Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO) terbebani penurunan harga nikel global. Langkah penyelesaian divestasi saham 34% kepada MIND ID di tahun 2024 diharapkan menjadi upaya keberlanjutan bisnis INCO.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan menjelaskan, kondisi surplus telah memicu penurunan yang lebih cepat pada harga nikel LME sejak awal kuartal IV 2023 menjadi di bawah US$17.000 per ton. Padahal, harga nikel global diperkirakan bisa mencapai US$ 19.000 per ton di tahun 2024.
Hasan melihat, penurunan harga tersebut berkaitan dengan pasokan nikel kelas 1 yang secara tak terduga mengalami peningkatan kuat dan telah melebihi permintaan. Ini sebagian didorong oleh aliran produksi nikel Tiongkok yang dipelopori oleh Huayou pada Juli 2023 ke gudang nikel LME.
Oleh karena itu, BRI Danareksa Sekuritas menilai pasar nikel akan tetap mengalami surplus tinggi di atas 200 ribu ton. Imbasnya, harga nikel tahun 2024 diproyeksi turun menjadi US$17.000 per ton dari sebelumnya US$ 19.000 per ton.
Baca Juga: Akan Caplok 14% Saham Vale (INCO), Begini Kinerja MIND ID Per Semester I 2023
Sementara itu, Average Selling Price (ASP) atau harga jual rata-rata nikel INCO diperkirakan sekitar US$13.260 per ton di tahun 2024. Harga tersebut lebih rendah seiring pula volume produksi nikel yang kemungkinan tetap bertahan pada tingkat tinggi.
Hasan memperkirakan produksi INCO akan tetap tinggi pada 2024 setelah proyek Furnace-4 kembali beroperasi. Selain itu, produksi INCO didukung pemeliharaan lebih lanjut (maintenance) pada proyek Furnace-2 di kuartal I-2023.
“Kami tidak mengira bakal ada pemeliharaan yang besar di tahun depan, sehingga volume produksi INCO tahun 2024 akan dipertahankan seperti tahun 2023 sebesar 70 ribu ton,” ungkap Hasan dalam riset 30 November 2023.
Research Analyst Reliance Sekuritas Ayu Dian mengatakan, pihak INCO menargetkan volume produksi sebesar 70.800 nikel matte pada tahun 2024 atau relatif sama dengan target di tahun 2023. Proyeksi datar tersebut seiring dengan masih adanya pemeliharaan alat produksi.
Hanya saja, aktivitas produksi yang cukup tinggi kemungkinan tidak diimbangi dengan lesunya harga nikel. Harga nikel global masih akan relatif tertekan di tengah permintaan China yang berpotensi melambat, menyusul lemahnya ekonomi negara tersebut.
Baca Juga: Gelar RUPS, Vale Indonesia (INCO) Rombak Jajaran Direksi
Kabar baiknya, Ayu menilai langkah divestasi saham INCO dapat mendukung prospek kinerja INCO. Seperti diketahui, PT Vale Indonesia Tbk tengah dalam proses melepaskan 14% saham kepada MIND ID, sehingga struktur kepemilikan bakal menjadi 34% di tahun 2024.
“Divestasi saham INCO dapat menjadi katalis positif bagi keberlangsungan usaha karena INCO akan mendapatkan izin operasi pertambangan di wilayah konsesi nikel di Indonesia,” ujar Ayu kepada Kontan.co.id, Selasa (12/12).
Dengan demikian, Ayu menuturkan, INCO dapat melanjutkan pengerjaan proyek HPAL dan RKEF yang diestimasikan rampung pada tahun 2025. Sejauh ini, pasar dinilai memang masih cenderung wait and see dengan hasil akhir dari harga divestasi INCO.
Analis Samuel Sekuritas Juan Harahap turut memandang rencana divestasi saham kepada MIND ID bakal menjadi katalis positif untuk Vale Indonesia. Meskipun INCO harus menyerahkan lebih banyak saham 14% daripada rencana awal yakni 11%.
“INCO kemungkinan besar tetap memegang kendali operasional penuh tambang Sorowako, yang menjamin terlaksananya rencana ekspansinya,” tulis Juan dalam riset 14 November 2023.
Baca Juga: Saham Vale Indonesia (INCO) Anjlok, Begini Dampaknya ke Harga Divestasi
Juan memaparkan, proses perizinan untuk tambang Bahodopi diperkirakan selesai pada November 2023. Kemudian, INCO diperkirakan akan menerima persetujuan AMDAL untuk proyek tambang Pomalaa pada bulan Februari 2024, sementara proses pembiayaan HPAL telah dimulai untuk izin proyek HPAL yang diperkirakan selesai pada bulan Desember 2023 dengan kapasitas hingga 120.000 ton per tahun.
INCO juga telah menandatangani perjanjian definitif dengan Huayou untuk proyek Sorowako pada Agustus 2023. INCO sedang melakukan studi kelayakan yang diharapkan selesai pada Desember 2023.
Terlepas dari proyek jangka panjang INCO, Samuel sekuritas menurunkan proyeksi laba bersih INCO di tahun 2024 sebesar -29.0%yoy menjadi US$ 195 juta. Penyesuaian proyeksi karena melihat harga nikel global akan cenderung lemah di 2024 akibat melimpahnya suplai, terutama dari Indonesia.
BRI Danareksa Sekuritas turut menyesuaikan laba bersih INCO tahun 2024 bakal turun sebesar -28% YoY menjadi Rp 162 juta dari perkiraan tahun 2023 sebesar Rp 287 juta. Revisi kinerja tersebut mencerminkan adanya penurunan pada perkiraan harga nikel dan ASP nikel matte.
Baca Juga: Divestasi Vale (INCO), Pemerintah Dorong MIND ID Jadi Pemegang Saham Mayoritas
Adapun laba bersih kumulatif INCO tercatat sebesar US$ 221 juta yang bertumbuh 31.3%yoy hingga September 2023. Pendapatan INCO terpantau senilai US$ 937,89 juta per kuartal III-2023 atau naik 11.9%yoy dari pendapatan di periode yang sama tahun lalu.
Hasan mempertahankan rekomendasi buy, namun dengan target harga lebih rendah di Rp 6.500 per saham dari target sebelumnya Rp 7.000 per saham. Risiko utamanya adalah penurunan harga nikel lebih rendah dan adanya upaya maintanance besar lainnya.
Menurut Hasan, penurunan harga saham INCO saat ini seiring dengan semakin dekatnya penyelesaian divestasi emiten tambang nikel tersebut. Rincian mekanisme transaksinya harus diselesaikan dalam bentuk kesepakatan definitif, dengan transaksi yang diharapkan akan selesai pada tahun 2024.
Sementara itu, Ayu Dian menyarankan speculative buy untuk INCO dengan support dan resistance yang dapat dicermati di level Rp 4.110 per saham-Rp 4.550 per saham. Sedangkan, Juan menyarankan lebih baik hold untuk INCO dengan target harga sebesar Rp 5.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News