Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas mata uang Asia kembali menguat terhadap dolar AS sepekan terakhir. Hal ini seiring melemahnya indeks dolar (DXY) sejalan dengan perlambatan data-data ekonomi terakhir dari AS.
Meski begitu, Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo berpandangan bahwa DXY hanya mengalami koreksi teknis. Menurutnya, meskipun pertumbuhan ekonomi AS terlihat mulai mendingin, namun sikap The Fed yang masih hawkish untuk menunda pelonggaran serta ancaman tarif terhadap inflasi masih akan menjadikan dolar sebagai aset yang dipegang.
"Oleh karena itu, penguatan mata uang Asia juga hanya bersifat koreksi teknis," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (24/2).
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong mengamini bahwa masih terlalu dini untuk mengabaikan ancaman perang tarif Trump. Lukman melihat ancaman tarif Trump masih cukup besar setelah mengumumkan tarif resiprokal dan tarif universal terutama pada mata uang negara-negara eksportir besar AS seperti China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, India dan Vietnam.
"Kecuali ada dialog yang menghasilkan kesepakatan pada masing-masing negara, maka mata uang negara-neegara tersebut masih akan kembali tertekan," sebutnya.
Baca Juga: Prospek Dolar AS Tetap Kuat, Ini Mata Uang Utama yang Tetap Bisa Jadi Perhatian
Di sisi lain, yen Jepang (JPY) justru menjadi perhatian utama investor seiring prospek kenaikan suku bunga Bank of Japan (BoJ) yang semakin meningkat akhir-akhir ini. Karenanya, Lukman menilai hanya JPY yang masih tetap prospektif di tengah ketidapastian saat ini.
Research & Development Trijaya Pratama Futures, Alwi Assegaf sepakat bahwa mata uang Asia yang masih prospektif hanya JPY. Sebab, proyeksi prospek peningkatan suku bunga BoJ didukung data inflasi Jepang yang mengalami kenaikkan dan juga upah yang mengalami peningkatan, sehingga bisa mendorong inflasi lebih tinggi.
"Dengan begitu peluang BoJ untuk menaikan suku bunga menjadi lebih besar, yang menjadi dorongan positif untuk Yen," terangnya.
Lukman memperkirakan USDJPY bisa mencapai 145 di semester I 2025 dan 140 pada akhir tahun nanti. Sementara Alwi memperkirakan JPY di level 150 pada akhir tahun.
Sementara itu, Sutopo berpandangan bahwa selain JPY, CNY dan INR juga cukup menarik untuk diperhatikan. Untuk CNY, karena upaya China untuk menginternasionalkan mata uangnya, tetapi memang, kekhawatiran atas sektor properti China dan potensi perlambatan pertumbuhan PDB dapat menciptakan beberapa volatilitas.
"Yuan diperkirakan akan menghadapi beberapa volatilitas tetapi dapat tetap relatif stabil karena kebijakan ekonomi China dan perjanjian perdagangan internasional," sebutnya.
Sentimen investor juga semakin didorong oleh rencana aksi Beijing 2025, yang menarik investasi asing dengan memudahkan akses ke sektor telekomunikasi dan bioteknologi China meskipun ada ketegangan geopolitik. Selain itu, rencana revitalisasi pedesaan China 2025, yang difokuskan pada reformasi pertanian dan pertumbuhan pedesaan, memperkuat prospek positif untuk Yuan.
Baca Juga: Mata Uang Asia Terangkat Penundaan Tarif Trump, Bagaimana Prospek Selanjutnya?
Di sisi moneter, People's Bank of China (PBoC) mempertahankan suku bunga pinjaman utamanya pada Februari 2025, yang memperkuat stabilitas ekonomi. Namun, kenaikan lebih lanjut dibatasi oleh ketegangan perdagangan AS-China yang baru, setelah Trump menginstruksikan Komite Investasi Asing untuk mengekang investasi Tiongkok di sektor-sektor penting.
Dus, CNY diperkirakan akan diperdagangkan pada 7,35 pada akhir kuartal ini, cenderung stabil dan meningkat ke 7,45 dalam jangka yang lebih lama.
Kemudian INR memiliki potensi karena sektor teknologi India yang sedang berkembang pesat, tenaga kerja muda, dan proyek infrastruktur yang ambisius. Dorongan pemerintah dengan slogan 'Make in India' juga memperkuat ekspor.
Namun, inflasi yang tinggi dan defisit perdagangan yang terus-menerus dapat menimbulkan tantangan. Rupee diperkirakan mengalami fluktuasi karena inflasi tinggi dan defisit perdagangan, tetapi dapat stabil menjelang akhir tahun dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat.
Dus, INR diperkirakan akan diperdagangkan pada 86,87 pada akhir kuartal ini, dan 87,39 dalam waktu yang lebih lama.
Selanjutnya: Dilantik Jadi Chief Investment Danantara, Pandu Sjahrir Mundur dari Wadirut TOBA
Menarik Dibaca: Ajak Perempuan Hijab Terapkan Gaya Hidup Sehat, Nivea Hijab Run 2025 Sukses Digelar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News