kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.702.000   23.000   1,37%
  • USD/IDR 16.450   -42,00   -0,26%
  • IDX 6.665   119,20   1,82%
  • KOMPAS100 951   16,29   1,74%
  • LQ45 748   15,90   2,17%
  • ISSI 208   3,64   1,78%
  • IDX30 390   8,22   2,16%
  • IDXHIDIV20 467   6,80   1,48%
  • IDX80 108   1,96   1,84%
  • IDXV30 111   0,63   0,57%
  • IDXQ30 128   2,31   1,84%

Melemah Sejak Tarif Agresif Berlaku, Dolar AS Tertekan Dihadapan Mata Uang Utama


Selasa, 11 Maret 2025 / 19:28 WIB
Melemah Sejak Tarif Agresif Berlaku, Dolar AS Tertekan Dihadapan Mata Uang Utama
ILUSTRASI. Rolled Euro banknotes are placed on U.S. Dollar banknotes in this illustration taken May 26, 2020. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) melemah akibat kebijakan agresif seputar tarif Donald Trump. Greenback semakin tertekan di tengah prospek perekonomian yang lebih baik di negara mata uang rival.

Research & Education Coordinator, Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengamati, dolar mulai melemah sejak Maret karena kecemasan terkait tarif Trump. Presiden AS itu menerapkan kebijakan tarif yang sempat tertunda kepada Meksiko dan Kanada mulai 4 Maret 2025, serta meningkatkan tarif menjadi 20% untuk impor China.

Kebijakan tarif baru atau peningkatan tarif yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap mitra dagang utama, bisa meningkatkan ketegangan perdagangan global. Pada akhirnya, situasi ini bisa memengaruhi prospek ekonomi AS dan mengurangi kepercayaan investor terhadap dolar.

‘’Jika pasar merespons ini (tarif Trump) dengan pesimis, maka bisa memicu ekspektasi resesi. Kekhawatiran resesi ini seringkali membuat investor menghindari dolar dan memilih mata uang yang dianggap lebih aman atau aset safe haven,’’ jelas Nanang kepada Kontan.co.id, Selasa (11/3).

Baca Juga: Dolar Keok di Hadapan Mata Uang Utama, Imbas Tarif Impor Donald Trump

Nanang mengatakan, kenaikan tarif impor AS dapat memperburuk inflasi, mengurangi daya beli konsumen, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian ini sering kali menyebabkan investor mencari aset yang lebih aman atau lebih stabil, seperti Yen Jepang (JPY) atau emas.

Data tenaga kerja AS yang lemah baru-baru ini pun menyiratkan adanya kekhawatiran perlambatan ekonomi negeri paman sam. Angka pengangguran yang lebih tinggi atau penciptaan lapangan kerja yang lebih sedikit dari yang diharapkan, dapat menunjukkan tanda-tanda pelemahan ekonomi.

Sebagaimana diketahui, data Nonfarm Payrolls (NFP) AS pada bulan Februari hanya meningkat sebesar 151.000, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 160.000. Angka NFP bulan Januari direvisi turun menjadi 125.000 dari 143.000 sebelumnya. Selain itu, tingkat pengangguran AS meningkat menjadi 4,1% dari sebelumnya 4,0%.

‘’Data tenaga kerja yang lemah menjadi sinyal negatif bagi prospek pertumbuhan ekonomi AS, yang pada gilirannya dapat menyebabkan pelemahan dolar,’’ sebut Nanang.

Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah 0,64% ke Rp 16.430 Per Dolar AS pada Selasa (11/3)

Tak hanya itu, Nanang menuturkan bahwa data tenaga kerja yang lemah seringkali memengaruhi kebijakan moneter Federal Reserve. Jika angka pekerjaan menurun, Fed bisa saja mengubah arah kebijakan suku bunga untuk merangsang perekonomian seperti menurunkan suku bunga atau melonggarkan kebijakan moneter.

Pada akhirnya, suku bunga yang lebih rendah dapat menekan prospek dolar yang kurang menarik bagi investor karena mencari imbal hasil tinggi. Adapun Fed dijadwalkan akan bertemu pekan depan pada 20 Maret 2025.

Nanang melihat, the Fed hampir dipastikan tidak akan mengubah suku bunga. Namun pelaku pasar akan menantikan pernyataan perihal prospek suku bunga kedepan sembari melihat pertimbangan terbaru. Ada rumor Fed baru akan memangkas pada Juni mendatang.

Di sisi lain, mata uang Euro lebih kuat didukung oleh prospek perekonomian yang lebih baik. Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) baru-baru ini memotong suku bunga deposito menjadi 2,5% sesuai dengan ekspektasi pasar.

Baca Juga: Dolar AS Jatuh Imbas Kekhawatiran Perang Tarif dan Tenaga Kerja AS Lemah

Nanang berujar, meskipun pemotongan bunga acuan dilakukan, ECB menunjukkan sikap hati-hati terhadap kemungkinan pemotongan lebih lanjut. Hal ini mengingat faktor-faktor seperti tarif dan peningkatan pengeluaran pertahanan yang dapat memengaruhi inflasi.

Selain itu, Jerman mengumumkan rencana untuk melonggarkan aturan fiskal dan meningkatkan pengeluaran untuk pertahanan dan infrastruktur. Langkah ini dipandang positif oleh pasar, meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi zona euro.

‘’J.P. Morgan, misalnya, merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi zona euro untuk tahun 2025 naik menjadi 0.8%, didorong oleh stimulus fiskal Jerman,’’ tutur Nanang.

Menurut Nanang, dolar berpotensi menguat, jika kebijakan Fed tetap ketat dan ada stabilitas ekonomi di AS. Terlebih lagi, jika AS berhasil mengatasi tantangan ekonomi domestik dan global dengan kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan, maka the greenback ini dapat terus menjadi pilihan utama bagi investor.

Di lain sisi, dolar berpotensi melemah, jika kebijakan moneter Fed lebih dovish atau jika ketegangan perdagangan global meningkat. Kebijakan Trump yang lebih agresif, seperti tarif dan defisit fiskal yang lebih tinggi, juga bisa mengurangi daya tarik dolar dalam jangka panjang.

Secara teknikal, Nanang menganalisis, dolar kini masih dihadapkan pada tekanan, ketika sisi teknikal memperlihatkan penembusan area support 104.80, terlebih lagi akhir pekan menguji area psikoligis support 103.40. Bila ini dipertahankan bisa menjadi titik balik recovery bagi dolar, tapi bila berlanjut bisa menekan lebih dalam 100.600 pada trend line support secara mingguan.

Bila penurunan dan menguji area 100, maka rivalitas dolar pun makin menguat, euro (EUR) bisa berlanjut di atas 1.1000, yen (JPY) menguji area 140 per dolar, sedangkan poundsterling (GBP) di atas 1.30000.

Selanjutnya: Mentan Amran Akui Ada Beras Tak Layak di Gudang Bulog, Pastikan Tidak Untuk Masyrakat

Menarik Dibaca: Ini Tips Liburan Hemat Saat Lebaran ala Tiket.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×