Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Chief Executive Officer (CEO), Grow Investments Indonesia Yenwy Wongso meyakini bahwa investasi lebih merupakan seni daripada sains. Ungkapan itu merupakan kutipan fenomenal dari investor asal Amerika Serikat, Howard S. Marks.
Disebut seni karena tidak ada rumus baku dalam dunia investasi. Dalam level tertentu, perlu juga melibatkan kreativitas karena kalkulasi angka-angka yang rinci saja belum menjamin keberhasilan investasi.
Imbal hasil investasi pun tidak semata ditentukan oleh taktik dan strategi yang kompleks. Terkadang, intuisi yang muncul setelah bertahun-tahun berkecimpung di pasar modal jauh lebih menentukan hasil.
“Bagi saya, investasi itu simpel aja. Investing is more art than science. Hitung-hitungan kita mungkin sudah benar, tapi ada faktor-faktor lain pula yang menentukan hasil,’’ ungkap Yenwy kepada Kontan.co.id, Rabu (6/11).
Baca Juga: Stockbit & Fullerton Resmikan Perusahaan Manajer Investasi Grow Investments
Yenwy berujar, investor perlu memahami bahwa investasi bukan sekadar menghitung valuasi saja. Namun faktor-faktor lainnya perlu dicermati salah satunya risiko negatif yang berada di luar kendali.
Pelemahan rupiah merupakan salah satu contoh fenomena yang seringkali di luar kontrol. Sebab, tiap kali rupiah melemah bukan berarti karena fundamental domestik yang goyah, melainkan lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tangguhnya dolar Amerika Serikat (AS).
Efek boikot merupakan bukti nyata lainnya bahwa kalkulasi yang matang tidak selamanya bermuara pada keuntungan investasi. Harga saham bisa jatuh seketika di luar perhitungan, dampak banyaknya seruan komentar negatif.
Ironisnya, kini banyak investor terutama anak muda mulai berinvestasi karena hanya takut merasa ketinggalan dan cuma ingin mengikuti tren terkini. Istilah itu beken dikenal dengan sebutan fear of missing out atau FOMO.
Hanya sedikit investor yang benar-benar mau meluangkan waktu untuk lakukan riset. Belum lagi, jika berbicara lebih jauh terkait mitigasi risiko dalam berinvestasi.
Baca Juga: 6 Kriteria Ideal Saham Layak Beli ala Lo Kheng Hong
Yenwy melihat, sebagian besar investor bahkan tidak mengetahui apa investasi yang mereka beli. Investor juga melangkah tanpa strategi yang justru sering kali masuk saat harga aset berada di puncak, kemudian hanya ikut gelombang penurunan harga.
‘’Semua orang bisa beli saham, tapi tidak semuanya bisa making profit. Apalagi bisa mitigasi risiko,’’ ucap Pria lulusan Sains Manajemen dari University of California, San Diego tersebut.
Yenwy tak menampik, dulu sebagai anak muda dirinya juga cukup naif untuk mengejar cuan investasi. Sebab itulah ia tidak ingin semangat generasi muda sekarang patah karena gegabah melangkah seperti yang pernah dilaluinya.
Dulu Yenwy pernah merasakan rugi saat pertama kali mencoba investasi saham pada tahun 2005. Level kerugiannya bahkan hampir membuat rencana pernikahan batal karena modal sudah dialokasikan di saham.
Terlepas dari kerugian tersebut merupakan unrealized loss, Yenwy menyadari pada masa itu dirinya merugi karena FOMO yang hanya ikut-ikutan teman kantor. Tidak cukup bekal sebagai investor karena malas meluangkan waktu untuk sekadar riset.
‘’Sejak saat itu saya belajar gitu ya, kalau mau beli saham harus hati-hati analisisnya. Kita mesti berinvestasi pada instrumen yang kita paham, kalau enggak itu bahaya sekali,’’ imbuh Yenwy.
Baca Juga: Wakil Dirut Bank Mandiri Alexandra Askandar: Jangan Panik Saat Investasi Turun
Namun demikian, literasi investasi sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru bagi Yenwy. Saat masih belasan tahun, Yenwy mengamati dan mempelajari banyak hal dari bisnis properti yang digeluti orang tua.
Atas dasar itu pula, Yenwy memilih properti sebagai instrumen investasi pertamanya. Gaji perdana disisihkan untuk membangun usaha rumah kos di lokasi-lokasi potensial.
Menurut dia, investasi properti khususnya properti komersial menarik karena memberikan pendapatan berulang (recurring income). Pendapatan sewa dari bisnis properti komersial juga bagus untuk menjadi lindung nilai dari kenaikan inflasi.
Di lain sisi, pilihan instrumen investasi bagi investor ritel kala itu memang masih terbatas dan modal untuk investasi juga cukup besar. Berbeda dengan saat ini, pilihan instrumen investasi sudah beragam dan bisa dimulai dengan harga Rp 10.000.
Sejauh ini, instrumen properti masih merupakan aset terbesar dalam portofolio investasi Yenwy dengan porsi sekitar 70%. Sedangkan, sisanya 30%, ditempatkan pada instrumen reksadana meliputi kelas aset saham dan obligasi.
Baca Juga: Lo Kheng Hong : Bank Digital Sulit Jadi Bank Besar, Bank Besar Bisa Jadi Bank Digital
Reksadana sendiri dipandang menarik karena dikelola oleh Manajer Investasi (MI) yang profesional di bidangnya. Yenwy bilang, hal tersebut merupakan nilai tambah reksadana bagi investor yang tidak cukup waktu untuk riset, namun tetap berpeluang dapatkan imbal hasil optimal.
Di samping itu, investor bisa diversifikasi melalui reksadana karena merupakan instrumen kumpulan dari berbagai aset. Seperti reksadana saham, satu produk reksadana bisa terdiri dari berbagai saham lintas sektoral.
Menurut Yenwy, diversifikasi aset sangat penting untuk meminimalisir risiko saat harga aset jatuh. Oleh sebab itu, investor dianjurkan tidak hanya berinvestasi di satu instrumen saja, tetapi di berbagai kelas aset.
‘’Jadi prinsip saya dalam investasi yang paling utama adalah diversifikasi,’’ ungkap dia.
Baca Juga: Tips Investasi Presiden Komisaris Kalbe Farma (KLBF) Vidjongtius: Start Small
Lebih dari 20 tahun di Industri Pasar Modal
Yenwy memulai karir sebagai Portfolio Investments di Prudential Securities California AS pada tahun 2003. Di Indonesia, Yenwy pernah berkarir di berbagai perusahaan manajemen investasi sebelumnya yakni di Bahana Sekuritas, Manulife Aset, serta Ashmore Asset Management.
Sebelum akhirnya menakhodai Grow Investments, Yenwy lebih dulu bekerja di Fullerton Fund Management Singapura. Untuk diketahui, Grow Investments merupakan perusahaan manajer investasi hasil joint venture antara Stockbit Group dan Fullerton Fund Management.
Yenwy telah malang melintang lebih dari 20 tahun di industri pasar modal. Tentu saja, suka duka menyertai perjalanan investasinya yang telah melewati krisis dan berbagai kondisi ekonomi.
Jika boleh berpesan terutama untuk investor pemula, Yenwy menyarankan untuk diversifikasi aset. Sebab, diversifikasi bukan hanya mengurangi risiko, tetapi juga memperbanyak sumber keuntungan dari berbagai instrumen investasi.
Baca Juga: Strategi Investasi ala Rizkan Firman, Direktur Utama Adhi Commuter Properti
Investasi juga perlu disesuaikan dengan toleransi risiko (risk aversion). Jika memang sudah berumur, sebaiknya investor fokus pada investasi yang stabil dan bukan yang berisiko tinggi. Portofolio investasi mesti rajin diracik yang selaras dengan tujuan investasi dan perkembangan pasar teranyar.
Tak kalah penting, selalu pahami instrumen investasi yang ingin dibeli. Namun bila memang tidak punya cukup waktu, maka percayakan saja pada ahlinya seperti Grow Investments yang merupakan salah satu manajer investasi resmi di Indonesia.
‘’Mungkin saran saya buat teman-teman yang investasi di capital market, bukannya kebetulan fund manager ya, tetapi instrumen yang saya sarankan adalah reksadana karena memenuhi prinsip diversifikasi. Apalagi, kalau memang enggak ada waktu, serahin saja ke orang profesional,’’ pungkas Yenwy.
Baca Juga: Cerita Dima Djani, CEO Alami yang Fokus Investasi di Sektor Private
Hobi Nyetir Mobil dan Berburu Properti
Yenwy mendedikasikan penuh waktu luangnya di akhir pekan untuk keluarga. Ini sebagai wujud cinta untuk membayar minimnya waktu bertemu istri dan buah hati saat hari kerja.
Jika hari libur tiba, Yenwy jalan-jalan bersama keluarga. Terkadang, bercengkrama di rumah saja juga sudah cukup baginya untuk mengisi kembali energi positif.
Akhir-akhir ini, Yenwy suka mengajak keluarga bertamasya ke luar kota dengan menyetir mobil sendiri. Ayah tiga anak ini paling jauh mengemudi ke Surabaya dan Lampung.
‘’Tujuannya buat jalan-jalan aja. Saya menikmati bahkan pas di mobil sama anak-anak. Nyetirnya tapi ga ngebut sih, cuma untuk rilis adrenalin aja,’’ kata Yenwy.
Di samping itu, Yenwy acapkali menghabiskan waktu senggang untuk investasi properti. Terkadang, Yenwy survei mencari wilayah potensial untuk usaha rumah kos, sekalian berkeliling jalan-jalan bersama keluarga.
Harga properti tersebut undervalued dan berada di lokasi strategis menjadi fokus utama Yenwy. Itu layaknya prinsip yang umum diterapkan pada investasi saham.
‘’Prinsip saya investasi di saham, saya terapin juga di properti. Saya due diligence, pelajari daerahnya, pelajari market dan prospeknya bakal seperti apa,’’ tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News