kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.953.000   -3.000   -0,15%
  • USD/IDR 16.500   45,00   0,27%
  • IDX 6.828   -98,48   -1,42%
  • KOMPAS100 988   -16,47   -1,64%
  • LQ45 764   -13,30   -1,71%
  • ISSI 218   -2,39   -1,08%
  • IDX30 396   -7,05   -1,75%
  • IDXHIDIV20 467   -8,64   -1,82%
  • IDX80 111   -1,85   -1,64%
  • IDXV30 114   -1,16   -1,00%
  • IDXQ30 129   -2,13   -1,62%

Kinerja Sejumlah Emiten Kawasan Industri Lesu, Mana yang Masih Menarik Sahamnya?


Kamis, 08 Mei 2025 / 20:06 WIB
Kinerja Sejumlah Emiten Kawasan Industri Lesu, Mana yang Masih Menarik Sahamnya?
ILUSTRASI. Kinerja sejumlah emiten properti kawasan industri masih lemas di sepanjang tiga bulan pertama tahun 2025.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah emiten properti kawasan industri masih lemas di sepanjang tiga bulan pertama tahun 2025. Hal ini lantaran dampak dari perang dagang akibat kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Coba tengok, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) melaporkan pendapatan sebesar Rp 1,06 triliun di kuartal I 2025, atau menurun 2,1% dibandingkan periode yang sama sebelumnya Rp 1,09 triliun. 

VP of Investor Relations & Sustainability SSIA Erlin Budiman menjelaskan, terdapat penurunan sebesar 57,3% yoy dari segmen perhotelan yang tercatat sebesar Rp99,6 miliar per Maret 2025. Hal ini disebabkan adanya penutupan sementara Hotel Melia Bali untuk renovasi yang dimulai pada Oktober 2024.

“Meskipun segmen perhotelan mengalami penurunan sementara akibat renovasi yang telah direncanakan, SSIA memandang hal ini sebagai investasi strategis untuk meningkatkan portofolio hotel dan meraih nilai tambah yang lebih tinggi dalam jangka menengah,” ungkap Erlin dalam siaran pers, Rabu (7/5).

Hingga akhir Maret lalu, SSIA tercatat membukukan rugi bersih konsolidasian sebesar Rp21,7 miliar, naik dibandingkan rugi bersih sebesar Rp14,9 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Baca Juga: Surya Semesta Internusa (SSIA) Bukukan Pendapatan Rp 1,06 Triliun pada Kuartal I-2025

Lalu, PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 508 miliar per kuartal I 2025. Raihan itu sedikit menurun sekitar 7,5% dibandingkan dengan pendapatan usaha di kuartal pertama tahun 2024 yang sebesar Rp 549 miliar.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan DMAS Tondy Suwanto menjelaskan, segmen industri masih menyumbang kontribusi terbesar. Pendapatan usaha dari sektor industri di kuartal pertama tahun 2025 adalah sebesar Rp 475,9 miliar atau sekitar 93,7% dari pendapatan usaha.

Lalu, sektor komersial dan hunian masing-masing menyumbang sebesar Rp 15,5 miliar dan Rp 8,3 miliar. “Adapun kontribusi lainnya berasal dari pendapatan usaha hotel dan rental,” ujarnya dalam keterbukaan informasi tanggal 29 April 2025.

Laba bersih DMAS juga turun tipis dari Rp 366,12 miliar pada kuartal I 2024, menjadi Rp 355,45 miliar pada kuartal I 2025.

Di sisi lain, PT Jababeka Tbk (KIJA) justru mencatatkan kinerja positif di tiga bulan pertama tahun ini. KIJA membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 1,29 triliun di kuartal I 2025, tumbuh 87% dibandingkan dengan Rp 690 miliar pada periode sama tahun lalu.

Corporate Secretary KIJA, Muljadi Suganda mengatakan, perseroan juga membukukan laba bersih Rp 200,5 miliar di kuartal I 2025, berbalik dari rugi bersih Rp 107,7 miliar di kuartal I 2024. 

“Hal ini terutama karena pertumbuhan pendapatan dan perbaikan margin laba kotor secara keseluruhan,” ujarnya dalam keterbukaan informasi tanggal 2 Mei 2025.

KIJA menargetkan raihan pendapatan prapenjualan alias marketing sales untuk tahun 2025 sebesar Rp3,5 triliun.

Rinciannya, sebesar Rp 1,25 triliun dari target tersebut berasal dari Cikarang dan Rp 800 miliar dari pengembangan lahan dan bangunan industri di Cikarang. Sisanya, Rp 450 miliar dari properti residensial dan komersial di Cikarang, termasuk perusahaan patungan dan lainnya.

“Sisanya sebesar Rp 2,25 triliun berasal dari perusahaan patungan kami di Kendal,” kata Muljadi.

Baca Juga: Pendapatan KIJA Naik 87% Menjadi Rp 1,29 Triliun per Kuartal I 2025, Ini Pendorongnya

Dipengaruhi Kondisi Manufaktur

Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas menyatakan, kinerja emiten properti kawasan industri di periode ini dipengaruhi oleh faktor kinerja industri manufaktur di Tanah Air.

“Di awal bulan April, PMI Manufacturing domestik mengalami kontraksi karena faktor kebijakan perang tarif. Ini tantangan para emiten kawasan industri,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (8/5).

Di sepanjang tahun 2025, faktor perang tarif itu masih akan berlangsung. Alhasil, prospek kinerja emiten properti kawasan industri juga masih berat di tahun ini.

“Jika sudah ada perundingan yang hasilnya optimal, tren PMI Manufacturing akan kembali tumbuh, termasuk di Indonesia,” tuturnya.

Dengan hasil kinerja kuartal I 2025, Nafan pun memberikan accumulative buy untuk KIJA dengan target harga Rp 208 per saham.

Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman melihat, kinerja DMAS akan sangat bergantung pada penjualan lahan industri, yang mana sejauh ini secara penjualan mengalami sedikit penurunan secara 7,4% yoy.

Secara historis, DMAS merupakan emiten yang memberikan pembayaran dividen. Namun, besarannya tergantung dengan kinerja penjualan lahan industri dan ketersediaan kas perusahaan.

“Apabila penjualanan lahan industri mengalami perlambatan, hal ini akan berimbas pada potensi pembayaran dividen di tahun mendatang,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (8/5).

Di sisi lain, KIJA lebih memiliki diversifikasi lahan yang dimiliki. Dalam jangka pendek, kontribusi ke kinerja KIJA akan lebih didorong dari penjualan lahan industri, residensial, dan komersial untuk area Jababeka dan hasil pengembangan dari Kendal Industrial Park (kerjasama dengan Sembcorp) di Jawa Tengah.

Sedangkan, untuk jangka waktu yang lebih panjang, KIJA akan mengembangkan area yang memliki sensitivitas tinggi terhadap industri pariwisata di Tanjung Lesung dan Morotai.

“Melihat performa kuartal I 2025, kawasan Kendal Industrial Park dapat menjadi salah satu sentiment positif terhadap kinerja KIJA di sisa tahun 2025 dan mendatang,” katanya.

Baca Juga: Puradelta Lestari (DMAS) Targetkan Marketing Sales Rp 1,81 Triliun di 2025

Prospek Saham

Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany mengatakan, KIJA berhasil membukukan pendapatan positif lantaran didorong oleh lonjakan dari pilar land development & property serta peningkatan kinerja dari sektor infrastruktur yang tercatat melesat sebesar 230% yoy.

Di sisi lain, pendapatan DMAS per kuartal I 2025 masih ditopang oleh segmen data center. Sedangkan, penurunan pendapatan SSIA lantaran adanya penurunan kinerja perhotelan akibat renovasi.

Indri juga melihat perang tarif global memiliki dampak negatif ke kinerja emiten properti kawasan industri. Ini tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia terkontraksi ke level 46,7.

“Jika indeks PMI terus mengalami kontraksi, maka akan berdampak negatif secara tidak langsung pada kinerja para emiten ke depan,” ungkapnya kepada Kontan, Kamis (8/5).

Melansir RTI, saham DMAS naik 16,28% dalam sebulan terakhir dan 0,67% secara year to date (YTD). Saham SSIA naik 15,49% sebulan belakangan, tetapi ambruk 39,03% YTD.

KIJA juga sama. Sahamnya naik 9,94% sebulan terakhir, tetapi turun 4,84% YTD.

Secara garis besar, penguatan hanya tercermin pada pergerakan harga saham DMAS yang sempat melonjak pada beberapa waktu lalu karena adanya pembagian dividen.

Sementara, kinerja saham KIJA dan SSIA masih berada pada area bawah dan belum ada tanda-tanda pembalikan arah.

Baca Juga: SSIA Alokasikan Capex Rp3,6 Triliun pada 2025, Fokus untuk 2 Proyek Ini

Menurut Indri, di tengah kondisi market saat ini, saham saham second liner masih tidak begitu dilirik. Sebab, kenaikan IHSG secara keseluruhan masih ditopang oleh saham-saham yang memiliki market cap besar seperti bigbanks dan konglomerasi lainnya.

“Sejauh ini, kami belum bisa merekomendasikan saham mana yang menarik sebab belum ada konfirmasi pasti adanya potensi rebound dalam waktu dekat,” tuturnya.

Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto melihat, pergerakan saham SSIA ada di level support Rp 775 per saham dan resistance Rp 865 per saham dengan tren melemah. Alhasil, William juga merekomendasikan wait and see untuk SSIA.

Selanjutnya: Kinerja Anak Usaha Tak Mampu Topang Laba Bank Besar pada Kuartal I-2025

Menarik Dibaca: Nyaris 9 Juta Penonton, Film Jumbo Siap Gusur Posisi Agak Laen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×