Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Yudho Winarto
"Saya pikir salah satu manfaatnya adalah pegawai hingga direksi perusahaan semakin hati-hati, tetapi kalau perusahaan harus bertanggung jawab untuk kerugian akibat risiko bisnis atau usaha, ini menjadi sangat memberatkan," katanya ketika dihubungi Kontan, Minggu (4/4).
Oleh karena itu, sambung Budi, aturan baru tersebut dapat mengekang ekspansi perusahaan keuangan ke depan
Agar tidak terlalu memberatkan salah satu pihak dan semua pihak mendapatkan perlindungan, Budi bilang seharusnya otoritas lebih memfokuskan kepada kelalaian, kesalahan, kecurangan, dan kesengajaan yang dilakukan pegawai hingga direksi perusahaan yang merugikan konsumen.
"Sehingga harus ada unsur kelalaian atau fraud yang dilakukan pegawai dan direksi perusahaan dan tidak bisa untuk semua kerugian," tambahnya.
Baca Juga: Ini daftar saham yang diperingatkan BEI berpotensi delisting
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Samsul Hidayat juga menyampaikan hal yang serupa. Ia mengatakan jika ada kelalaian dan kegagalan operasional memang hal ini harus dipertanggungjawabkan.
Yang penting, sambungnya, semangat untuk mengedepankan perlindungan konsumen harus diseimbangkan dengan perlindungan perusahaan jasa keuangannya juga. "Tapi jangan melupakan, lembaga keuangan juga salah satu yang harus mereka lindungi," kata Samsul.
Ia menegaskan semua pihak terkait jasa keuangan, baik nasabah, perusahaan penyedia, investor, dan semua pihak harus seimbang mendapat perlindungan. Pasalnya, kata dia, dalam beberapa kasus juga ada pihak investor yang melakukan kesalahan.
Dengan demikian, Samsul menyarankan agar dalam membuat peraturan harus hati-hati. "Karena penyedia jasa keuangan ini sebagian besar bisa menimbulkan dampak sistemik. Sehingga action yang diambil otoritas harus hati-hati," papar Samsul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News