Reporter: Nadya Zahira | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Alexandra Askandar tertarik berinvestasi sejak muda. Perempuan kelahiran tahun 1972 ini berinvestasi karena senang menabung dan ingin membangun kekayaan dalam jangka panjang serta mencapai tujuan keuangan secara mandiri.
Alexandra awalnya berinvestasi di instrumen reksadana. Produk reksadana dikelola oleh manajer investasi profesional sehingga menciptakan rasa tenang. Selain itu, menurut dia reksadana sudah cukup terdiversifikasi, yang artinya risiko investasinya lebih terukur dan tersebar di berbagai instrumen keuangan.
Setelah reksadana, Alexandra mulai menjajaki instrumen saham. Bagi dia, investasi ini cukup menguntungkan dibandingkan dengan jenis investasi lainnya. Menurut Alexandra, meski instrumen saham memiliki sejumlah risiko dan tantangan. Tetapi instrumen ini cukup likuid.
"Awalnya yang mengenalkan instrumen saham itu ibu saya, padahal beliau hanya ibu rumah tangga, dan beliau juga yang mengajarkan saya untuk menabung. Pada awalnya saya membeli saham Telkom (TLKM)," kata Alexandra saat ditemui Kontan.co.id, di Gedung Plaza Mandiri, Jakarta, Jumat (19/7).
Baca Juga: Pimpinan Luno Indonesia Disiplin Diversifikasi Aset Investasi
Seiring berjalannya waktu, Alexandra mulai membeli saham perbankan karena lebih stabil dibandingkan degan saham di komoditas yang lebih volatile. Kendati begitu, dia mengatakan bahwa investasi saham tetap menghadapi kenaikan dan penurunan, tergantung dari kondisi pergerakan pasar. Maka dari itu, investor harus cerdas dalam merespons fluktuasi tersebut.
"Saya belajar bahwa ketika kondisi pasar sedang kurang menarik, sebaiknya jangan panik. Justru, ini bisa menjadi peluang untuk berinvestasi lebih di harga yang lebih murah," kata dia.
Alexandra menambahkan, selalu ada siklus dalam pasar keuangan. Dengan memiliki pandangan jangka panjang serta tetap tenang, kita bisa memanfaatkan peluang tersebut untuk keuntungan jangka panjang.
Tak hanya berinvestasi di instrumen reksadana dan saham, Alexandra juga menanam investasinya di deposito. Dia menilai, investasi ini dapat memberikan keuntungan finansial dan memiliki profil risiko rendah.
Soal alokasi investasi, Alexandra berbagi tips,ideal untuk investor yang ingin memulai invetasi. Kata dia, investasi bisa dikelompokkan menjadi dua yakni aset likuid dan non likuid.
Aset likuid bisa saham dengan porsi 20%. Jika Investasi saham sebaiknya memahami fundamental perusahaan serta kondisi makro yang bisa mempengaruhi bisnis perusahaan.
Aset likuid lain yang bisa menjadi pilihan adalah obligasi dengan porsi 30%. "Kita bisa membeli obligasi pemerintah atau korporasi yang dapat diperdagangkan, seperti Obligasi Negara Ritel (ORI), Corporate Bonds dari perusahaan terkemuka dengan rating yang bagus," sebut Alexandra.
Deposito dan Reksa Dana Pasar Uang juga bisa menjadi pilihan. Jika deposito bisa dilakukan oleh kita sendiri, "Reksadana seperti rekasana pasar uang yang dikelola oleh manajer investasi bisa menjadi pilihan,
Adapun aset non likuid juga bisa menjadi pilihan. Aset likuid adalah aset yang tidak bergerak. "Pilihannya bisa seperti tanah, rumah, apartemen atau barang tidak bergerak lainnya," kata Alexandra berbagi tips.
Tentu saja, kata Alexandra, investasi harus disesuikan dengan kemampuan masing-masing investor. Investasi bisa dilakukan berkala sesuai kemampuan keuangan. "Yang juga penting, kenali kemampuan kita dalam menerima risiko," ujar ibu dua anak ini.
Baca Juga: Direktur Utama GHON Rudolf Parningotan Nainggolan: Investasi Tak Bisa Disambi
Tips Investasi
Alexandra menyebutkan, ada tiga strategi yang dia terapkan dalam mengelola investasi. Pertama, melakukan penelitian yang cermat sebelum mengambil keputusan investasi, kedua mendiversifikasi portofolio yang dimilikinya, dan ketiga berpegang pada rencana investasi jangka panjang.
Dia menambahkan, berinvestasi itu tidak instan dan membutuhkan waktu. Maka dari itu, investor harus memiliki pandangan jangka panjang dalam berinvestasi dan tidak terburu-buru ingin melihat hasil. Pasalnya, pasar keuangan bisa naik-turun dalam jangka pendek.
Hal penting lain, investor harus konsisten seperti rutin berinvestasi serta meninjau portofolio secara berkala.
"Ini membantu kita tetap berada di jalur yang benar dan siap menghadapi berbagai perubahan di pasar. Dengan konsistensi dan tujuan yang jelas, kita bisa mencapai tujuan keuangan dengan lebih baik dan terencana," kata dia.
Alexandra menceritakan, perlu kesabaran dan proses yang cukup panjang serta berliku. Dia pun pernah beberapa kali mengalami kerugian karena kesalahan investasi yang dilakukannya. Pada saat itu, Alexandra tidak sabar, dan buru-buru menjual sahamnya saat mengalami penurunan.
"Dalam berinvestasi tentu saya pernah mengalami kerugian, bukan hanya sekali atau dua kali, tapi awalnya sering. Dari cerita buruk ini menjadi pengalaman saya untuk ke depannya. Seharusnya kita tidak boleh panik dalam berinvestasi," tutur dia.
Baca Juga: WIKA: Whoosh Jadi Penyebab Rugi Besar Perusahaan
Alexandra menyarankan kepada para investor pemula untuk memilih investasi yang tepat dan sesuai dengan profil risiko. Jika merasa lebih nyaman dengan risiko rendah, hindari produk investasi yang berfluktuasi tinggi seperti saham. Sebaliknya, pilih instrumen yang lebih stabil seperti deposito atau obligasi.
Selain itu, jangan lupa untuk menentukan berapa lama Anda ingin berinvestasi. Apakah jangka pendek (1-3 tahun), menengah (lebih dari 3-10 tahun), atau panjang (lebih dari 10 tahun)?
"Ini penting agar investasi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan rencana masa depan," kata dia.
Selanjutnya, tentukan berapa banyak dana yang akan diinvestasikan dan pastikan sumber dananya jelas. Dia menegaskan bahwa para investor pemula juga harus memilih perusahaan sekuritas atau bank yang terpercaya dan aman.
"Jadi pastikan relationship manager yang berpengalaman dan bersertifikasi, sehingga mereka dapat memberikan rekomendasi investasi yang tepat," imbuh dia.
Dia juga menyarankan untuk tidak mudah tergoda dengan investasi yang menjanjikan return tinggi dalam waktu singkat dari lembaga yang tidak memiliki izin, tidak diatur, dan tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tawaran seperti itu berpotensi menjadi investasi bodong.
Baca Juga: Bukan Cuma Patrick, Fund Manager dan Broker Besar Ikut Borong Saham GOTO
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News