kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jelang FOMC dan RDG BI, IHSG diprediksi bergerak menguat


Minggu, 13 Juni 2021 / 18:10 WIB
Jelang FOMC dan RDG BI, IHSG diprediksi bergerak menguat
ILUSTRASI. Fokus pelaku pasar saat ini bergeser ke pertemuan kebijakan Federal Reserve pada 15-16 Juni 2021.


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fokus pelaku pasar saat ini bergeser ke pertemuan kebijakan Federal Reserve pada 15-16 Juni 2021. Federal Reserve telah berkomitmen untuk mempertahankan suku bunga mendekati nol dan berjanji tidak akan menaikkan sampai akhir tahun depan.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, pelaku pasar masih mengkhawatirkan kenaikan inflasi hingga beberapa bulan ke depan. Kembalinya perekonomian ke kondisi pra-pandemi berarti diberlakukannya langkah penarikan stimulus bank sentral. Situasi ini membuat prospek akan terjadinya tapering menjadi lebih konkret, dan berpotensi meningkatkan volatilitas di pasar keuangan global.

The Fed diperkirakan akan mengumumkan strategi untuk mengurangi program pembelian obligasi besar-besarannya pada Agustus atau September. Jajak pendapat Reuters memperkirakan the Fed akan mulai memotong pembelian bulanan pada awal tahun depan. "Hal ini mungkin akan menaikkan risiko pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia," kata Hans, Minggu (13/6).

Kenaikan inflasi yang diperkirakan hanya sementara menjadi sentimen positif pasar. Pelaku pasar akan memperhatikan dua data di AS yakni inflasi dan tenaga kerja.

Baca Juga: Menguat sepekan, kurs rupiah akan bergerak tipis pada Senin (14/6)

Inflasi AS periode Mei 2021 tercatat naik 5% dibandingkan tahun lalu dan menjadi angka tertinggi sejak Agustus 2008. Angka ini lebih tinggi dari ekspektasi kenaikan inflasi di 4,7%. Inflasi April sendiri tercatat di level 4,2%. Laju inflasi AS sebagian besar didorong oleh kategori yang terkait dengan pembukaan kembali aktivitas ekonomi secara lebih luas karena program vaksinasi berhasil mengendalikan pandemi, di antaranya adalah kenaikan harga tiket pesawat dan mobil bekas.

Harga mobil dan truk bekas naik lebih dari 7% yang menimbulkan harapan kenaikan inflasi merupakan fenomena sementara. Sepertiga dari kenaikan inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan pada harga mobil dan truk bekas karena ada kendala pasokan. Hal ini berpotensi membuat the Fed tidak cepat merubah kebijakannya. 

Sektor ketenagakerjaan masih di jalur yang positif. Klaim pengangguran mingguan untuk periode yang berakhir pada tanggal 5 Juni 2021 tercatat sebanyak 376.000, lebih rendah dari minggu sebelumnya 385.000. Namun sedikit lebih tinggi dari ekspektasi 370.000.

Data klaim pengangguran merupakan yang terendah sejak pandemi Covid-199 atau dalam 15 bulan terakhir. Biarpun angka klaim pengangguran sudah turun tetapi jumlah klaim tersebut tetap jauh di atas kisaran 200.000 hingga 250.000 yang selama ini dianggap sebagai kondisi pasar tenaga kerja yang sehat.

Tetapi angka klaim pengangguran telah turun dari rekor 6,15 juta pada awal April 2020. "Saat ini pelaku pasar selain memperhatikan angka inflasi juga sangat memperhatikan angka tenaga kerja karena menjadi indikator utama pemulihan ekonomi saat ini," jelas dia.

Baca Juga: Begini prediksi pergerakan IHSG jelang pengumuman suku bunga BI dan The Fed

Selisih yield obligasi AS tenor 10 tahun dan 2 tahun bergerak pada titik tersempit sejak akhir Februari. Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun ke posisi 1,43% merupakan posisi terendah dalam tiga bulan terakhir. Imbal hasil tenor 30 tahun menyentuh posisi 2,13% yang merupakan posisi terendah sejak 26 Februari 2021.

Yield tersebut sempat naik dalam beberapa jam karena inflasi naik di atas perkiraan. Tetapi yield segera turun setelah pelaku pasar berpendapat inflasi bersifat sementara dan laju inflasi AS periode Mei sebagian besar didorong oleh kategori yang terkait dengan pembukaan kembali aktivitas ekonomi secara lebih luas karena program vaksinasi berhasil mengendalikan pandemi. "Yield obligasi AS yang turun akan menjadi sentimen positif bagi pergerakan pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia," kata dia.

Beberapa bank sentral mulai menunjukkan sikap merubah kebijakan moneter yang longgar seiring pulihnya perekonomian dari pandemi Covid-19. Pada April bank sentral Kanada menjadi negara pertama di antara negara-negara G7 yang mulai menarik stimulus masa pandemi dan mengisyaratkan akan mulai menaikkan suku bunga mulai tahun 2022. Sedangkan Bank sentral Norwegia telah mengumumkan rencana untuk menaikkan suku bunga pada kuartal ketiga atau keempat tahun 2021.

Bank Sentral Selandia Baru dan Korea Selatan juga telah memberikan petunjuk kuat bahwa pengetatan kebijakan ada dalam agenda mereka karena kondisi ekonomi mulai membaik. Keputusan negara-negara tersebut lebih dipengaruhi oleh pertimbangan domestik. Perubahan kebijakan moneter The Fed akan menjadi risiko besar untuk bank sentral global khususnya negara berkembang.

Baca Juga: Kapitalisasi pasar bursa capai Rp 7.210,56 triliun pada perdagangan pekan ini

Taper tantrum menjadi ancaman bagi banyak bank sentral negara berkembang termasuk Indonesia. Negara berkembang lebih rentan berusaha memperkuat sistem keuangan mereka untuk menangkal terjadinya pelarian modal yang melanda emerging markets seperti peristiwa taper tantrum pada 2013. Peristiwa itu dipicu oleh petunjuk The Fed untuk mulai melakukan pengetatan moneter, setelah bertahun-tahun menerapkan kebijakan super-longgar selama Krisis Keuangan Global.

Saat ini ada perbedaan besar antara ekonomi yang bangkit kembali dari pandemi, dan negara yang tertinggal akibat gelombang kedua dan lambatnya proses vaksinasi. Beberapa bank sentral EM kemungkinan akan terpaksa menaikkan suku bunga untuk mempertahankan mata uang dari pelemahan. "Langkah pengetatan stimulus moneter dapat mengorbankan ekonomi mereka yang masih rapuh," jelasnya.

Jajak pendapat Reuters memperkirakan Indonesia akan mencatat surplus perdagangan terbesar dalam enam bulan pada bulan Mei sebesar US$ 2,3 miliar. Hal ini terjadi karena ekspor dan impor diprediksi naik di tengah harga komoditas yang tinggi dan pemulihan perdagangan global. Indonesia membukukan surplus perdagangan setiap bulan sejak Mei 2020. Saat ini harga komoditas mulai naik tinggi, dan mitra dagang mulai melonggarkan pembatasan terkait virus covid-19 mendorong ekspor Indonesia cukup kuat.

Di sisi lain pemulihan impor lebih lambat karena permintaan domestik yang lemah. Beberapa data menunjukkan ekonomi Indonesia dalam tren pemulihan yang kuat sehingga berpotensi mendorong sentimen positif pada pasar keuangan khususnya saham. BI diprediksi bakal mempertahankan suku bunga.

IHSG berpeluang konsolidasi menguat dengan support di level 6.047 sampai 5.974 dan resistance di level 6.134 sampai 6.200.

Baca Juga: Tertopang sentimen domestik, simak pergerakan IHSG pada Senin (14/6)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×