kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jika pajak obligasi resmi jadi 10%, reksadana terproteksi dinilai tak lagi menarik


Minggu, 13 Juni 2021 / 12:13 WIB
Jika pajak obligasi resmi jadi 10%, reksadana terproteksi dinilai tak lagi menarik
ILUSTRASI. Reksadana terproteksi makin hari makin dijauhi para investor.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana terproteksi makin hari makin dijauhi para investor. Hal ini bisa tercermin dari jumlah dana kelolaannya yang terus menyusut setiap bulannya. 

Asal tahu saja, pada akhir tahun 2020 jumlah dana kelolaan reksadana terproteksi sebesar Rp 145,27 triliun. Namun, pada akhir Mei hanya tersisa Rp 98,62 triliun. Artinya, dalam lima bulan terakhir penyusutan dana kelolaannya sudah mencapai 32,11%. Banyak kalangan menilai, prospek reksadana terproteksi ke depan semakin suram.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan prospek reksadana terproteksi sebenarnya tergantung pada segmennya. Jika reksadana terproteksi untuk retail, Rudiyanto meyakini prospek ke depannya masih akan menarik. Namun, untuk segmen institusi, nasib reksadana terproteksi ada di ujung tanduk.

Rudiyanto menyebut hal ini ada kaitannya dengan pajak yang berlaku. Saat ini, produk reksadana dikenai pajak 10%, sementara pajak obligasi sebesar 15%. Namun, belakangan ini berkembang wacana bahwa pemerintah akan mengurangi besaran pajak obligasi dari 15% menjadi 10%.

Baca Juga: Asabri butuh suntikan dana Rp 15,16 triliun

“Jika benefit pajak ini hilang di mana tarif pajak turun ke 10%, maka akan menyebabkan penurunan minat di segmen korporasi. Dengan besaran pajak yang sama, reksadana terproteksi pun tak lagi menarik,” ujar Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Jumat (11/6).

Senada, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga menyebut saat ini memang periode yang sulit bagi reksadana terproteksi. Banyak investor reksadana terproteksi yang sedang mengambil posisi wait and see. Hal ini pun membuat banyak manajer investasi tidak mengganti produk reksadana terproteksi yang sudah jatuh tempo.

Baca Juga: Saat pandemi, pengguna layanan digital banking kian bertambah

Menurut Wawan, jika besaran pajak reksadana terproteksi dan obligasi sama-sama 10%, investor institusi akan lebih memilih memegang obligasi secara langsung. Padahal, investor institusi mempunyai porsi yang besar terhadap kepemilikan reksadana terproteksi. Sehingga, bukan tidak mungkin ke depannya produk dan dana kelolaan reksadana terproteksi akan terus turun. 

“Ketika pajaknya sama-sama 10%, dapat dipastikan investor institusi akan meninggalkan reksadana terproteksi. Karena jatuhnya akan lebih mahal seiring harus membayar manajemen fee dan kustodian fee,” imbuh Wawan.

Namun, Wawan masih menyebut reksadana terproteksi sebagai pilihan yang menarik bagi investor retail ke depan. Pasalnya, hanya kelompok investor yang high net worth yang bisa langsung membeli obligasi. Sementara kelompok investor dengan modal yang jauh lebih kecil, akses untuk memiliki obligasi adalah melalui reksadana terproteksi.

Jika wacana pengurangan pajak obligasi menjadi 10% benar-benar dilakukan oleh pemerintah, Rudiyanto berharap akan ada insentif bagi industri reksadana. Misalnya dengan mengembalikan pajak reksadana menjadi 5% sehingga membuat reksadana terproteksi masih tetap menarik.

Baca Juga: Asabri dan Taspen tak bisa lagi sembarangan berinvestasi di saham dan reksadana

Adapun, reksadana terproteksi merupakan salah satu jenis reksadana yang punya porsi cukup besar pada portofolio Panin AM. Tercatat, per akhir Mei 2021, dana kelolaannya mencapai Rp 3,2 triliun. Sementara AUM Panin AM sebesar Rp 13,43 triliun.

Jika sampai kenaikan pajak diberlakukan, Rudiyanto melihat dampaknya akan membuat permintaan terhadap reksadana terproteksi berkurang. Ia pun bilang bukan tidak mungkin pihaknya akan membubarkan reksadana terproteksi yang sudah tidak ada lagi permintaannya. 

Kendati begitu, Panin AM masih akan tetap menerbitkan reksadana terproteksi secara berkala, namun ditujukan untuk investor ritel. Ia bilang, pemilihan obligasi sebagai underlying asset akan dilakukan dengan hati-hati untuk antisipasi risiko gagal bayar. “Kami juga akan menekankan bahwa ada risiko-risiko seperti risiko gagal bayar yang harus bisa dipahami dan diterima,” pungkas Rudiyanto.

Baca Juga: Intip strategi Bos Sour Sally Group mengelola portofolio investasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×