kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.491.000   15.000   1,02%
  • USD/IDR 15.819   36,00   0,23%
  • IDX 7.187   52,40   0,73%
  • KOMPAS100 1.105   11,03   1,01%
  • LQ45 876   7,90   0,91%
  • ISSI 219   2,30   1,06%
  • IDX30 447   3,66   0,83%
  • IDXHIDIV20 540   4,70   0,88%
  • IDX80 127   1,25   1,00%
  • IDXV30 135   1,40   1,05%
  • IDXQ30 149   1,10   0,74%

Kinerja Vale Indonesia (INCO) Diprediksi Melandai di 2024, Ini Pemicunya


Rabu, 21 Februari 2024 / 19:49 WIB
Kinerja Vale Indonesia (INCO) Diprediksi Melandai di 2024, Ini Pemicunya
ILUSTRASI. Karyawan mengenakan pakaian khusus saat melakukan pengecekan proses peleburan nikel di smelter milik PT VALE Indonesia di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023). Kinerja Vale Indonesia (INCO) Diprediksi Melandai di 2024, Ini Pemicunya.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO) diproyeksikan turun pada tahun 2024 ini dibandingkan tahun 2023. Hal ini disebabkan turunnya harga nikel akibat pasokan yang berlebih.

Research Analyst MNC Sekuritas Alif Ihsanario mengatakan, sentimen yang membayangi penambang nikel adalah kondisi kelebihan pasokan dari upaya hilirisasi yang agresif di Indonesia.

Pasokan yang berlebih karena persediaan rantai pasokan yang sudah menumpuk, ditambah dengan denyut ekonomi yang lesu dari China yang membuat harga anjlok. “Teka-teki kelebihan pasokan ini diperkirakan akan berlanjut setidaknya hingga 2025,” tulisnya dalam riset, Selasa (20/2).

Baca Juga: Vale (INCO) Menyebut Belum Ada Perjanjian Terkait Harga Divestasi 14% Saham

Karenanya, kinerja INCO tahun ini diperkirakan akan tertekan. MNC Sekuritas memperkirakan pendapatan perseroan turun 18,69% menjadi US$ 1 miliar dan laba bersih turun 49,69% menjadi US$ 138 juta.

Prospek INCO juga tertahan karena ada juga kekhawatiran mengenai berkurangnya permintaan nikel karena meningkatnya preferensi industri kendaraan listrik terhadap baterai Lithium Ferro-Phosphate (LFP). Hal ini karena LFP memiliki siklus hidup yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah dari termal.

Berbagai sumber, Fastmarkets dan ARK Investment telah menunjukkan kecenderungan bahwa baterai LFP akan semakin lazim di masa depan.

Pada 2033, baterai LFP diperkirakan akan mendominasi 48% pangsa pasar EV, energy storage system dan elektronik konsumen. Selanjutnya baru diikuti oleh baterai NMC sebesar 43%.

Baca Juga: Simak Rekomendasi dan Pilihan Saham Untuk Perdagangan Selasa (20/2)

Meski begitu, Alif melihat pasar EV di barat masih mendukung baterai NMC karena adanya kekhawatiran akan jarak tempuh.

Selain itu, menurut McKinsey, sel NMC811 sudah memiliki biaya bahan baku yang sama dengan LFP. Kesenjangan harga lebih tepat dikreditkan ke premi harganya, termasuk biaya produksi dan depresiasi, serta premi nilai tambah dan laba.

Pada 2021, premi harga terhadap biaya bahan baku untuk sel NMC811 mencapai sekitar 80%, jauh lebih besar daripada LFP yang hanya sekitar 35%. “Harga akan menurun secara signifikan atau tidak tergantung pada kelonggaran kebijakan IRA di masa depan dengan memperhatikan implikasi FEOC,” paparnya.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×