Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap sejumlah mata uang utama. Kekhawatiran tarif telah menekan prospek dolar disaat perekonomian yang diproyeksi lebih baik bagi rival AS.
Mengutip Tradingeconomics, Selasa (11/3) pukul 18.30 WIB, EUR menguat sekitar 2.50% dalam sepekan ke level 1.08953 di hadapan dolar AS. GBP menguat sekitar 1.04% dalam sepekan ke level 1.29290 terhadap dolar. Selain itu, JPY menguat di kisaran level 147, naik sekitar 1.45% dalam sepekan terhadap dolar AS.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mencermati, pelemahan dolar terhadap mata uang utama disebabkan oleh sejumlah faktor. Mulai dari data tenaga kerja AS yang lemah, ketidakpastian dari kebijakan tarif, ekspektasi suku bunga the Fed, serta prospek pertumbuhan yang lebih baik di wilayah lain telah menciptakan suasana yang kompleks dan dinamis bagi nilai dolar.
Data tenaga kerja AS yang lemah terlihat dari bertambahnya tingkat pengangguran di negeri Paman Sam tersebut yang menimbulkan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diketahui, tingkat pengangguran AS bulan Februari meningkat menjadi 4,1% dari sebelumnya 4,0%.
Sementara itu, lanjut Sutopo, ketidakpastian seputar tarif memicu volatilitas di pasar dan memengaruhi kepercayaan investor. Perubahan sentimen pasar dan meningkatnya permintaan terhadap aset keuangan luar negeri turut menekan nilai dolar.
‘’Secara keseluruhan, pergerakan dolar terhadap mata uang utama dipengaruhi oleh beragam faktor, seperti perbedaan suku bunga, prospek pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan geopolitik,’’ imbuh Sutopo saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (11/3).
Baca Juga: Dolar AS Jatuh Imbas Kekhawatiran Perang Tarif dan Tenaga Kerja AS Lemah
Sutopo menambahkan, peningkatan prospek pertumbuhan di Eropa yang didorong oleh pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB) untuk merangsang ekonomi zona euro, turut berkontribusi pada penguatan euro dan melemahnya dolar.
Walhasil, prospek dolar dipengaruhi oleh kombinasi data ekonomi yang lemah di AS, ketidakpastian yang muncul dari kebijakan perdagangan Presiden Trump, ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve, serta ancaman resesi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di negara lain.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai, dolar AS melemah akibat kekhawatiran retaliasi atau tindakan balasan negara-negara terhadap tarif Trump yang akan berdampak buruk pada ekonomi Amerika. Kekhawatiran perang tarif telah melebihi kekhawatiran inflasi dan arah suku bunga the Fed
Seperti diketahui, Trump telah menerapkan tarif terhadap impor Kanada dan Meksiko sebesar 25%, serta menambah tarif menjadi 20% bagi impor China mulai 4 Maret 2025. China merespons AS dengan menyatakan kesediaan berperang dalam bentuk apapun yang meningkatkan tensi antar kedua negara.
Lukman melihat, data tenaga kerja AS yang mendingin juga telah menyeret turun dolar AS. Laporan ketenagakerjaan AS untuk Februari 2025 menunjukkan bahwa ekonomi AS menambahkan 151.000 pekerjaan, meningkat dari revisi ke bawah 125.000 pada Januari, tetapi di bawah ekspektasi pasar sebesar 160.000.
‘’Dolar AS melemah oleh data pekerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan. Dolar AS juga melemah oleh kekhawatiran retaliasi akan tarif Trump,’’ kata Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (11/3).
Kendati demikian, Lukman memandang bahwa fundamental dolar AS masih solid dan siap berbalik menguat ke level 108. Jika dibandingkan Eropa, prospek suku bunga dan pertumbuhan ekonomi AS dinilai masih lebih.
Suku bunga Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan berkisar 2.25% dibandingkan the Fed sebesar 3.75% - 4% di 2025. Sementara itu, pertumbuhan zona eropa diperkirakan sebesar 0.9% dibandingkan AS yang diproyeksi sebesar 2.4%.
Dolar juga bisa lebih kuat berkat sentimen perang dagang. Tindakan balasan negara-negara yang diincar AS memang bisa melemahkan ekonomi, namun dolar kemungkinan justru diandalkan dalam kondisi konflik.
‘’Sebenarnya masih banyak ketidakpastian dari perang dagang, investor saat ini hanya bisa berspekulasi. Menurut saya, perang dagang walau cenderung akan melemahkan ekonomi AS, namun bisa menguatkan dolar AS dalam konteks risk off sentimen,’’ imbuh Lukman.
Lukman berujar, saat ini cukup sulit untuk menentukan prospek nilai tukar dolar ke depannya. Namun yang jelas, dolar kemungkinan masih akan berbalik menguat karena diandalkan sebagai aset aman (safe haven). EURUSD diperkirakan di level 1.0000, GBP 1.18000 - 1.20000, AUDUSD 0.58000, NZDUSD 0.53000, USDCHF 0.8500 di tahun 2025.
Sementara itu, Yen Jepang dipastikan bisa menguat terhadap dolar AS tahun ini karena menjadi safe haven dan potensi suku bunga masih akan dikerek oleh Bank of Japan. USDJPY diperkirakan di level 140 pada 2025.
Menurut Sutopo, di tengah kondisi dolar melemah, beberapa mata uang utama yang mungkin mampu outperform atau mengungguli dolar AS. Misalnya Yuan China (CNY) yang telah menunjukkan peningkatan penggunaan internasional, terutama dalam perdagangan dengan negara-negara seperti Rusia dan Brasil.
Selain itu, meskipun ada tantangan ekonomi di zona Euro, euro tetap menjadi mata uang yang bernilai karena kekuatan ekonomi zona tersebut. Namun narasi suku bunga yang lebih rendah tetap menjadi ancaman bagi penguatan euro.
Terakhir, lanjut Sutopo, Yen Jepang yang sering dianggap sebagai mata uang safe haven kemungkinan lebih kuat terhadap dolar. Mata uang Yen didiukung prospek suku bunga Bank of Japan (BoJ) yang lebih tinggi.
Baca Juga: Data Ekonomi Lemah, Indeks Dolar AS Menuju Level Terendah dalam 11 Minggu
Selanjutnya: Askrindo Berikan Asuransi Kecelakaan Gratis untuk Pemudik, Cek Daerah Tujuannya
Menarik Dibaca: Ini Tips Liburan Hemat Saat Lebaran ala Tiket.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News