kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Korban investasi Grup Fikasa melaporkan kasus penipuan dan investasi ke Bareskrim


Jumat, 17 Juli 2020 / 21:39 WIB
Korban investasi Grup Fikasa melaporkan kasus penipuan dan investasi ke Bareskrim
ILUSTRASI. Sebanyak 250 nasabah telah melaporkan manajemen Grup Fikasa ke Bareskrim pada Juni 2020.


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus gagal bayar Grup Fikasa masih terus berlanjut di tengah pandemi Covid-19. Setelah melalui proses yang panjang, Welly Sutanto yang juga mantan agen, bersama korban investasi Grup Fikasa melaporkan kasus penipuan dan investasi ke Bareskrim.

Sebanyak 250 nasabah yang turut menjadi korban telah melaporkan manajemen Grup Fikasa ke Bareskrim pada Juni 2020, lewat kuasa hukum yang telah mereka tunjuk. Diungkapkan total kerugian mencapai Rp 158 miliar dari investasi nasabah di perusahaan-perusahaan naungan Grup Fikasa tersebut.

"Ada empat perusahaan yang kami laporkan, yakni PT Wahana Bersama Nusantara, PT Tiara Global Propertindo, Koperasi Alto dan produk reksadana Berlian Aset Manajemen (BAM), semuanya adalah Grup Fikasa. Kebanyakan, diinvestasikan ke Tiara Global Propertindo," kata Welly kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7).

Baca Juga: Pemegang saham Tri Banyan Tirta (ALTO) tambah kepemilikan saham

Sebelum melaporkan ke Bareskrim beberapa nasabah yang juga korban sempat mengajukan PKPU terhadap Wahana Bersama Nusantara, namun ditolak. Welly menyampaikan, manajemen sempat menawarkan skema pembayaran, namun cenderung dianggap merugikan nasabah dengan waktu pembayaran 7 tahun. Rencananya, pada 22 Juli 2020 manajemen Grup Fikasa bakal kembali menawarkan skema pembayaran dana investasi berikut bunganya.

Kasus gagal bayar Group Fikasa bermula dari iming-iming investasi dengan bunga tinggi antara 9% hingga 12% per tahun. Nasabah ditawari produk medium term notes (MTN) dengan jangka waktu 1 bulan hingga 1 tahun dengan bunga fixed di atas bunga deposito. Ada juga investasi repo dengan jaminan saham, dimana untuk kasus Welly dan 250 nasabah lainnya ditempatkan di dua emiten yakni PT Saraswati Griya Lestari Tbk (HOTL) dan PT Tri Banyan Tirta Tbk (ALTO).

Baca Juga: BI: Tawaran promissory note Grup Fikasa tak berizin

"Kami juga dijanjikan bakal jadi pemegang saham jika MTN bermasalah, tapi sampai sekarang tidak. Untuk itu, pekan ini kami berencana untuk melaporkan perusahaan ke Polda Metro Jaya," kata Welly.

Di sisi lain mewakili puluhan nasabah korban Grup Fikasa, kuasa hukum Alvin Lim, SH, MH(c), MSc, CFP dari LQ Indonesia Lawfirm mengatakan, baru-baru ini kembali melaporkan dua anak perusahaan Group Fikasa yakni Wahana Bersama Nusantara dan perusahaan air minum Total ke Polda Metro Jaya.

Adapun isi laporan tersebut terkait dugaan penipuan dan penggelapan dengan modus investasi bodong. Penawaran investasi tersebut ditawarkan dalam bentuk promissory notes atau serupa deposito dengan bunga tetap, tapi ketika jatuh tempo dananya tidak cair.

"Klien kami yang menjadi korban tersebar di Bandung, Jakarta, Surabaya, Medan dan lainnya, berjumlah puluhan dengan total kerugian mencapai Rp 80 miliar lebih," ungkap Alvin kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7).

Baca Juga: Penjualan naik, rugi bersih Tri Banyan Tirta (ALTO) malah bengkak di kuartal I-2020

Alvin menyampaikan bahwa sudah ada itikad baik dari manajemen Grup Fikasa untuk memenuhi tanggung jawab. Namun sampai saat ini belum ada kesepakatan sehingga proses di kepolisian masih berlanjut. Dalam penyelidikan, Alvin menyebukan sudah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi pelapor dan keempat terlapor sudah datang diperiksa. Adapun tindak lanjut penyidik selanjutnya adalah periksa ahli dan gelar untuk naik sidik (penyidikan).

Terkait seberapa besar potensi dana nasabah bisa dikembalikan, Alvin menjelaskan bahwa pihak Fikasa mengaku sudah tidak memiliki cash dan hanya bersedia membayar ganti rugi dalam bentuk aset (tanah, rumah dan properti). Sementara itu, keinginan klien Alvin adalah pertanggungjawaban lewat aset dengan nilai wajar dan bukan di-mark-up.

"Saat ini kami masih melakukan negosiasi, jika gagal maka akan dilanjutkan ke proses pidana untuk dijadikan tersangka dan jebloskan para pelaku ke tahanan sesuai hukum berlaku," tegasnya.

Baca Juga: Pertumbuhan entitas ilegal meningkat, ini yang dilakukan Satgas Wapada investasi

Bahkan, Alvin menduga kasus gagal bayarnya Grup Fikasa berkaitan dengan kasus Jiwasraya. "Dugaan kami, uangnya (investasi nasabah) dibuat goreng saham Bentjok. Ada rekaman yang beredar antara Agung Salim," tambahnya.

Kepala Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mengungkapkan, informasi terkait Fikasa Group yang menawarkan promissory notes dengan imbal hasil 9%-12% dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun di daerah Kepulauan Riau pernah diterima Tim Kerja SWI Daerah Kepulauan Riau pada Mei 2019.

"Terhadap hal tersebut, Tim Kerja SWI Daerah Kepulauan Riau sudah pernah meminta klarifikasi kepada Fikasa Group dan menyampaikan surat kepada Fikasa Group untuk tidak memasarkan surat utang/promissory note, tapi belum ada tanggapan dari Fikasa Group," kata Tongam kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7).

Baca Juga: Juni 2020, Satgas Waspada Investasi menutup 105 fintech ilegal dan bekukan 99 entitas

Sebagai upaya untuk mengurangi risiko terjebak investasi ilegal, saat itu SWI meminta kepada masyarakat agar segera melapor ke polisi apabila merasa dirugikan. SWI juga secara berlanjut meminta masyarakat agar waspada terhadap penawaran investasi dengan mengecek legalitas perusahaan dan rasional imbal hasilnya. "Untuk saat ini, kami percayakan penanganannya pada penegak hukum," tandas Tongam.

Hingga berita ini diturunkan Kontan.co.id belum menerima tanggapan dari Agung Salim. Panggilan telepon dan pesan singkat kepada Agung Salim pun tak menuai hasil.

Baca Juga: Lindungi nasabah Koperasi, Kemenkop dan Bareskrim Polri jalin kerjasama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×