Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Menurut Wawan, jika besaran pajak reksadana terproteksi dan obligasi sama-sama 10%, investor institusi akan lebih memilih memegang obligasi secara langsung. Padahal, investor institusi mempunyai porsi yang besar terhadap kepemilikan reksadana terproteksi. Sehingga, bukan tidak mungkin ke depannya produk dan dana kelolaan reksadana terproteksi akan terus turun.
“Ketika pajaknya sama-sama 10%, dapat dipastikan investor institusi akan meninggalkan reksadana terproteksi. Karena jatuhnya akan lebih mahal seiring harus membayar manajemen fee dan kustodian fee,” imbuh Wawan.
Namun, Wawan masih menyebut reksadana terproteksi sebagai pilihan yang menarik bagi investor retail ke depan. Pasalnya, hanya kelompok investor yang high net worth yang bisa langsung membeli obligasi. Sementara kelompok investor dengan modal yang jauh lebih kecil, akses untuk memiliki obligasi adalah melalui reksadana terproteksi.
Jika wacana pengurangan pajak obligasi menjadi 10% benar-benar dilakukan oleh pemerintah, Rudiyanto berharap akan ada insentif bagi industri reksadana. Misalnya dengan mengembalikan pajak reksadana menjadi 5% sehingga membuat reksadana terproteksi masih tetap menarik.
Baca Juga: Asabri dan Taspen tak bisa lagi sembarangan berinvestasi di saham dan reksadana
Adapun, reksadana terproteksi merupakan salah satu jenis reksadana yang punya porsi cukup besar pada portofolio Panin AM. Tercatat, per akhir Mei 2021, dana kelolaannya mencapai Rp 3,2 triliun. Sementara AUM Panin AM sebesar Rp 13,43 triliun.
Jika sampai kenaikan pajak diberlakukan, Rudiyanto melihat dampaknya akan membuat permintaan terhadap reksadana terproteksi berkurang. Ia pun bilang bukan tidak mungkin pihaknya akan membubarkan reksadana terproteksi yang sudah tidak ada lagi permintaannya.
Kendati begitu, Panin AM masih akan tetap menerbitkan reksadana terproteksi secara berkala, namun ditujukan untuk investor ritel. Ia bilang, pemilihan obligasi sebagai underlying asset akan dilakukan dengan hati-hati untuk antisipasi risiko gagal bayar. “Kami juga akan menekankan bahwa ada risiko-risiko seperti risiko gagal bayar yang harus bisa dipahami dan diterima,” pungkas Rudiyanto.
Baca Juga: Intip strategi Bos Sour Sally Group mengelola portofolio investasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News