kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.587.000   -7.000   -0,44%
  • USD/IDR 16.370   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.155   47,14   0,66%
  • KOMPAS100 1.057   5,10   0,48%
  • LQ45 832   4,41   0,53%
  • ISSI 214   1,71   0,81%
  • IDX30 429   2,76   0,65%
  • IDXHIDIV20 512   2,62   0,51%
  • IDX80 121   0,63   0,53%
  • IDXV30 124   0,17   0,14%
  • IDXQ30 141   0,95   0,68%

Mengintip Investasi Mobil Klasik Hingga Saham Direktur Eksekutif AEI Gilman Nugraha


Sabtu, 18 Januari 2025 / 07:00 WIB
Mengintip Investasi Mobil Klasik Hingga Saham Direktur Eksekutif AEI Gilman Nugraha
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Gilman Pradana Nugraha. (KONTAN/Melly Anne)


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjadi bankir ternyata tak menjamin seseorang bisa langsung melek investasi. Kemudahan fasilitas kredit yang diberikan justru membuat seseorang bisa menjadi lebih konsumtif. 

Hal itu yang dialami Gilman P. Nugraha, yang saat ini menjabat sebagai direktur eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI). Usai lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dia memulai karirnya di sebuah bank swasta pada 2010. 

Bahkan Gilman tidak sempat menyisihkan uangnya untuk menabung selama menjadi bankir. Pria kelahiran Bogor ini mengakui, kemudahan fasilitas dan tuntutan status sosial membuat dia impulsif. 

“Waktu zaman itu terbentuk pandangan kalau orang bank itu harus necis, penampilan dari atas sampai bawah harus bermerek. Jadinya terbentuk impulsive buying karena tuntutan sosial,” katanya kepada Kontan.co.id. 

Baca Juga: Properti Dominasi Investasi Bambang Brodjonegoro

Gilman bercerita dengan fasilitas kartu kredit, misalnya, dia bisa lebih mudah membeli barang-barang yang sebenarnya tergolong mahal dan bermerek. Menurut dia, semua seakan jadi mudah untuk dibeli. 

Sampai dengan akhir Desember 2012, Gilman memutuskan untuk pindah dari bank dan bekerja di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dia memulai perjalanannya sebagai Kepala Kantor BEI Jawa Barat. 

Saat masuk di BEI kesadaran Gilman terhadap investasi mulai tumbuh. Bagaimana tidak, sebagai otoritas yang memberikan edukasi kepada investor tentu dia perlu memahaminya terlebih dahulu. 

Namun sebagai karyawan BEI, dia terikat dengan peraturan perusahaan. Di mana dia tidak boleh berinvestasi pada saham. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya insider trading

Baca Juga: Boy Thohir Makin Tajir, Cermati Prospek Kinerja Emiten Beserta Rekomendasi Sahamnya

Gilman pun memilih instrumen investasi lain, seperti reksadana dan Surat Berharga Negara (SBN). Alhasil, instrumen investasi pertamanya jatuh pada reksadana di banyak produk. 

“Saya coba investasi reksadana di berbagai produk karena saya senang dikirim fund fact sheet. Jadi saya bisa tahu perkembangannya dan membandingkannya dengan produk reksadana lainnya,” ucap dia. 

Gilman juga memilih berbagai instrumen SBN ritel sebagai wadah investasinya. Mulai dari Obligasi Negara Ritel (ORI), Savings Bond Ritel (SBR) dan Sukuk Tabungan (ST). 

Investasi pertamanya di saham dimulai setelah Gilman keluar dari BEI. Pada 2021, dia memutuskan untuk keluar dari BEI dan memulai perjalanannya dalam membangun bisnis sendiri. 

Baca Juga: Tips Investasi ala Noviady Wahyudi, Konsisten Berinvestasi Sejak Muda

Tetapi siapa sangka, pandemi Covid-19 datang dan melumpuhkan hampir semua sektor bisnis, tanpa terkecuali. Bisnis yang dibangun Gilman pun tak berjalan dengan mulus. 

Bahkan dana darurat yang disiapkan pun ternyata meleset dari kalkulasi. Sebenarnya, Gilman sudah menyiapkan dana darurat sebesar enam kali dari pengeluaran rumah tangga bulanan. 

Apa daya, Covid-19 membuat harga barang melambung ditambah entah sampai kapan pandemi akan berlangsung. Alhasil, ini membuat dia putar otak dalam mengelola keuangannya. 

Namun selain investasi di pasar modal, Gilman juga secara tidak langsung berinvestasi pada kendaraan klasik. Baik kendaraan roda empat maupun roda dua. 

“Saya belum pernah merasakan beli kendaraan baru, selalu beli second semi classic yang harganya tidak pernah turun. Justru selalu naik harganya,” kata ayah anak tiga ini. 

Baca Juga: Reza Priyambada Mencoba Diversifikasi Aset Investasi

Gilman bercerita sebenarnya kendaraan tua atau klasik itu punya nilai intrinsik yang dari waktu ke waktu anak naik. Biasanya, kendaraan klasik punya bahan yang lebih kokoh dan tangguh. 

“Waktu pandemi saya jual motor karena motor koleksi harganya lumayan saat di jual pas pandemi. Saya untung karena harga jualnya lebih tinggi ketimbang saat saya beli pertama kali,” ujar dia. 

Selain motor, dia juga menjual mobil klasiknya. Dari bekal dana darurat dan hasil penjualan kendaraan klasiknya, Gilman punya likuiditas yang tinggi. 

Dari penjualan kendaraan itu juga, Gilman menyisihkan uangnya untuk mengisi ulang dana darurat dan sebagian diinvestasi ulang dalam bentuk saham. 

Di sinilah perkenalan Gilman secara langsung dengan saham dimulai. Perlu diingat pada saat Covid-19, saham-saham keping biru maupun big caps berguguran. 

Baca Juga: CEO Grow Investments Indonesia Yenwy Wongso: Investasi Adalah Seni

Gilman bercerita dirinya sempat ragu karena kondisi pasar yang sedang memanas. Ada ketakutan dan keraguan, yang muncul karena dia pun tidak tahu sampai kapan pasar saham akan jatuh. 

“Saya mulai investasi pada saat saham-saham mulai rebound, ada sinyal kalau saham-saham sudah mulai kemurahan dan waktunya untuk dibeli,” tuturnya. 

Sejak pandemi Covid-19 tepatnya 2020 hingga saat ini, mayoritas investasinya ditempatkan di saham atau sekitar 50%. Sementara sisanya, Gilman menempatkan dananya di reksadana dan SBN ritel. 

Dia pun sudah sudah menikmati keuntungan dari saham sejak mulai investasi di saham pada 2020. Gilman tak mau terlalu tampak, saat imbal hasilnya sudah di atas 30% dia mulai merealisasikan keuntungannya. 

Baca Juga: Wakil Dirut Bank Mandiri Alexandra Askandar: Jangan Panik Saat Investasi Turun

Dengan berbagai instrumen investasi yang Gilman milik. Dia hanya punya satu prinsip yang dia pegang sampai saat ini, yakni jangan hanya investasi di satu keranjang. 

Atau ungkapannya dalam bahasa Inggris lebih familiar dengan istilah: don't put your egg in one basket. Sederhananya, investor perlu menerapkan prinsip diversifikasi.

Menurut Gilman, SBN ritel bisa menjadi pilihan yang tepat untuk investor ritel. Sebab, SBN ritel punya tingkat risiko yang rendah karena ditanggung oleh pemerintah. 

“SBN ritel risikonya sangat kecil karena risikonya datang saat pemerintah default dan saya rasa Indonesia masih jauh dari default sehingga cocok untuk investor ritel,” kata dia. 

Selain itu, reksadana juga instrumen investasi dengan tingkat risiko yang rendah. Ada beberapa produk reksadana yang bisa dipilih investor, mulai dari pendapatan tetap hingga saham. 

“Untuk mengukur risiko investasi, seorang investor harus belajar dan prinsipnya jangan cuma investasi di satu instrumen serta mulai lah dari nominal yang kecil,” ucap Gilman. 

Baca Juga: Direktur Metropolitan Land (MTLA) Olivia Surodjo Memetik Hasil Disiplin Investasi

Pelari Marathon

Sebagai ayah dari tiga orang anak, Gilman P Nugraha lebih senang mengisi akhir pekannya bersama anak-anaknya. Sebagai ayah yang sigap, dia berusaha menemani kegiatan anak-anaknya. 

Gilman mengusahakan akhir pekannya diluangkan untuk keluarga. Sebab dari Senin–Jumat dia habiskan di Jakarta untuk bekerja dan berjejaring dengan anggota asosiasi maupun kolega lainnya. 

Sebenarnya, Gilman juga punya hobi di bidang olahraga. Dia aktif lari sejak 2012 dan mulai mengikuti ajang marathon pada 2014. Namun sayang, saat ini dia sedang dalam proses pemulihan. 

“Tapi baru 2023, saya terkena plantar fasciitis sehingga sekarang saya sedang olahraga lain, walaupun lari hanya jarak pendek saja,” kata pria kelahiran Bogor ini. 

Baca Juga: Menakar Prospek Emiten Konglomerasi yang IPO di Awal Tahun 2025

Sebelum terkena cedera, Gilman rutin mengikuti ajang lomba marathon minimal dua bulan sekali. Salah satu acara lari yang selalu Gilman ikut, yakni Bali Marathon. 

“Saya mulai half marathon di Bali Marathon pada 2014 dan tahun-tahun berikutnya saya ikut full marathon. Cuma 2024 kemarin saya tidak ikut karena cedera,” jelasnya. 

Bagi Gilman, lari adalah sarana baginya untuk melakukan refleksi. Selama berlari dia selalu menikmati lingkungan sekitar, tanpa gangguan pekerjaan atau hal-hal lain yang membebani.

Bahkan dia lebih senang untuk lari tanpa mendengarkan musik. Gilman lebih memilih untuk menikmati suasana sekitar sambil berkenalan dengan pelari-pelari lainnya. 

“Saya bukan pelari kencang, saya bisa lari enam jam dan saya gunakan untuk self reflection tanpa handphone sambil membangun komunitas,” ucap dia.

Selanjutnya: Dolar AS Menguat Terhadap Mata Uang Utama Jelang Pelantikan Trump

Menarik Dibaca: 6 Rekomendasi Daun Penurun Kadar Gula Darah Tinggi Alami

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×