Kontan, Senin (15/7).
Baca Juga: IPO Gunanusa Eramandiri (GUNA) Catatkan Oversubscribed 26,7 Kali
Reza pun merekomendasikan beli untuk BUKA, AMMN, dan NCKL dengan target harga masing-masing Rp 140 per saham, Rp 13.450 per saham, dan Rp 1.025 per saham.
“GOTO masih not rated. Seharusnya, pergerakan GOTO bisa lebih baik dengan sejumlah sentimen positif yang mulai ada. Namun, ini tetap tergantung dari pelaku pasar apakah ada yang mau melakukan transaksi atau tidak,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News