Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
Dengan adanya aktivitas ekspansi dan refinancing debt, perusahaan dapat lebih berkembang serta mampu membukukan laba yang berkelanjutan dan stabil. Sehingga pada akhirnya, perusahaan dapat berkontribusi terhadap perekonomian, baik melalui perputaran bisnisnya yang mencakup supply chain ataupun dalam hal pembayaran pajak ke negara.
Ike juga melihat, kondisi pasar saham sejauh tahun 2021 ini terlihat lebih kebal dibandingkan tahun lalu. Ini tercermin dari IHSG yang mampu bertahan di kisaran 5.939 hingga 6.100-an, padahal tengah terjadi kenaikan tingkat kasus infeksi Covid-19.
Baca Juga: IHSG turun 0,24% pada Selasa (7/9), investor asing net buy saham BBCA, TLKM, BMRI
"Hal tersebut tentunya berbeda dengan kepanikan pada tahun 2020, di mana IHSG anjlok sangat drastis mencapai level 3.930-an. Padahal jika dilihat dari total kasus aktif, pada periode Juni 2021 lebih tinggi dibanding periode Maret 2020," ujarnya kepada Kontan, Selasa (7/9).
Lebih lanjut Ike mengungkapkan, pada Juni 2021, Indonesia memasuki fase gelombang kedua Covid-19. Angka infeksi Indonesia di gelombang kali ini lebih tinggi dibandingkan kasus-kasus sebelumnya, namun IHSG berhasil bertahan di atas level 5.900-an.
Adapun sepengamatannya, kendati kondisi lebih baik dibandingkan tahun lalu, pelaku pasar saat ini cenderung wait and see atas berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Khususnya, terkait perkembangan PPKM dan kebijakan moneter guna mengantisipasi tapering. Ini terlihat dari pergerakan IHSG yang cenderung sideways.
Selanjutnya: Pendapatan Mitra Pinasthika (MPMX) naik 18,38% pada semester pertama 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News