Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) melihat antusiasme dan optimisme pelaku pasar sepanjang tahun 2021. Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan, ini tidak terlepas dari stabilitas nasional dan pemulihan ekonomi yang masih berlanjut.
Asal tahu saja, BEI masih mengantongi 30 perusahaan dalam pipeline initial public offering (IPO). Perkiraan total dana yang dihimpun mencapai Rp 9,6 triliun. Adapun perusahaan yang bermaksud melakukan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue, berjumlah 44 perusahaan dalam pipeline bursa. Total dana right issue yang direncanakan sebesar Rp 116,57 triliun.
Sementara untuk obligasi dan sukuk, saat ini sudah 26 emisi yang berada di pipeline bursa yang akan diterbitkan oleh 17 perusahaan. Total emisi obligasi maupun sukuk yang direncanakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut sebesar Rp 24,84 triliun.
Mempertimbangkan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga dan pemulihan ekonomi yang berlanjut, Nyoman optimis penawaran umum saham, obligasi dan sukuk masih terus bertumbuh ke depan.
Baca Juga: Asing catat net buy Rp 193 miliar saat IHSG turun, saham-saham ini banyak ditadah
Optimisme ini juga ditopang oleh pertumbuhan yang baik dari sisi jumlah investor. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, jumlah investor di pasar modal hingga 31 Juli 2021 mencapai 5,8 juta investor atau meningkat 48,7% dibandingkan Desember 2020.
Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Anggaraksa Arismunandar mencermati, pertumbuhan jumlah investor, khususnya investor domestik, merupakan pertanda positif.
"Ini suatu pencapaian yang baik bagi kemajuan bursa saham Indonesia karena tahun-tahun sebelumnya lebih didominasi asing," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (7/9).
Dengan semakin besar porsi investor domestik, ketahanan pasar modal diharapkan lebih kuat. Apalagi, sentimen negatif yang masih membayangi adalah rencana tapering AS. Diharapkan, investor domestik yang mendominasi bisa menahan tekanan aliran dana ke luar.
Sementara itu, Anggaraksa juga mengamati, ramainya penggalangan dana melalui IPO menunjukkan bursa saham yang dianggap masih menarik oleh pelaku pasar. Ini tidak terlepas dari pandangan bahwa bursa saham jauh lebih dapat beradaptasi terhadap pandemi tahun ini dibandingkan tahun lalu.
Di sisi lain, Anggaraksa juga mencermati, aktivitas menghimpun dana di bursa beriringan dengan aktivitas melepas dana ke investor seperti melalui pembagian dividen maupun buyback. Ini menunjukkan, ekosistem yang sehat di bursa.
Adapun Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Ike Widiawati beranggapan, ramainya IPO di bursa mencerminkan perusahaan-perusahaan yang mulai memiliki rencana ekspansi atau tengah dalam proses memperbaiki struktur keuangan perusahaan.
Baca Juga: IHSG terkoreksi, saham-saham ini paling banyak dilego asing
Dengan adanya aktivitas ekspansi dan refinancing debt, perusahaan dapat lebih berkembang serta mampu membukukan laba yang berkelanjutan dan stabil. Sehingga pada akhirnya, perusahaan dapat berkontribusi terhadap perekonomian, baik melalui perputaran bisnisnya yang mencakup supply chain ataupun dalam hal pembayaran pajak ke negara.
Ike juga melihat, kondisi pasar saham sejauh tahun 2021 ini terlihat lebih kebal dibandingkan tahun lalu. Ini tercermin dari IHSG yang mampu bertahan di kisaran 5.939 hingga 6.100-an, padahal tengah terjadi kenaikan tingkat kasus infeksi Covid-19.
Baca Juga: IHSG turun 0,24% pada Selasa (7/9), investor asing net buy saham BBCA, TLKM, BMRI
"Hal tersebut tentunya berbeda dengan kepanikan pada tahun 2020, di mana IHSG anjlok sangat drastis mencapai level 3.930-an. Padahal jika dilihat dari total kasus aktif, pada periode Juni 2021 lebih tinggi dibanding periode Maret 2020," ujarnya kepada Kontan, Selasa (7/9).
Lebih lanjut Ike mengungkapkan, pada Juni 2021, Indonesia memasuki fase gelombang kedua Covid-19. Angka infeksi Indonesia di gelombang kali ini lebih tinggi dibandingkan kasus-kasus sebelumnya, namun IHSG berhasil bertahan di atas level 5.900-an.
Adapun sepengamatannya, kendati kondisi lebih baik dibandingkan tahun lalu, pelaku pasar saat ini cenderung wait and see atas berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Khususnya, terkait perkembangan PPKM dan kebijakan moneter guna mengantisipasi tapering. Ini terlihat dari pergerakan IHSG yang cenderung sideways.
Selanjutnya: Pendapatan Mitra Pinasthika (MPMX) naik 18,38% pada semester pertama 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News