Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana belum memperlihatkan hasil yang optimal sepanjang 10 bulan 2021. Menyisakan dua bulan lagi pada tahun ini, tercatat kinerja reksadana belum ada yang melewati 3% secara year to date (lihat tabel).
Nama Indeks | Kinerja ytd (%) |
Infovesta 90 Balance Fund Index | 2,98 |
Infovesta 90 Equity Fund Index | -0,56 |
Infovesta 90 Fixed Income Fund Index | 2,96 |
Infovesta 90 Money Market Fund Index | 2,68 |
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan, kinerja reksadana berbasis deposito cukup terhambat seiring dengan tren penurunan suku bunga. Dengan semakin kecilnya imbal hasil deposito, reksadana pasar uang yang secara historis bisa memberikan imbal hasil di atas 4% per tahun, pada akhirnya kemungkinan menjadi hanya sekitar 2,5%-3,5% saja untuk tahun ini.
Baca Juga: Pelonggaran PPKM dinilai memberi efek berbeda untuk sektor ekonomi tumpuan
Sementara untuk reksadana berbasis obligasi, kekhawatiran akan tapering dan inflasi yang tinggi di luar negeri berdampak terhadap kinerjanya pada tahun ini. Rudiyanto menyebut, meski imbal hasil reksadana pendapatan tetap masih positif, persentasenya kecil. Menurutnya, reksadana yang kinerjanya di atas 3%, umumnya merupakan reksadana pendapatan tetap dengan porsi obligasi korporasi yang lebih besar
Lalu, untuk reksadana berbasis saham, dia melihat IHSG memang sudah rebound dan berkinerja apik. Tapi rebound yang terjadi di saham blue chip baru terjadi 1-2 bulan terakhir.
“Sementara dari awal tahun, kenaikan IHSG lebih banyak dari saham sektor kesehatan dan teknologi yang bobot di reksadananya relatif kecil. Tapi, jika rally pada saham blue chip terus terjadi, diharapkan kinerjanya bisa lebih mengejar kinerja IHSG,” kata Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Senin (1/11).
Baca Juga: PPKM darurat bikin kinerja reksadana kurang optimal sepanjang tahun ini
Lebih lanjut, Rudiyanto meyakini dengan derasnya dana asing yang masuk belakangan ini, rally pada saham blue chip berpotensi untuk terus berlanjut. Dengan saham-saham blue chip dijadikan sebagai aset utama dalam portofolio reksadana saham, diharapkan, bisa membuat reksadana saham mengejar ketertinggalan di sisa akhir tahun.
Apalagi, Rudiyanto melihat juga terdapat beberapa sentimen lain yang bisa mendorong kinerja reksadana saham pada sisa akhir tahun ini. Mulai dari mega initial public offering (IPO) dari beberapa perusahaan, laporan keuangan yang positif, serta tapering yang akhirnya sudah ada kepastian.
Sementara untuk reksadana pendapatan tetap, dia melihat tantangan utamanya terletak pada tingginya inflasi seiring adanya krisis energi dan tingginya harga komoditas. Namun, uniknya, Rudiyanto menilai, inflasi tinggi baru terjadi di negara lain. Sementara Indonesia masih terkendali karena kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan BBM dan tarif listrik serta perekonomian yang belum pulih sepenuhnya
“Untuk reksadana pendapatan tetap masih ada potensi naik, namun jika inflasi tinggi terus berlanjut atau ada berita kenaikan harga BBM dan tarif listrik, bisa memicu koreksi pada harga obligasi pemerintah,” imbuhnya.
Baca Juga: IHSG tergelincir, reksadana pendapatan tetap jadi yang terbaik dalam sepekan terakhir
Terkait outlook kinerja reksadana pada tahun depan, Rudiyanto memperkirakan reksadana saham yang sudah ketinggalan berpotensi mengejar. Sementara reksadana pendapatan tetap yang bagus dalam beberapa tahun terakhir karena kebijakan suku bunga rendah serta inflasi rendah, akan berubah seiring dengan tapering dan pemulihan ekonomi.
Walau begitu, dia menilai dengan rendahnya angka inflasi Indonesia saat ini, setiap ada koreksi pada harga obligasi bisa menjadi peluang bagi investor untuk masuk.
“Dengan potensi kinerja yang masih cukup sulit ditebak pada tahun depan, investor lebih baik untuk tetap melakukan diversifikasi,” tutup Rudiyanto.
Baca Juga: Kinerja reksadana melaju sepanjang Oktober 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News