kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.299.000   5.000   0,22%
  • USD/IDR 16.585   5,00   0,03%
  • IDX 8.258   6,92   0,08%
  • KOMPAS100 1.128   -3,16   -0,28%
  • LQ45 794   -6,53   -0,82%
  • ISSI 295   3,34   1,15%
  • IDX30 415   -3,30   -0,79%
  • IDXHIDIV20 467   -5,39   -1,14%
  • IDX80 124   -0,60   -0,48%
  • IDXV30 134   -0,53   -0,39%
  • IDXQ30 130   -1,48   -1,13%

Konflik AS-China Meruncing, Bakal Berefek ke Pasar Saham Indonesia?


Minggu, 12 Oktober 2025 / 20:00 WIB
Konflik AS-China Meruncing, Bakal Berefek ke Pasar Saham Indonesia?
ILUSTRASI. Pasar saham kembali dibuat was-was dengan hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali memanas.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham kembali dibuat was-was dengan hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali memanas. Ini setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana untuk memberlakukan tarif tambahan hingga 100% terhadap seluruh impor dari China.

Selain itu, Trump juga berencana menerapkan kontrol ekspor pada berbagai perangkat lunak strategis mulai 1 November 2025.

Trump menyampaikan kebijakan tersebut melalui akun media sosial pribadinya, dengan alasan bahwa China telah memberlakukan pengendalian ekspor terhadap elemen tanah jarang atau rare earth elements sebagai bahan vital dalam industri semikonduktor dan teknologi tinggi.

Jika tarif baru benar-benar diterapkan, maka bea impor atas barang China akan melonjak jauh di atas tarif 30% yang sudah berlaku saat ini.

Baca Juga: IHSG Bakal Tertekan Konflik Dagang AS dan China yang Kembali Panas

Langkah agresif tersebut memperburuk hubungan antara dua raksasa ekonomi dunia dan langsung mengguncang pasar keuangan global. Bursa saham AS Wall Street anjlok pada perdagangan Jumat (10/10/2025), dengan nilai pasar yang dilaporkan menyusut sekitar US$ 2 triliun.

Ketiga indeks saham utama AS anjlok setelah pernyataan Trump. Jumat (10/10/2025), Dow Jones Industrial Average anjlok 878,82 poin atau 1,90% menjadi 45.479,60. Indeks S&P 500 ambles 182,60 poin atau 2,71% menjadi 6.552,51 dan Nasdaq Composite turun 820,20 poin, atau 3,56% ke posisi 22.204,43.

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat mengatakan umumnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turut bergerak searah dengan penurunan yang terjadi di bursa AS.

Namun, kondisi pasar saham Indonesia saat ini disebut tidak sepenuhnya bergerak secara normal lantaran IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh saham-saham konglomerat.

"Kemungkinan sih IHSG turun ya tapi sedikit saja, bahkan tetap ada kemungkinan naik. Pada intinya tidak berpengaruh sama sekali pemberitaan yang di AS tersebut," kata Teguh kepada Kontan, Minggu (12/10/2025).

Meski begitu, Teguh mengingatkan, saham-saham yang banyak dimiliki investor asing, terutama di sektor perbankan seperti BBCA dan BBRI berpotensi mengalami tekanan aksi jual.

"Asing pasti panik dan akan keluar, tapi itu tidak akan bikin IHSG turun kalau disisi lain saham-saham konglomerat justru naik," tambah Teguh.

Baca Juga: IHSG Berpotensi Tertekan, Cermati Rekomendasi Saham untuk Senin (13/10)

Amankan Likuiditas

Lebih lanjut, Teguh menjelaskan, koreksi di pasar saham AS kemungkinan masih bisa berlanjut tergantung pada hasil negosiasi antara pemerintah AS dan China dalam beberapa pekan ke depan. Dalam kondisi penuh ketidakpastian seperti ini, fund manager global cenderung membutuhkan posisi cash dalam bentuk dolar AS.

“Di AS setiap kali terjadi penurunan saham dianggap sebagai kesempatan untuk buy the weakness. Jadi, fund manager akan butuh posisi cash. Kalau disuruh memilih, mereka pasti lebih fokus di pasar AS, karena potensi pertumbuhan ada di sana,” terangnya.

Teguh menambahkan, meski tekanan eksternal bisa menimbulkan aksi jual asing, struktur pasar Indonesia yang kurang normal membuat IHSG tidak akan terkoreksi terlalu dalam.

Selain itu, Teguh juga menerangkan penurunan di pasar saham AS belakangan ini lebih dipicu oleh aksi ambil untung atau profit taking ketimbang perubahan fundamental.

Teguh menjelaskan saat pengumuman tarif pertama Trump pada April lalu, indeks S&P 500 sempat turun dalam ke sekitar 5.000. Tapi pada perdagangan Kamis (9/10), indeks itu sudah berada di level 6.700, naik jauh dari posisi April. 

"Jadi kemungkinan penurunan tersebut karena profit taking. Ada yang beli saham saat S&P turun, sekarang sudah naik tinggi dan ada momentum kayak ini yaudah profit taking dulu, karena ini namanya perang tarif engga akan beres dalam waktu singkat. Tapi secara keseluruhan, sebetulnya memang sudah tidak berpengaruh karena S&P secara keseluruhan sudah naik tinggi," jelas Teguh.

Baca Juga: Perang Dagang AS-China Kembali Berkobar, Simak Proyeksi IHSG Senin (13/10/2025)

Secara terpisah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, Fath Aliansyah, menilai bahwa dalam jangka pendek IHSG berpotensi mengalami volatilitas tinggi akibat sentimen yang muncul dari memanasnya hubungan antara AS dan China.

Menurut Fath, koreksi tajam yang terjadi di bursa AS juga dapat menular ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini, kata dia, bisa menjadi bagian dari rotasi aset yang dilakukan para pengelola dana untuk mengalihkan portofolio ke negara yang dinilai mampu memberikan return lebih baik ketika risiko meningkat atau saat mereka perlu menjaga likuiditas.

Namun, Fath menekankan, pergerakan IHSG banyak dipengaruhi aliran dana pada saham-saham milik konglomerasi besar. "Sehingga sangat mungkin sekali terjadi anomali atau terjadi rebound yang lebih cepat apabila terjadi koreksi sementara," ucap Fath kepada Kontan, Minggu (12/10/2025).

Selanjutnya: Ekspor Furnitur Indonesia ke Prancis Tembus US$ 61,14 Juta Hingga Juli 2025

Menarik Dibaca: Cara Mengelola Keuangan yang Tepat demi Mencapai Kebebasan Finansial

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×