kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.568.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.190   15,00   0,09%
  • IDX 7.089   24,28   0,34%
  • KOMPAS100 1.050   2,99   0,29%
  • LQ45 820   -0,96   -0,12%
  • ISSI 212   2,00   0,95%
  • IDX30 421   -0,80   -0,19%
  • IDXHIDIV20 504   -0,45   -0,09%
  • IDX80 120   0,40   0,33%
  • IDXV30 124   0,56   0,46%
  • IDXQ30 139   -0,48   -0,34%

Menakar Prospek Emiten Konglomerasi yang IPO di Awal Tahun 2025


Minggu, 12 Januari 2025 / 21:03 WIB
Menakar Prospek Emiten Konglomerasi yang IPO di Awal Tahun 2025
ILUSTRASI. Pencatatan perdana saham PT Asuransi Digital Bersama Tbk (YOII), PT Kentanix Supra International Tbk (KSIX), dan PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (8/1/2025).


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan sejumlah emiten baru di awal tahun 2025. Beberapa di antaranya merupakan emiten konglomerasi yang membuat aksi initial public offering (IPO) ini menjadi makin ramai.

PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) bakal melantai di BEI besok, Senin (13/1). CBDK merupakan anak usaha dari PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) yang dimiliki Sugianto Kusuma alias Aguan.

Berdasarkan prospektus tambahan yang dipublikasikan di Harian Kontan pada (2/12), CBDK mematok harga IPO di Rp 4.060 per saham. 

Harga tersebut merupakan batas atas dari harga penawaran awal atau book building yang berada di rentang Rp 3.000–Rp 4.060 per saham. Alhasil, CBDK berpotensi meraup dana segar sebesar Rp 2,3 triliun.

Seluruh dana hasil IPO ini bakal dipakai CBDK untuk penyertaan kepada PT Industri Pameran Nusantara.

  Baca Juga: Emiten Konglomerat IPO, Investor Diingatkan Tetap Cermat

Penyertaan dilakukan dalam bentuk ekuitas sebanyak 15,277 juta saham seri B yang akan dikeluarkan Industri Pameran Nusantara. Jumlah ini setara dengan 99,93% dari modal ditempatkan disetor penuh.  

Adapun dana yang diperoleh dari penerbitan saham baru itu akan digunakan oleh Industri Pameran Nusantara sebagai tambahan dana untuk membiayai proyek pembangunan gedung untuk Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions (MICE). 

Sebelumnya, PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) juga sukses melantai di BEI pada Rabu (8/1) kemarin. IPO anak usaha PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) ini laris manis lantaran mencatatkan kelebihan permintaan alias oversubscription hingga 313,15 kali dengan total 137.932 investor berpartisipasi selama periode penawaran umum pada 2–6 Januari 2025.

RATU menawarkan 543,10 juta saham biasa. Jumlah tersebut setara dengan 20% dari modal ditempatkan dan disetor pasca-IPO. Harga yang dipasang dalam hajatan ini sebesar Rp 1.150 per saham. 

Baca Juga: Rukun Raharja (RAJA) Dorong Raharja Energi Cepu (RATU) Geber Ekspansi Pasca IPO

Adapun jumlah itu terdiri dari 190,53 juta saham baru yang dikeluarkan oleh RATU atau setara dengan 7%. Sementara 352,95 juta saham merupakan saham milik RAJA dalam rangka divestasi atau setara 13%. 

Dus, emiten yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi ini mengantongi sekitar dana Rp 624,46 miliar. Ini terdiri dari Rp 218,56 miliar dari saham baru dan Rp 405,90 miliar dari penawaran saham divestasi.  

Adapun dana hasil penawaran saham baru yang diterbitkan RATU akan dipinjamkan ke anak usahanya, yaitu PT Raharja Energi Tanjung Jabung, sebesar Rp 157,36 miliar untuk pemenuhan kewajiban pembayaran cash call

Kemudian sekitar Rp 34,96 miliar akan dipinjamkan kepada perusahaan asosiasi RATU, yaitu PT Petrogas Jatim Utama Cendana untuk mendukung kegiatan operasional berupa pembayaran cash call. 

Baca Juga: Saham-saham Happy Hapsoro & Prajogo Pangestu Melonjak, Sinergi Dua Konglomerasi

Alokasi dana di Blok Cepu akan digunakan untuk mendukung pengembangan dan peningkatan produksi minyak. Sementara, alokasi untuk Blok Jabung difokuskan pada pengembangan cadangan migas dan keberlanjutan operasional blok tersebut. 

Sementara itu hasil penjualan saham divestasi akan sepenuhnya diberikan kepada RAJA. Dengan demikian, RATU tidak akan menerima hasil dari penjualan saham divestasi tersebut. 

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, aksi korporasi IPO biasanya untuk dua hal utama, yaitu menghimpun dana publik atau untuk tujuan strategis menjadi perusahaan publik. 

Jika calon emiten tersebut dikenal berasal dari grup yang punya reputasi bagus alias market maker, pasar pun pasti akan menyambutnya dengan baik.

“Harga penawaran jadi tidak relevan untuk IPO yang motifnya strategis. Kondisinya berbeda jika tujuan IPO si emiten hanya untuk mendapatkan dana publik,” kata Budi kepada Kontan.co.id, Minggu (12/1).

Baca Juga: Penyerapan Dana IPO yang Tak Maksimal Ciptakan Persepsi Negatif Bagi Investor

Berinvestasi pada emiten konglomerasi yang baru IPO dilihat memiliki risiko lebih rendah, asalkan grup perusahaan memiliki komitmen untuk menjaga kinerja perusahaan dan harga saham anggotanya.

Namun, faktor internal ternyata tak cukup untuk menjaga kinerja emiten konglomerasi. Misalnya saja, ada PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang kinerja sahamnya sepanjang tahun lalu lumayan menyita perhatian akibat sentimen nonfundamental perusahaan.

“Gejolak yang terjadi (para BREN) karena intervensi oleh regulator dan otoritas, serta oleh FTSE,” katanya.

Di antara kedua emiten konglomerasi itu, Budi melihat, Grup PANI punya sentimen positif yang lebih besar. Sebab, CBDK berhasil mencatatkan kelebihan permintaan alias oversubscription sebanyak 344 kali, lebih banyak dari RATU.

Baca Juga: Mayoritas Kinerja Harga Saham Emiten dengan Nilai IPO Jumbo, Loyo

Direktur Reliance Sekuritas, Reza Priyambada melihat, keputusan IPO merupakan kebutuhan dari masing-masing emiten dalam pilihan pendanaan yang paling baik untuk kinerja keuangan perusahaan.

Meskipun begitu, pasar kerap kali hanya melihat siapa sosok di balik calon emiten yang melakukan IPO. Jika si calon emiten punya induk dengan saham likuid, maka besar kemungkinan si calon emiten bisa mencatatkan oversubscription.

“Sementara, data fundamental dan sektor bisnis si calon emiten sebagai supporting saja,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (12/1).

Meskipun begitu, faktor fundamental emiten tetap penting sebagai indikator dalam mempertahankan kinerja mereka secara berkelanjutan.

Reza melihat, kedua emiten punya prospek dan peluang bisnis yang baik dan didukung oleh faktor sektoral.

Untuk CBDK, penggunaan dana IPO untuk pengembangan proyek MICE bisa membawa tambahan pendapatan ke induk jika berhasil menarik banyak gelaran acara di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK).

“Untuk RATU, investasi di dua blok migas utama saat ini menjadi aset strategis yang bisa dioptimalisasi ke depan,” paparnya.

Baca Juga: Perusahaan Milik Boy Thohir Borong Saham PORT, Banderolnya di Rp 818 per Saham

Founder Stocknow.id, Hendra Wardana melihat, langkah strategis IPO dari RATU dan CBDK memang menjadi sorotan, mengingat kedua perusahaan ini menawarkan prospek yang menarik di sektor masing-masing. 

RATU, sebagai holding migas, memanfaatkan momentum dengan mengakuisisi blok-blok migas baru. Langkah itu menjanjikan pertumbuhan signifikan di tengah tren kebutuhan energi yang terus meningkat. 

Strategi pertumbuhan anorganik ini tampaknya mampu mengimbangi valuasi premium yang ditawarkan saat IPO. Terbukti, RATU berhasil mencatatkan Auto Rejection Atas (ARA) tiga kali berturut-turut. 

“Ini mencerminkan tingginya minat investor yang melihat potensi besar di sektor energi, meski dengan risiko fluktuasi harga minyak yang tak terhindarkan,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (12/1).

Di sisi lain, CBDK hadir dengan kinerja keuangan yang solid, didukung oleh proyek besar di sektor properti dan pariwisata. Terutama, dalam pembangunan kawasan MICE. 

Proyek ini sejalan dengan tren meningkatnya permintaan untuk fasilitas MICE yang modern dan terintegrasi dengan kawasan industri dan perumahan. 

Oversubscribed sebanyak 344 kali menjadi bukti nyata betapa besar minat investor terhadap CBDK. Hal itu mencerminkan keyakinan akan pertumbuhan jangka panjang di sektor properti dan pariwisata,” ungkapnya.

Baca Juga: Tahun 2024 Rights Issue dan Private Placement Capai Rp 49,91 Triliun

Meskipun kedua perusahaan tersebut menawarkan peluang menarik, investor harus tetap waspada terhadap risiko yang melekat. 

Untuk RATU, fluktuasi harga minyak menjadi tantangan utama. Sementara, untuk CBDK, potensi penurunan permintaan MICE bisa menjadi risiko yang perlu diperhatikan. 

“Oleh karena itu, analisis fundamental yang mendalam dan kesiapan menghadapi volatilitas pasar menjadi kunci sukses bagi investor yang tertarik dengan saham-saham tersebut,” katanya.

Selain itu, diversifikasi portofolio adalah strategi yang bijaksana untuk mengurangi risiko. 

Dengan pendekatan yang hati-hati dan perencanaan yang matang, investor dapat memaksimalkan potensi keuntungan sambil menjaga portofolio mereka dari fluktuasi yang tidak terduga.

”Melalui langkah-langkah ini, investasi di anak usaha konglomerasi, seperti RATU dan CBDK, bisa menjadi peluang emas di tengah kembalinya pasar modal yang menarik di awal tahun 2025,” paparnya.

Selanjutnya: Bank Syariah Optimistis Penurunan Biaya Haji Mengerek Pendaftar dan Tabungan Haji

Menarik Dibaca: Hujan Petir Landa Daerah Ini, Berikut Ramalan Cuaca Besok (13/1) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×